Sukses

Kasus Banpres Diyakini Menjadi Komoditas Golkar

Kasus Banpres diyakini akan digiring Partai Golongan Karya ke arah politik. Sekretaris Negara dinilai terlalu berlindung pada kata-kata dalam menjelaskan dana nonbujeter di Sekretariat Negara.

Liputan6.com, Jakarta: Kasus dana Bantuan Presiden untuk pembangunan asrama Polri/TNI akan digiring ke area politik. Partai Golongan Karya pasti akan menggunakan kasus ini sebagai senjata untuk menekan Presiden Megawati Sukarnoputri. Maklum, Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Partai Golongan Akbar Tandjung juga sedang bermasalah. Akbar menjadi tersangka Kasus Penyelewengan Dana Nonbujeter Badan Urusan Logistik sebesar 40 miliar. Demikian pendapat pengamat politik Univesitas Gadjah Mada DR Afan Gaffar lewat telepon dari Yogyakarta, Selasa (28/5).

Memang, menurut Afan, Sekretaris Negara Bambang Kesowo yang menjadi sasaran kasus tersebut. Tapi, kalau Kesowo jatuh, ini akan menpengaruhi Megawati. Sebab, Bambang adalah mata dan telinga Megawati. "Ini, tentu saja jika melihat sistem pemerintahan Indonesia," kata mantan anggota Komisi Pemilihan Umum itu.

Afan melihat kasus ini juga akan meramaikan Sidang Tahunan MPR, Agustus mendatang. Namun, hal ini sangat tergantung pada penjelasan Kesowo. "Sekarang ini, dia (Kesowo) selalu menggunakan dasar hukum yang rumit untuk menjelaskan dana tersebut," kata Afan. [Baca: Sesneg: Presiden Mengetahui, Tapi Jangan Ditanya Teknis].

Pendapat nyaris serupa juga dikatakan Sudirman dari Masyarakat Transparansi Indonesia. Menurut dia, penjelasan Kesowo terdengar berlindung dengan kata-kata ketimbang substansi. Padahal, selain Undang-undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Pendapatan Negara Bukan Pajak yang mengatur dana nonbujeter masuk ke Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, dua instruksi presiden sebelum Megawati Sukarnoputri menjadi presiden telah mengatur hal itu. "Ini berarti ada yang tak berjalan, sehingga dua Inpres itu terbit," kata Sudirman.

Selain itu, Sudirman menambahkan, Menteri Keuangan (saat itu) Bambang Sudibyo telah mengirim tiga surat ke Sekretariat Negara. Isi surat itu mendorong, menagih, dan mengingatkan supaya menyetor dan melaporkan dana nonbujeter. "Dan jelas sekali surat Menkeu pada 17 Juli menyebutkan Setneg termasuk lembaga yang tak menyetor dan melaporkan," kata Sudirman.

Sudirman juga menganggap langkah Setneg yang tak menyetor dan melaporkan dana nonbujeter di lembaga itu ironis. "Inpres diterbitkan dari Setneg, tapi merekalah yang paling tidak responsif terhadap produk itu," ujar Sudirman. Karena itulah, dia berpendapat banyak orang tak nyaman jika dana nonbujeter di Setneg dibuka.(AWD)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.