Sukses

Puluhan WNI di AS Dibayangi Ketakutan Deportasi

Sekelompok imigran Indonesia saat ini tengah dibayangi ketakutan akan menghadapi deportasi meskipun ada perjanjian bersyarat dengan otoritas imigrasi AS yang memungkinkan mereka untuk hidup dan bekerja secara legal di negara itu selama bertahun-tahun.

Liputan6.com, New Jersey: Sekelompok imigran Indonesia saat ini tengah dibayangi ketakutan akan menghadapi deportasi meskipun ada perjanjian bersyarat dengan otoritas imigrasi AS yang memungkinkan mereka untuk hidup dan bekerja secara legal di negara itu selama bertahun-tahun.

Anggota parlemen Partai Demokrat AS Carolyn Maloney dari wilayah New York dan Frank Pallone Jr. dari New Jersey secara bersana-sama mensponsori undang-undang baru, yakni UU Perlindungan Keluarga Pengungsi Indonesia. UU itu akan memungkinkan warga Indonesia yang melarikan diri dari aksi kekerasan terkait agama di Indonesia dan memenuhi kriteria lain bisa mengambil kesempatan lain untuk mengajukan kembali permohonan suaka.

Seperti dikutip Associated Press, Kamis (8/12), pengusulan rancangan UU itu datang dalam menanggapi serangkaian baru surat deportasi yang dikirim baru-baru ini ke imigran Indonesia di New Jersey yang telah hidup dan bekerja secara legal di bawah perjanjian khusus dengan Penegakan Imigrasi dan Bea Cukai (ICE).

Pendeta Seth Kaper-Dale dari Gereja Reformasi di Highland Park mengatakan, lebih dari 70 imigran Indonesia di New Jersey telah menerima surat peringatan deportasi dari Departemen Keamanan Dalam Negeri AS dalam beberapa bulan terakhir atau mereka juga sudah diperintahkan untuk melapor ke kantor ICE lokal dengan membawa tiket pulang ke Indonesia.

Selain di New Jersey, kelompok-kelompok imigran Indonesia di New York dan New Hampshire juga hidup dalam status hukum yang sama selama bertahun-tahun.

Kelompok yang terkena imbas itu sebagian besar terdiri dari warga Nasrani di Indonesia yang melarikan diri akibat ketidakstabilan ekonomi dan penganiayaan agama di Indonesia pada akhir 1990-an. Mereka berimigrasi ke Amerika Serikat dengan visa turis yang memungkinkan mereka untuk mendapatkan kartu Jaminan Sosial dan hukum bekerja.

Para warga Indonesia itu bekerja, membayar pajak, dan membina keluarga yang kebanyakan melahirkan anak-anak mereka di AS dengan berjalan lancar. Sampai 2003, ketika sebuah program pemerintah yang diterapkan dalam menanggapi serangan 9/11 memaksa semua laki-laki dewasa dari 15 negara-negara mayoritas Muslim untuk mendaftar dengan otoritas AS.

Menurut pengakuan Kaper-Dale, imigran Indonesia itu mendaftarkan diri dengan itikad baik dan memulai proses mengajukan permohonan status permanen di AS. Mayoritas mengajukan suaka berdasarkan kekerasan terkait agama. Namun, semuanya ditolak karena mereka telah tinggal lebih dari setahun yang merupakan batas waktu pengajuan suaka setelah mereka tiba di AS.

Pada 2006 lalu, otoritas imigrasi mulai mendeportasi warga Indonesia. Mereka menggerebek sebuah kompleks apartemen di New Jersey dan menangkap 35 orang. Beberapa yang lolos melarikan diri ke gereja Kaper-Dale. Kemudian, ia membantu bernegosiasi dengan otoritas imigrasi untuk memungkinkan warga Indonesia untuk tinggal di AS di bawah pengawasan bersyarat-- bukan amnesti atau status permanen, tetapi status hukum yang memungkinkan mereka untuk bekerja sementara mereka juga mencoba untuk melengkapi berkas-berkasnya.

Ketika pemerintahan Barack Obama mengumumkan pada Juni lalu bahwa mereka akan mulai menggunakan "penuntutan diskresi" dan memprioritaskan deportasi orang-orang yang terlibat kejahatan. Kemudian, warga Indonesia itu pun berpikir mereka berhasil lolos. Namun, mereka kemudian mulai kembali menerima surat-surat peringatan deportasi itu.

Harry Puwo (41) warga Edison yang berimigrasi dari Manado, Indonesia, ketika ia berusia 24 tahun, merupakan salah satu yang menerima surat yang memberitahunya untuk melaporkan kepada pihak berwenang imigrasi pada Kamis ini. Rabu kemarin, Puwo mengatakan, ia khawatir dirinya akan dipisahkan dari dua anak perempuannya, yang satu di antaranya memiliki kebutuhan khusus.

"Sebelumnya, tidak ada yang terjadi kepada saya di Amerika Serikat. Saya hanya bekerja, punya kartu Jaminan Sosial, saya membayar pajak, dan istri saya membeli rumah," kata Puwo, yang mengatakan dia bekerja sebagai koki di sebuah restoran. "Saya tidak ingin kembali ke Indonesia, saya sudah berada di sini sejak lama. Saya memiliki bayi dengan penyakit down syndrome, dan dia tidak akan mendapatkan perawatan di Indonesia."

Maloney menekankan, rancangan UU yang disponsorinya tidak akan memberikan suaka otomatis, tetapi itu akan menghilangkan penghalang prosedural yang memungkinkan imigran berkualitas punya kesempatan untuk mengajukan permohonan kembali dan mencegah pemisahan anggota keluarga.

"Amerika Serikat telah lama berusaha untuk melindungi pengungsi yang melarikan diri dari penganiayaan dan menyediakan suatu proses untuk mempertimbangkan klaim mereka," kata Maloney dalam sebuah pernyataan. "Orang-orang datang ke negara ini, mencari bantuan dari kekerasan ekstrim dan penganiayaan karena keyakinan agama mereka, dan pantas mendapat kesempatan suaka." (JAY/MEL)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

    Video Terkini