Sukses

Komnas HAM: Polisi Salahi Protap di Bima

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menilai aparat kepolisian menyalahi prosedur tetap dalam menangani pengunjuk rasa di Pelabuhan Sape, Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat pada Sabtu (24/12), yang berujung bentrokan.

Liputan6.com, Jakarta: Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menilai aparat kepolisian menyalahi prosedur tetap dalam menangani pengunjuk rasa di Pelabuhan Sape, Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat pada Sabtu (24/12), yang berujung bentrokan.

"Namun polisi justru langsung menggunakan senjata api," ujarnya, Selasa (3/1).

Disebutkan, sesuai dengan ketentuan Pasal 5 ayat (1) Perkap No: 1 Tahun 2009, telah diatur enam tahap tentang tentang penggunaan kekuatan dalam tindakan kepolisian, yakni pencegahan, perintah lisan, kendali tangan kosong lunak, kendali tangan kosong keras, kendali senjata tumpul (senjata kimia, gas air mata, semprotan cabe), dan kendali senjata api.

Berdasarkan hasil investigasi yang dilakukan oleh Komnas HAM, yakni keterangan saksi dan tayangan video, ternyata aparat kepolisian tidak melaksanakan sesuai protap.

Ridha menambahkan, aksi represif dari kepolisian itu juga dinilai menyalahi aturan, karena sekitar 100 pengunjuk rasa, telah mengikuti arahan polisi, dan tidak melakukan penyerangan atau perlawanan sama sekali.

"Polisi melakukan penyerangan dan penembakan terhadap warga yang sudah menyerah. Kemudian diperlakukan secara tidak manusiawi dengan cara ditembak dari jarak dekat, dipukul, diseret, dan ditendang," ujar Ridha.

"Dari tiga orang yang tewas dan 30 orang yang luka akibat luka tembak tersebut, 10 orang diantaranya merupakan anak-anak yang berusia 13 hingga 17 tahun," kata Ketua Tim Investigasi Lapangan Kasus Bima, yang juga Komisioner Komnas HAM, Ridha Saleh saat jumpa pers di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Selasa.

Tiga orang yang tewas tersebut, Syaiful alias Fu (17), Arif Rahman (18) dan Syarifudin (46). Sementara korban luka tembak, antara lain, M Nur (30), Ismail (50), Yaumin (30), Anhal (29), Syahbudin (31), Awaluddin Anas (22), M Saleh (43), Salfina Juliani (15), Fahmi (18), Nurdin (22), Ramlin (24), Ridwansyah (19), M Ali (50) dan lainnya.

Ridha pun menjelaskan dari korban yang meninggal, ada yang meninggal karena melindungi rekannya. "Temuan kami di lapangan, Arif rahman (18) meninggal di kampung Jala desa Bugis sekitar 700 meter dari pelabuhan. Kemudian rekannya, Syaiful (17), juga tewas di tempat yang sama karena hendak menolong Arif," kata Ridha.

Ridha menambahkan, puluhan korban luka-luka baik itu karena luka tembak maupun luka karena dipukul polisi. "Yang luka di kepala ini, karena dipukul dengan gagang pistol," tandasnya.

Sampai saat ini sudah 115 anggota Polisi di NTB yang diperiksa tim internal Mabes Polri. Sebanyak 115 anggota itu terdiri dari berbagai unsur, seperti Brimob, Reserse, Dalmas, dan lain sebagainya.

Sebanyak lima anggota Kepolisian Negara RI (Polri) telah ditetapkan sebagai tersangka terkait kasus bentrok antara massa pengunjuk rasa dengan aparat kepolisian di Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB) pada hari Sabtu (24/12).

"Ada dua tersangka tambahan terkait kasus Bima, yakni Briptu A dan Briptu MS dari Polres Bima," kata Kepala Divisi Hubungan Masyarakat (Kadiv Humas) Polri, Irjen Saud Usman Nasution di Jakarta, Senin (2/1).

Untuk jumlah korban dari hasil pengecekan Polres, Polsek dan Dinas Kesehatan sampai hari ini data yang meninggal dua orang.  Korban yang meninggal atas insiden tersebut bernama Arief Rachman usia 18 tahun dan Syaiful usia 17 tahun.

Dalam rangka pelaksanaan Operasi Lilin 2011 dan juga terganggunya aktivitas masyarakat sebagai akibat dari penyeberangan tidak bisa digunakan, sehingga terjadi keresahan masyarakat.  kemudian dilakukan tindakan penegakan hukum untuk pembebasan jembatan penyeberangan feri dari pendudukan massa.(ANT/MEL)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

    Video Terkini