Sukses

Hakim Peringatkan Setnov: Keterangan Anda Masih Setengah Hati

Majelis hakim menilai, Setnov tidak seluruhnya membuka kronologi kasus tersebut dengan berbagai keterangan, seperti lupa atau tidak tahu.

Liputan6.com, Jakarta - Sidang korupsi e-KTP segera memasuki tahap akhir dengan digelarnya pemeriksaan Setya Novanto sebagai terdakwa. Pada sidang hari ini, majelis hakim mengingatkan agar Setnov secara terang-terangan mengungkap kongkalikong korupsi terhadap proyek senilai Rp 5,9 triliun tersebut.

Majelis hakim menilai, Setnov tidak seluruhnya membuka kronologi kasus tersebut dengan berbagai keterangan, seperti lupa atau tidak tahu. Padahal, dalam kasus ini, mantan Ketua DPR itu mengajukan permohonan sebagai justice collaborator.

"Keterangan Anda masih setengah hati. Seharusnya ikhlas, tapi keterangan Anda aliran Andi tidak benar sangat bertentangan dengan ini," ujar Ketua Majelis Hakim Yanto sambil mengangkat surat permohonan JC Setnov di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (22/3/2018).

Hakim Yanto merunut keterangan sejumlah saksi yang bertolak belakang dengan keterangan Setnov. Dimulai dari jatah hasil korupsi proyek e-KTP ke DPR, pengaruh Setnov dalam pembahasan proyek tersebut, termasuk vendor pada proyek yang merugikan negara Rp 2,3 triliun.

Hakim Yanto berpendapat keterangan mantan Ketua DPR yang mengatakan tidak mengetahui alasan Andi kerap kali membahas proyek e-KTP tidak mencerminkan kriteria penerimaan JC.

"Sampai Oka (Made Oka Masagung) protes ke Anda soal afis L-1 terlalu mahal kemudian Anda panggil Andi dan Charles sampaikan keluhan Oka kemahalan katanya. Lalu dijelaskan alasannya harga kontrak akan dipergunakan untuk diberikan ke Anda dan DPR sebagai komitmen fee 5 persen," ujar Yanto.

"Kalau keterangan Saudara seperti itu belum terpenuhi," ujar hakim Yanto.

Akan tetapi, Setnov tetap bersikukuh telah membuka seluruh rangkaian peristiwa kongkalikong bancakan proyek e-KTP.

"Saya sudah sejujur-jujurnya," ujar Novanto.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Bantah Suap KPK

Sementara itu, dalam persidangan hari ini Setnov membantah adanya permintaan uang Rp 20 miliar sebagai dana upaya antisipasi pengurusan proyek e-KTP di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Bantahan tersebut berawal dari rekaman milik Johannes Marliem, saat sarapan bersama dengan Andi Narogong di kediaman Novanto.

Mantan Ketua DPR itu berkilah, alasan adanya permintaan Rp 20 miliar sebagai dana antisipasi menyewa jasa pengacara jika suatu saat proyek e-KTP bermasalah dan ditangani oleh KPK.

"Saya pernah ngalami biaya perkara memang mahal. Jadi saya mikir biaya ini berat kalau ada masalah," ujar Setnov saat memberikan kesaksian sebagai terdakwa.

Namun, JPU pada KPK menyangsikan penjelasan Setnov. Sebab, dalam percakapan selanjutnya yang masih direkam Johannes Marliem, ada istilah "bungkus" yang dinyatakan oleh Setnov.

Jaksa menyinyalir adanya permintaan uang antisipasi lantaran Setnov telah memprediksi proyek yang saat itu tengah dikerjakan bermasalah dan akan melibatkan KPK. Terlebih lagi, dalam rekaman tersebut, ketiganya sedang membahas keuntungan dari proyek e-KTP.

Pendapat JPU kembali dibantah oleh mantan Ketua DPR tersebut. Dia bersikukuh, tidak ada upaya suap pengamanan perkara di KPK.

"Kenapa harus KPK?" tanya jaksa Abdul Basir.

"Karena DPR menilai (KPK) betul-betul naik daun jadi kalau ada masalah pasti ke situ," ujarnya.

"Apa pernyataan Saudara mengartikan kalau gue dikejar KPK lo sediain Rp 20 miliar, (karena) gue bisa suap KPK?" cecar jaksa.

"Wah enggak ada, Pak. KPK enggak bisa disuap," ujarnya.

 

Reporter: Yunita Amalia

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.