Sukses

MKH Pecat Dua Hakim "Nakal"

Hakim PN Yogyakarta, Dwi Djanuanto dan hakim Mahkamah Syariah Tapaktuan, Aceh, Dainuri diberhentikan oleh Majelis Kehormatan Hakim (MKH). Dwi pernah minta untuk nonton tarian telanjang. Sedangkan Dainuri berbuat asusila.

Liputan6.com, Jakarta: Majelis Kehormatan Hakim (MKH) memutuskan pemberhentian kepada dua hakim dari tiga hakim yang diduga telah melakukan pelanggaran kode etik. Keduanya adalah hakim Pengadilan Negeri Yogyakarta, Dwi Djanuanto dan hakim Mahkamah Syariah Tapaktuan, Aceh, Dainuri.

"Menyatakan menghukum hakim terlapor diberhentikan tidak terhormat dalam jabatanya sebagai hakim," ujar ketua MKH, Abbas Said, saat membacakan putusan sidang MKH di Gedung Mahkamah Agung, Jakarta, Selasa (22/11) petang.

Menurut Abbas, saat menjabat hakim PN Kupang pada 2009, Dwi terbukti berulang kali melakukan pelanggaran kode etik dan perilaku hakim seperti meminta tiket pesawat pada pengacara terdakwa kasus korupsi pembangunan jalan dan jembatan di Kupang, Muhamad Ali Harifin, dengan bukti tertulis yang ditandatangani Dwi.

MKH juga menemukan bukti pesan singkat (SMS) yang dikirimkan Dwi kepada pengacara terdakwa, Petrus Balaitona, yang berisi pesan yang meminta terdakwa untuk melayani melihat hiburan dunia malam. "Isinya berupa ajakan melihat tari telanjang".

Abbas menambahkan Dwi sering menunda sidang karena sering pulang ke Yogyakarta saat menjadi hakim di PN Kupang. Akibatnya, jadwal persidangan di PN Kupang terbengkalai. "Hakim terlapor juga pernah dijatuhi sanksi MA dengan mutasi ke PN Kupang sebelum ke PN Yogyakjarta," tandasnya.

Sementara Dainuri diberhentikan dengan hormat karena terbukti melakukan perbuatan asusila. Ketua MKH Imam Soebechi mengatakan Dainuri mengakui perbuatanya yang berkali-kali telah melakukan hubungan "panas" dengan seorang wanita, yang tengah berperkara dalam gugatan cerai.

Perbuatan tidak senonoh itu dilakukan Dainuri dengan menggosok-gosok badan seorang wanita dalam keadaan bugil di sebuah hotel yang disewanya. "Karena hal-hal yang disampaikan dalam MKH tidak mematahkan kesimpulan majelis hakim, maka pembelaan diri hakim terlapor harus ditolak," jelas Imam.(JUM)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.