Sukses

Mutohar, Montir Pembuat Kincir Pembangkit Listrik

Sebuah pembangkit listrik tenaga mikro hidro dengan kincir sederhana dibangun oleh warga di sebuah dusun di tengah persawahan dan perkebunan di daerah Bantul.

Liputan6.com, Bantul: Mutohar memang luar biasa. Pria yang sehari-hari bekerja sebagai montir dan buruh harian itu, mampu membuat kincir pembangkit listrik. Belakangan kincir tersebut banyak digunakan warga kampungnya di Bantul, Yogyakarta.

Saat ditemui baru-baru ini, pria kelahiran 6 September 1954 mengaku hanya bermodal Rp 20 juta untuk membangun kincir tersebut. Itu pun berasal dari sumbangan warga dan pinjaman. Namun dengan tekad yang kuat, Mutohar dan 11 warga lain tetap bahu-membahu menyelesaikan kincir tersebut selama tiga bulan.

Awalnya, usaha Mutohar tak langsung berhasil. Namun dia tak putus asa. Lambat laun, upaya Mutohar dan warga membuahkan hasil; sebuah pembangkit listrik tenaga mikro hidro dengan kincir sederhana berdiri di sebuah dusun yang terletak di tengah persawahan dan perkebunan. Alat tersebut bisa bekerja dengan memanfaatkan aliran anak Sungai Opak.

Mutohar menambahkan, syarat mutlak agar kincir tersebut dapat bergerak adalah debit air yang cukup besar. Namun kadang kendala kerap muncul, terlebih saat musim kemarau. Air sungai tak pernah mencukupi sehingga kincir tak bisa berjalan. Jika begitu, warga harus membuka saluran sungai agar kincir dapat berputar kembali.

Tak hanya untuk pengairan, kincir angin juga membantu penerangan warga. Sebelumnya, penerangan jalan dari pemerintah di lokasi itu masih sangat minim. Namun berkat adanya kincir yang mampu melahirkan pembangkit listrik, kini sudah ada 100 titik lampu sepanjang jalan di Dusun Singosaren.

Menurut Mutohar, ide membuat kincir bukan datang dari peneliti. Namun dari rasa ingin tahunya dan membuat sesuatu yang bermanfaat buat masyarakat. Hal itu kemudian menjadi contoh bagi komunitas lain di Bantul yang menggunakan tenaga listrik untuk memarut kelapa.

Awalnya kincir di sana hanya memiliki 16 sudu. Lalu disempurnakan menjadi 20 sudu dan rangkanya tidak lagi menggunakan drum dan ranjang bekas. Kini bukan hanya untuk penerangan, Universitas Gajah Mada Yogyakarta juga memberikan bantuan alat pemarut kelapa dan mesin bubut yang bisa dimanfaatkan warga secara cuma-cuma.

Namun sanjungan yang datang tak membuat Mutohar lekas puas. Dia justru tertantang untuk berbuat lebih lagi. Mutohar ingin kincir air sederhananya bisa benar-benar menggerakkan masyarakat sekitar.(ARE/ULF)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

    Video Terkini