Sukses

Ini Respons Demokrat soal Sindiran Hasto di Kasus E-KTP

PDIP melalui Sekretaris Jenderal Hasto Kristiyanto membantah pernyataan Setya Novanto soal aliran dana ke sejumlah kadernya.

Liputan6.com, Jakarta - Ketua DPP Partai Demokrat Ferdinand Hutahaean menyebut pernyataan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto mengenai kasus e-KTP sangat tidak bijak dan tidak elok. Dia menilai Hasto memberikan pernyataan yang menggiring masyarakat untuk menyalahkan pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY.

Ferdinand menyebut hal itu sebagai upaya perbuatan cuci tangan atas kasus e-KTP yang sepatutnya tidak perlu dilakukan.

"Itu adalah sebuah perbuatan cuci tangan yang tak patut dilakukan, terlebih menuding dan mengalihkan kesalahan kepada pihak lain," kata Ferdinand saat dihubungi Liputan6.com di Jakarta, Kamis (22/3/2018).

Dia berpendapat, korupsi tidak ditentukan oleh partai politik, baik oposisi ataupun penguasa.

"Jadi tidak ada kaitannya dengan posisi sebagai oposisi atau sebagai penguasa. Coba lihat jumlah kader PDIP yang ditangkap KPK saat beroposisi, sedikit apa banyak? Itu akan menjawab tesis Hasto yang hanya untuk cuci tangan," papar dia.

Lagi pula, lanjut dia, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pernah menyatakan tidak ada keterlibatan SBY dalam proyek e-KTP.

Ferdinand juga menyarankan agar partai pimpinan Megawati Soekarnoputri dapat meniru Partai Demokrat dalam menangani kadernya yang melakukan tindak korupsi.

Oleh karena itu, dia meminta agar kader yang disebut oleh terdakwa kasus e-KTP Setya Novanto dapat bersiap membela diri untuk membuktikan tidak terlibat dalam kasus tersebut.

"Berhentikan dan biarkan hukum berjalan tanpa intervensi. Itulah moral yang baik dan pro pemberantasan korupsi," jelas Ferdinand.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Pernyataan PDIP

Terdakwa dugaan korupsi proyek e-KTP, Setya Novanto, mengungkap sejumlah nama anggota DPR yang mendapat jatah dari hasil korupsi proyek e-KTP. Hal itu terkuak saat Setnov memberikan kesaksian sebagai terdakwa di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis siang.

Selain mengaku telah mengembalikan uang, Setnov juga mengakui adanya realisasi pemberian uang ke sejumlah pihak, termasuk Komisi II DPR dan Ketua Fraksi. Bahkan, nama politikus PDIP, yaitu Puan Maharani, Pramono Anung, dan Ganjar Pranowo ikut disebut Setnov.

Dia mengatakan, realisasi pemberian uang tersebut diketahuinya dari Made Oka saat berkunjung ke kediamannnya bersama dengan Andi Agustinus alias Andi Narogong. Saat itu, Made mengatakan jatah untuk orang-orang di DPR telah dieksekusi. Uang korupsi tersalur melalui Andi dan Irvanto Hendra Pambudi Cahyo, keponakan Setnov.

"Untuk Komisi II Pak Chairuman sejumlah US$ 500 ribu dan untuk Ganjar sudah dipotong oleh Chairuman dan untuk kepentingan pimpinan Banggar sudah sampaikan juga ke Melchias Mekeng US$ 500 ribu, Tamsil Lindrung US$ 500 ribu, Olly Dondokambey US$ 500 ribu, di antaranya melalaui Irvanto," beber Setnov, Kamis (22/3/2018).

"Ada juga ke Pramono Anung dan Puan Maharani 500 ribu dolar Amerika," imbuh Setnov.

Menanggapi keterangan itu, PDIP melalui Sekretaris Jenderal Hasto Kristiyanto membantahnya. Berikut klarifikasi melalui keterangan tertulis yang diterima Liputan6.com.

1. Posisi politik PDI Perjuangan selama 10 tahun pemerintahan SBY saat itu berada di luar pemerintahan. Tidak ada representasi menteri PDI Perjuangan di jajaran Kabinet Indonesia Bersatu selama 10 tahun. Kami menjadi oposisi. Di dalam beberapa keputusan strategis yang dilakukan melalui voting, praktis PDI Perjuangan selalu 'dikalahkan', misal penolakan impor beras, penolakan UU Penanaman Modal dan UU Free Trade Zone. Dengan demikian tidak ada posisi politik yang terlalu kuat terkait dengan kebijakan E-KTP sekalipun.

2. Konsepsi E-KTP yang disampaikan PDI Perjuangan sangatlah berbeda. Yang kami usulkan, E-KTP bukan pada pendekatan proyek, namun melalui pendekatan 'integrasi data' antara data pajak, data BKKBN, data kependudukan dan hasil integrasi data divalidasi melalui sistem single identity number. Sistem tersebut juga diintegrasikan dengan rumah sakit, puskesmas, hingga ke dokter kandungan dan bidan. Dengan demikian pada hari H, dan jam ketika sistem tsb diberlakukan, maka jika ada bayi yang lahir di wilayah NKRI, maka secara otomatis bayi tsb akan mendapatkan kartu Single Identity Number tsb. Itulah konsepsi kami, yang bertolak belakang dengan konsepsi Pemerintah.

3. PDI Perjuangan berpendapat bahwa Mendagri saat Itu, Gamawan Fauzi harus memberikan jawaban secara gamblang terkait akar persoalan korupsi e-KTP. Itu bagian tanggung jawab moral politik kepada rakyat. Mengapa? Sebab pemerintahan tsb pada awal kampanyenya menjanjikan 'katakan TIDAK pada korupsi', dan hasilnya begitu banyak kasus korupsi yang terjadi, tentu rakyatlah yg akan menilai akar dari persoalan korupsi tsb, termasuk E-KTP.

4. Saat ini ada upaya yang mencoba membawa persoalan tersebut sebagai bagian dari tanggung jawab PDI Perjuangan. Kami bukan dalam posisi designer, kami bukan penguasa. Dengan demikian atas apa yang disebutkan oleh Bapak Setnov, kami pastikan tidak benar, dan kami siap diaudit terkait hal tsb.

5. Kami juga mengamati kecenderungan terdakwa dalam kasus tipikor menyebut sebanyak mungkin nama, demi menyandang status justice collaborator. Apa yang disampaikan Pak Setya Novanto hari ini pun, kami yakini sebagai bagian dari upaya mendapatkan status tersebut demi meringankan dakwaan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.