Sukses

Waketum Demokrat: Capres Petahana Harus Cuti Saat Kampanye Pilpres 2019

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Syarief Hasan mengatakan, Presiden Joko Widodo atau Jokowi wajib cuti saat kampanye Pilpres 2019. Sebab, kata dia, jika tidak cuti akan mempengaruhi banyak hal.

"Ya itu kan sudah banyak pertimbangan sehingga harus dipertimbangkan cuti kampanye. Karena banyak hal yang bisa mempengaruhi," kata Syarief di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (20/3/2018).

Anggota Komisi I itu menegaskan, sudah ada undang-undang yang mengatur soal cuti kampanye, sehingga Jokowi wajib cuti.

"Itu kan sudah diatur sama UU, ya tidak bisa dong kalau sudah diatur. Harus dilakukan. Harus cuti," ungkapnya.

Diketahui, cuti kampanye diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tepatnya Pasal 281:

(1) Kampanye pemilu yang mengikut sertakan presiden, wakil presiden, menteri, gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, wali kota, dan wakil wali kota harus memenuhiketentuan:

a. Tidak menggunakan fasilitas dalam jabatannya, kecuali fasilitas pengamanan bagi pejabat negara sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan

b. menjalani cuti di luar tanggungan negara.

(2) Cuti dan jadwal cuti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilaksanakan dengan memperhatikan-keberlangsungan tugas penyelenggaraan negara dan penyelenggaraan pemerintahan daerah

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai keikutsertaan pejabat negara sebagaimana dimaksud pada ayat l dan ayat 2 diatur dengan Peraturan KPU

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Kata Golkar

Sebelumnya Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartanto menilai Presiden Joko Widodo atau Jokowi tak perlu cuti untuk ikut dalam pertarungan Pemilihan Presiden 2019. Hal itu dinilai sudah sesuai dengan undang-undang dan peraturan yang ada.

"Dalam konteks peraturan perundang-undangan Indonesia, tidak dikenal namanya presiden mengambil cuti," kata Airlangga usai bertemu petinggi PDIP di kantor DPP Golkar, Jakarta, Selasa (20/3/2018).

Karena, lanjut dia, presiden merupakan lambang negara. Tak ada serah terima jabatan presiden tanpa adanya sebab yang dibenarkan undang-undang.

"Kami sepakat serah terima kekuasaan hanya akan terjadi saat pelantikan dan ambil sumpah," ucap Airlangga.

Dia meminta peraturan di bawahnya harus perlu disesuaikan. Di mana KPU tengah menggodok hal ini dalam peraturan KPU untuk Pilpres 2019.

Selain itu, kedua partai sepakat untuk menghidupkan mesin organisasinya dalam proses pilkada. Hal ini perlu dilakukan agar calon yang sama-sama diusung memperoleh kemenangan.

"Yang ketiga, kami melihat ke depan agenda lain adalah, Golkar dan PDIP akan bersama-sama membahas program pembangunan yang sifatnya jangka panjang," jelas Airlangga.

Reporter: Sania Mashabi

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.