Sukses

Hasyim: Perlu Gerakan Civil Society Pertahankan Papua

Perlu ada gerakan "civil society" untuk mempertahankan Papua dari konspirasi internasional yang berniat melepaskan wilayah itu dari Indonesia.

Liputan6.com, Jakarta: Mantan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Hasyim Muzadi menyatakan perlu ada gerakan "civil society" untuk mempertahankan Papua dari konspirasi internasional yang berniat melepaskan wilayah itu dari Indonesia.

"Satu-satunya jalan untuk menangkal konspirasi internasional adalah gerakan civil society, karena gerakan separatisme Papua sebenarnya bukan permainan rakyat Papua, tapi permainan asing dengan konspirasi sangat rapi," katanya di Jakarta, Ahad (4/12).

Ia mengatakan pegiat HAM yang getol mengatakan pemerintah salah karena mengabaikan kemakmuran dan keadilan Papua, padahal eksponen Papua sendiri menyatakan di media paling bergengsi di Indonesia bahwa masalah Papua bukan keadilan dan kemakmuran tapi tidak diakuinya RI oleh PBB membawahi Papua sebagai bagian dari NKRI.

Namun, menurut Hasyim, pemerintah terkesan tidak berbuat apa-apa, sehingga Papua terus bergolak. Selain itu, sebagian komponen bangsa juga menunjukkan sikap yang mengundang tanda tanya. Mereka mengambil posisi sebagai gerakan transnasional politis meniru kelompok garis keras fundamentalis.

Ia mencontohkan pihak yang mengatasnamakan lintas agama yang beberapa waktu lalu minta supaya pemerintah jangan sampai melakukan kekerasan di Papua agar tidak ada darah tercecer, padahal yang melakukan kekerasan adalah gerakan separatis itu sendiri.

"Ada yang aneh dari cara pemerintah dan masyarakat bangsa dalam menghadapi separatisme Papua," kata Sekretaris Jenderal International Conference of Islamic Scholars itu.

Ia juga menyayangkan sikap media massa yang dinilainya kurang melakukan gerakan mempertahankan Papua sebagai bagian NKRI. "Media di Indonesia sibuk urusan tetek bengek, seakan NKRI tidak penting. Dulu, zaman proklamasi, tokoh seperti Kiai Wahid Hasyim mau menerima Pancasila karena mementingkan NKRI," katanya.

Dalam situasi seperti ini, menurut Hasyim, bukan mustahil jika  pemberontakan separatisme berhasil membawa Papua merdeka. Apalagi, lanjut dia, Indonesia dimasukkan oleh Barat sebagai negara Islam terbesar. "Pola Barat terhadap dunia Islam adalah membiayai pemberontakan, kalau pemerintah yang sah melakukan penumpasan maka akan dianggap melanggar HAM, bahkan diserbu atas nama HAM," katanya.

Ia lantas menyoroti penempatan 2.500 marinir Amerika Serikat di Darwin, Australia, yang hanya berjarak 825 kilometer dari Papua. "Kata pemerintah itu tidak apa-apa, sedangkan berita Amerika menghibahkan F-16 juga tidak dilengkapi sparepartnya. Apa bisa digunakan setahun dua tahun lagi?," katanya.(Ant/JUM)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.