Sukses

Kemenkertrans Terbitkan Surat Edaran Outsourcing

Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mengeluarkan surat edaran untuk mengatur mekanisme jaminan bagi para pekerja outsourcing.

Liputan6.com, Jakarta: Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mengeluarkan surat edaran untuk mengatur mekanisme jaminan bagi para pekerja outsourcing. Hal itu dilakukan setelah Mahkamah Konstitusi menerbitkan putusan tentang pengujian UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan terhadap Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.

"Keputusan Mahkamah Konstitusi itu ditindaklanjuti dengan surat edaran untuk mengatur dengan lebih tepat lagi mekanisme yang selama ini sudah berjalan, sehingga hak-hak para pekerja outsourcing benar-benar terjamin," kata Menakertrans Muhaimin Iskandar di Jakarta, Jumat (20/1).

Surat Edaran Nomor B.31/PHIJSK/I/2012 tentang Pelaksanaan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 27/PUU-IX/2011 tanggal 17 Januari 2012 itu ditujukan kepada Kepala Instansi yang bertanggungjawab di bidang Ketenagakerjaan Provinsi di Seluruh Indonesia mengenai pengujian Pasal 59, Pasal 64, Pasal 65, dan Pasal 66 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan terhadap Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang dilakukan Mahkamah Konstitusi.

Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (PHI dan Jamsos) Myra M. Hanartani mengatakan, beberapa pokok aturan yang dijelaskan dalam surat edaran tersebut antara lain bahwa kegiatan oursourcing itu harus melalui Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (permanen).

"Tetapi kegiatan outsourcing boleh menggunakan PKWT dengan syarat harus ada jaminan kelangsungan pekerjaan bagi pekerjanya. Untuk itu harus ada jaminan kelangsungan pekerjaan," kata Myra.

Dalam poin pertama surat edaran itu disebutkan bahwa Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) sebagaimana yang diatur dalam Pasal 59 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan tetap berlaku.

Poin selanjutnya, tambah Myra, dalam hal perusahaan menerapkan sistem penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa pekerja/buruh sebagaimana diatur dalam Pasal 64, Pasal 65 dan Pasal 66 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, maka ada beberapa hal yang harus dipatuhi.

"Apabila dalam perjanjian kerja antara perusahaan penerima pemborongan pekerjaan atau perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh dengan pekerja/buruhnya tidak memuat syarat adanya pengalihan perlindungan hak-hak bagi pekerja/buruh yang objek kerjanya tetap ada (sama), maka harus didasarkan pada Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT)," kata Myra.

Namun, jelas Myra, apabila dalam perjanjian kerja antara perusahaan penerima pemborongan pekerjaan atau perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh dengan pekerja/buruhnya sudah memuat syarat adanya pengalihan perlindungan hak-hak bagi pekerja/buruh yang objek kerjanya tetap ada (sama), dapat didasarkan pada Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT).

Sementara untuk keberadaan perjanjian kerja yang telah disepakati oleh kedua belah pihak sebelum diterbitkannya putusan Mahkamah Konstitusi ini, maka PKWT yang saat ini masih berlangsung pada perusahaan pemborongan pekerjaan atau perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh, tetap berlaku sampai berakhirnya jangka waktu yang diperjanjikan.

Agar mekanisme tersebut dapat berjalan dengan baik, pihak Kemnakertrans akan mengintensifkan pengawasan perusahaan pengerah outsourcing, sehingga kelangsungan para pekerja menjadi terjamin. "Pengawasan ketenagakerjaan yang akan ditingkatkan, baik pembinaan maupun dalam konteks pada penegakan hukum. Perusahaan jasa outsourcing harus benar benar mengikuti peraturan ketenagakerjaan yang berlaku. Perusahaan tidak akan ditutup tapi harus menjamin kesejahteraan para pekerjanya," kata Muhaimin.(Ant/SHA)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

    Video Terkini