Sukses

Presiden Saleh Akhirnya Muncul di TV

Saleh, yang dirawat di sebuah rumah sakit di Arab Saudi sejak serangan 3 Juni silam, hampir tidak bisa dikenali dan duduk dengan kaku ketika berbicara dalam pernyataan terekam yang disiarkan di televisi Yaman.

Liputan6.com, Sana`a: Dengan wajah bekas terbakar dan tangan terbalut perban, Presiden Yaman Ali Abdullah Saleh, muncul di televisi, Kamis (7/7). Ini adalah kemunculan kali pertama sejak ia cedera dalam serangan bom terhadap istananya di Sana`a. Saleh, yang dirawat di sebuah rumah sakit di Arab Saudi sejak serangan 3 Juni silam, hampir tidak bisa dikenali dan duduk dengan kaku ketika berbicara dalam pernyataan terekam yang disiarkan di televisi Yaman.

Ia menyatakan menjalani "lebih dari delapan operasi yang berhasil akibat luka-luka bakar yang dideritanya dalam kecelakaan" dan menyerukan dialog. "Di mana orang-orang yang takut Tuhan? Mengapa mereka tidak melakukan dialog dan mencapai penyelesaian yang memuaskan bagi seluruh rakyat Yaman," kata presiden kawakan itu, yang menjadi sasaran protes antipemerintah sejak Januari lalu.

Saleh pun berterima kasih kepada Wakil Presiden Abd-Rabbu Mansur Hadi, yang mendapat tekanan domestik dan internasional selama menjalankan kekuasaan saat presiden tidak ada. Terutama, atas upaya-upayanya menjembatani kesenjangan antara seluruh partai politik di Yaman.

Pernyataan Saleh itu hanya berlangsung beberapa menit dan disusul dengan tayangan petasan yang menerangi langit Yaman.

Menurut para diplomat, peluang Saleh kecil untuk kembali ke Yaman karena kebuntuan politik parah setelah protes berbulan-bulan yang menuntut pengunduran dirinya.

Kelompok suku yang setia pada pemimpin oposisi kuat Syekh Sadiq al Ahmar terlibat dalam pertempuran dengan pasukan pemerintah di Sana`a setelah Saleh menolak menandatangani perjanjian transisi yang ditengahi negara-negara Teluk. Perjanjian yang telah ditandatangani oposisi itu menetapkan Saleh meninggalkan kekuasaan dalam waktu 30 hari, dan sebagai imbalannya, ia akan memperoleh kekebalan dari penuntutan.

Saleh, yang telah berkuasa selama 33 tahun, menghadapi protes sejak Januari 2011 untuk menuntut pengunduran dirinya, yang disambut dengan tindakan keras aparat keamanan.

Demonstrasi di Yaman sejak akhir Januari yang menuntut pengunduran diri Saleh telah menewaskan lebih dari 300 orang. Dengan jumlah kematian yang terus meningkat, Saleh--sekutu lama Washington dalam perang melawan Al-Qaidah--kehilangan dukungan Amerika Serikat.

Menurut sebuah laporan di New York Times, pemerintah AS mengambil bagian dalam upaya-upaya untuk merundingkan pengunduran diri Saleh dan penyerahan kekuasaan sementara. Para pejabat AS menganggap posisi Saleh tidak bisa lagi dipertahankan karena protes yang meluas dan ia harus meninggalkan kursi presiden.

Meski demikian, Washington memperingatkan bahwa jatuhnya Saleh selaku sekutu utama AS dalam perang melawan Al-Qaidah akan menimbulkan "ancaman nyata" bagi AS.

Yaman adalah negara leluhur almarhum pemimpin Al-Qaidah Usamah bin Ladin dan hingga kini masih menghadapi kekerasan separatis di wilayah utara dan selatan. Yaman Utara dan Yaman Selatan secara resmi bersatu membentuk Republik Yaman pada 1990, namun banyak pihak di wilayah selatan, yang menjadi tempat sebagian besar minyak Yaman, mengatakan bahwa orang utara menggunakan penyatuan itu untuk menguasai sumber-sumber alam dan mendiskriminasi mereka.

Negara-negara Barat, khususnya AS, semakin khawatir atas ancaman ekstremisme di Yaman, termasuk kegiatan Al-Qaidah di Semenanjung Arab (AQAP). Negara-negara Barat dan Arab Saudi, tetangga Yaman, khawatir negara itu akan gagal dan Al-Qaidah memanfaatkan kekacauan yang terjadi untuk memperkuat cengkeraman mereka di negara Arab miskin itu dan mengubahnya menjadi tempat peluncuran untuk serangan-serangan lebih lanjut.

Yaman menjadi sorotan dunia ketika sayap regional Al-Qaidah AQAP menyatakan mendalangi serangan bom gagal terhadap pesawat penumpang AS pada Hari Natal. AQAP menyatakan pada akhir Desember 2009, mereka memberi tersangka warga Nigeria "alat yang secara teknis canggih" dan mengatakan kepada orang-orang AS bahwa serangan lebih lanjut akan dilakukan.

Para analis khawatir bahwa Yaman akan runtuh akibat pemberontakan Syiah di wilayah utara, gerakan separatis di wilayah selatan dan serangan-serangan Al-Qaidah. Negara miskin itu berbatasan dengan Arab Saudi, negara pengekspor minyak terbesar dunia. Selain separatisme, Yaman juga dilanda penculikan warga asing dalam beberapa tahun terakhir.(ANS/Ant)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

    Video Terkini