Sukses

Guru Keluhkan Pemotongan Pajak Sertifikasi

Alasan pemotongan karena para guru dianggap tak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) sebagai wajib pajak. Padahal para guru telah memiliki NPWP, namun Dinas Pendidikan tak pernah melakukan pendataan.

Liputan6.com, Jakarta: Sejumlah elemen yang terdiri dari Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), Koalisi Pendidikan, dan Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak pemerintah melibatkan guru dalam proses pembuatan kebijakan. Mereka mengeluhkan soal pemotongan pajak sertifikasi sebesar 18 persen dan menilai pemerintah kurang transparan.

"Untuk DKI Jakarta, para guru mengeluhkan potongan pajak sertifikasi yang sangat besar yakni 18 persen untuk golongan IV. Mestinya hanya 15 persen," ujar Jimmy Paat dari Koalisi Pendidikan dalam jumpa persnya di kantor ICW, Jakarta Selatan, Ahad (18/9).

Alasan pemotongan tersebut, menurut Paat, karena para guru dianggap tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) sebagai wajib pajak. Padahal para guru telah memiliki NPWP, namun pihak Dinas Pendidikan dinilai tidak pernah melakukan pendataan.

"Masa pemotongan pajak dipukul rata 18 persen. Padahal kita semua guru sudah punya NPWP. Hal ini tidak boleh lagi terulang lagi, harus ada keterbukaan dalam pencairan tunjangan sertifikasi termasuk soal potongan," singgungnya.

Selain itu, mereka juga mendesak pemerintah melibatkan guru dalam proses pembuatan suatu kebijakan pendidikan. "Jangan sampai juga keterlibatan organisasi guru terkesan PGRI-nisasi ataua hanya menganakemaskan organisasi guru tertentu."

Jika ingin membuat kebijakan, lanjut Paat, sebaiknya pemerintah membuat konsep yang jelas yang didasari hasil-hasil penelitian. Menurutnya, orientasi setiap kebijakan harus harus berpihak pada mutu pendidikan.

Mereka juga meminta pemerintah membayar tunjangan sertifikasi dibayar per bulan. Hal ini dimaksudkan agar menghindari adanya dugaan penyimpangan pencairan dana tunjangan tersebut.

"Selama ini para guru tidak sama sekali tidak mengetahui hitungan yang pasti soal berapa yang seharusnya diterima. Para guru tidak pernah tanda tangani penerimaan sertifikasi. Pokonya berapapun harus diterima. Jika kurang mereka juga tidak berani mempertanyakan, mereka hanya berharap kebaikan dari birokrat pendidikan," tegasnya.

Paat menambahkan, banyak guru di daerah pada tahun 2011 umumnya menerima empat dan lima bulan. Hal itu diketahui setelah membandingkan dengan penerimaan tahun lalu atau membagi dengan jumlah gaji pokok yang telah dipotong pajak.

"Bahkan kalau memang benar, gaji yang diterima setiap bulanya, untuk pengali sertifikasi sebenarnya sudah dipotong pajak. Kenapa lagi untuk sertifikasi kena lagi pajak yang sama. Ini banyak guru yang tidak tahu," ujarnya mencontohkan.(ULF)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.