Sukses

Marhata di Bumi Taiwan

Beragam suku pribumi masih bertahan di Pulau Ilha Formosa. Tata cara hidup masyarakat pribumi Taiwan ternyata memiliki banyak kesamaan dengan masyarakat nusantara.

                                     
Liputan6.com, Jakarta: Penjelajah laut Portugis menamakan pulau ini Ilha Formosa, yang artinya pulau indah. Pulau ini didiami suku pribumi Taiwan. Dikelilingi samudra mereka terisolasi satu sama lain disekat oleh alam dengan gunung, bukit dan sungai.

Beragam suku pribumi masih bertahan, seperti tao, amis, pinuyaman, pingpu, tayal, saisha, thao, bunun, tsou, paiwan, rukai,  dan beragam suku lain bagai membuat mozaik kompleks dari budaya aborigin suku pribumi Taiwan.

Keberadaan dan cara hidup suku pribumi Taiwan ini memberikan bukti teori baru penyebaran nenek moyang nusantara. Beragam kehidupan suku pribumi Taiwan ditemukan di sini.
 
Leluhur dan nenek moyang diberikan penghormatan tertinggi seperti yang dilakukan suku tayal. Hidup di pegunungan tengah dengan musik dan harmoni yang unik, orang bunun percaya mereka hidup dengan roh leluhur, roh nenek moyang. Semua aspek upacara terhadap arwah dilakukan menjaga agar kesuburan tanah tetap terjaga.

Kepala suku tsou memegang peranan penting untuk melakukan perburuan ke hutan atau melakukan penyembahan pada Dewa dan arwah leluhur. Gunung tak dianggap sebagi tempat arwah leluhur suku tsou.

Suku paiwan yang banyak mendiami hutan-hutan percaya bahwa setiap gunung memiliki batu penanda. Ritual penghormatan leluhur dipimpin dukun wanita menggunakan sirih dan alat penyembahan lain. Ritual dan tata cara hidup yang hampir sama dengan masyarakat di nusantara.
 
Ternyata kesamaan bukan hanya ritual tetapi juga linguistik, unsur kesamaan berbahasa. Beberapa suku kata dan angka yang memiliki kesamaan.

Kemiripan linguistik atau bahasa diteliti lebih oleh pakar sejarah dan melahirkan teori penyebaran nusantara yang baru, teori out Taiwan.

Lagu nenek moyangku seorang pelaut memberikan afirmasi lebih jelas perpindahan manusia. Seperti yang digambarkan suku pribumi tao dalam upacara melepas perahu baru ke laut lepas. Mereka mengenal strategi lompat katak dari pulau yang satu melompat ke pulau lain yang lebih dekat. Demikian seterusnya sampai mereka tiba di pulau yang paling jauh.
 
Taiwan terbentuk enam juta tahun lalu akibat benturan laut Filipina dan lempengan tektonik euro Asia. Daratan seluas 36 ribu kilometer persegi itu, sekitar 70 persennya merupakan pegunungan yang membuat penduduk pribumi Taiwan membiasakan hidup dengan pegunungan dan hutan.
 
Tata cara hidup masyarakat pribumi Taiwan ternyata memiliki banyak kesamaan dengan masyarakat nusantara, seperti berbagai suku bangsa di Kalimantan, Jawa, dan Sumatra.

Bukti tata cara hidup yang memiliki kesamaan juga didukung fakta adanya kesamaan DNA dengan suku pribumi nusantara. Bahkan teori migrasi dikuatkan dengan temuan fosil dan hal penting lainnya oleh peneliti Truman Simanjuntak dan kawan-kawan di Gua Harimau, sekitar enam jam perjalan darat dari Palembang, Sumsel.
 
Selain kesamaan motif dan seni ukir dalam kerajinan nusantara, kesamaan suku kata juga terdapat di beberapa suku pribumi Taiwan. Banyaknya persamaan suku kata membuktikan bahasa Indonesia adalah bagian dari penutur bahasa Austronesia. Sekitar 5.000 tahun lalu, bahasa Austronesia berkembang menjadi 1.200 bahasa lokal dari Taiwan ke Madagaskar, Afrika di barat, sampai Pulau Paskah dan kepulauan Hawai di timur sampai Selandia Baru di selatan.

Serbuan modernisasi seperti di Taipei telah banyak menggeser suku-suku pribumi di Taiwan. Kedatangan orang Cina daratan yang didominasi suku han pada abad ke 17 seakan telah menutup populasi penduduk pribumi asli aborigin yang kini tinggal dua persen.

Seperti suku thao yang telah lama mendiami kawasan Danau Sun Moon Lake. Danau indah kini telah menjadi kawasan wisata yang seakan menggeser keberadaan suku pribumi thao yang kini hanya sekitar 300 orang.

Dengan jumlah yang tak terlalu banyak, suku pribumi mencoba bertahan hidup dengan menghasilkan kerajinan tangan. Menggunakan benang dan pola, penduduk pribumi memadukan warna dan desain leluhur mereka dalam kain. Tenunan yang menjadi pengingat dalam kehidupan sehari-hari budaya leluhur tetap terjaga dengan baik.
 
Jika diperhatikan seksama motif dan coraknya juga mirip dengan kain nusantara seperti ulos. Inilah yang mendorong keingintahuan tentang asal-usul nenek moyang.

Taiwan memberikan perhatian khusus pada suku pribumi. Bahkan membuat televisi khusus pribumi berjaringan nasional. Semua nara sumber diwawancara dengan bahasa suku masing-masing termasuk marhata batak.

Agar sejarah tak punah digerus zaman, pada 1980 pemerintah Taiwan mendirikan Indigenous Culture Park yang diresmikan tujuh tahun kemudian. Hampir seratus hektare diperuntukan melestarikan lebih 14 suku pribumi yang mempunyai ciri khas masing-masing lengkap dengan rumah tinggal dan tata cara hidup masing masing suku.

Penggunaan teknologi untuk menerangkan kehidupan pribumi meringankan informasi. Bukan hanya aspek pelestarian tetapi pengelolaan secara profesional terasa dalam pertunjukan musik dan tari suku pribumi Taiwan.

Selain tari dan lagu dipertunjukkan pula permainan tradisonal suku pribumi Taiwan yang ternyata tidak berbeda jauh dengan permainan tradisional anak anak nusantara. Dan akhirnya pertunjukan ditutup dengan tarian prajurit di awan-awan seakan menggambarkan dunia rasanya jadi satu karena hakikatnya kita berasal dari tempat sama.(IAN)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

    Video Terkini