Sukses

Kisah Pilu di Balik Kehidupan Orangutan

Di balik keluguan wajahnya, orangutan menyimpan berbagai macam kisah pilu. Rumah mereka, hutan, dirampas manusia untuk perkebunan dan permukiman hingga dianiaya dan dibunuh karena dianggap sebagai hama. Populasi satwa langka ini pun terancam punah.

Liputan6.com, Pangkalan Bun: Di balik keluguan wajahnya, orangutan menyimpan berbagai macam kisah pilu. Rumah mereka, hutan, dirampas manusia untuk perkebunan dan permukiman hingga dianiaya dan dibunuh karena dianggap sebagai hama. Populasi satwa langka ini pun terancam punah. 

Tim Liputan 6 SCTV diundang PT Sinar Mas, SMART, dan perusahaan induknya Golden Agri-Resources Limited (GAR) dan APP untuk melihat kehidupan orangutan di Pusat Perawatan dan Karantina Orangutan (OCCQ) di Pangkalan Bun, Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah.

Suasana asri hutan masih terasa saat tim memasuki kawasan OCCQ, yang merupakan kerjasama antara Orangutan Foundation Indonesia (OFI), Kementerian Kehutanan dan Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Barat. Dua anak orangutan yang digendong pengasuh khusus seakan menyambut kami. Anak orangutan berusia tiga tahun itu tampak malu saat kami mencoba untuk mengabadikannya. Uniknya, mereka mengenakan diapers layaknya bayi manusia.

Pendiri OFI Dr. Birute Mary Galdikas mengatakan setidaknya ada 330 orangutan yang direhabilitasi di tempat ini. Kebanyakan orangutan itu disita oleh Badan Konservasi Sumber Daya Alam maupun diserahkan masyarakat setempat yang menemukannya. Mereka menjalani beberapa tahap rehabilitasi seperti karantina, perawatan, pelatihan membuat makanan hingga sarang sendiri, karantina akhir hingga pelepasliaran.

"Nantinya orangutan ini akan dilepas kembali ke alam bebasnya di kawasan Taman Nasional Tanjung Puting," ujarnya. Dr. Birute menambahkan, program rehabilitasi ini juga meliputi fasilitas taman "bermain" sehingga orangutan yang terbiasa hidup dengan manusia, bisa kembali bergelayutan di pohon.

             

Tim Liputan 6 SCTV juga melihat puluhan ekor orangutan yang dikarantina dimasukkan ke dalam terali besi. Beberapa di antara mereka beratnya mencapai 200 kilogram. Ada gelambir di lehernya, wajahnya juga tampak tua. Mereka terpaksa dikarantina disebabkan belum jinak sehingga rawan hingga dalam tahap penyembuhan akibat dilukai pemburu. Namun, untuk orangutan dalam karantina, para jurnalis tidak diperkenankan memotret. Petugas beralasan foto itu dikhawatirkan bisa membuat orang tak bisa membedakan antara pusat rehabilitasi dengan kebun binatang.

Sementara itu, staf medis OCCQ, dr. Prima Anggara Sigit, mengatakan kebanyakan orangutan dirawat piatu sejak kecil karena ibunya dibunuh oleh pemburu. Selain program rehabilitasi, tim OCCQ juga bertugas mencarikan induk angkat sehingga bayi orangutan bisa tumbuh sebagaimana mestinya.

Prima mengaku prihatin, selain dianiaya, sejumlah orangutan diperlakukan tak manusiawi di luar negeri, seperti menjadi tontonan sirkus, dijadikan binatang aduan oleh mafia judi, hingga korban prostitusi di Thailand. Di kasus terakhir, bulu orangutan betina dicukur dan diperlakukan layaknya seorang perempuan. 

"Meski tidak ada yang dirawat di sini, saya pernah menjumpai orangutan yang disita dari Thailand mengalami trauma psikologis sangat mendalam," ujarnya.(YUS)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

    Video Terkini