Sukses

HEADLINE: Sindikat Skimming Internasional Incar Indonesia, Ada Titik Lemah?

Enam orang, termasuk lima WNA ditangkap dalam kasus kejahatan skimming. Mengapa Indonesia jadi target sindikat luar?

Liputan6.com, Jakarta - Baltov Kaloyan Vasilev ditangkap polisi di kamar 311 Fave Hotel, Jalan Wahid Hasim, Tanah Abang, Jakarta Pusat pada Minggu dinihari lalu. Warga negara Bulgaria berusia 46 tahun itu menyusul lima anggota komplotan skimming yang sudah lebih dulu ditangkap Polda Metro Jaya.

Dari kamar hotel yang disewa Vasilev, polisi mengantongi barang bukti terkait kejahatan skimming berupa satu buah laptop, dua buah deep skimmer dan kartu anjungan tunai mandiri (ATM) yang sudah diisi data nasabah sebanyak 198 buah.

Kejahatan skimming, yaitu menduplikasi kartu debit atau kartu ATM untuk kemudian menguras uang nasabah, memang tengah jadi buah bibir. Dari penangkapan Vasilev dan lima anggota lainnya (4 WNA dan 1 WNI), diketahui ribuan rekening nasabah di 13 bank yang ada di Indonesia telah dibobol para pelaku ini melalui mesin ATM. 

Namun, menurut pengamat IT dari ITB Agung Harsoyo, kejahatan skimming yang dialami belasan bank di Tanah Air juga dialami bank-bank di luar negeri.

"Di negara manapun sama saja, dalam arti antara keamanan dengan yang mau bobol keamanan itu kan balapan. Jadi nanti begitu kita tingkatkan keamanannya, orang-orang yang berniat jahat itu cari namanya hole ya, jadi lobang yang bisa ditembus seperti apa," ujar Agung kepada Liputan6.com, Senin (19/3/2018) malam.

Menurut dia, siklus itu akan terus berjalan, antara pihak yang berusaha menjaga keamanan data nasabah dengan mereka yang ingin menjebolnya.

"Akan terus seperti begitu. Menurut saya, sekarang ini yang perlu dilakukan adalah edukasi kepada nasabah terkait dengan pengamanan transaksi. Itu harus lebih gencar lagi," tegas Agung.

Dia beralasan, pelaku skimming yang mayoritas adalah warga asing itu bukan tidak mungkin melihat banyak kelemahan yang dimiliki perbankan serta nasabah di Indonesia, sehingga mereka merasa lebih mudah beroperasi di Tanah Air.

"Mereka melihat sisi kelemahan secara sosiologis bahwa kita nggak terlalu aware. Kalau bertransaksi nggak berusaha ditutupi. Kita nggak punya prasangka buruk terhadap orang lain. Jadi mereka datang ke sini karena melihat ada potensi mengeksploitasi kelemahan kita tadi," pungkas Agung.

Hal senada diungkapkan Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Nico Afinta, bahwa pelaku kejahatan skimming akan selalu mencoba sistem keamanan perbankan seiring dengan perkembangan teknologi.

"Ini kan karena adanya niat jahat, ditambah lagi dengan memanfaatkan teknologi," ujar Nico kepada Liputan6.com, Senin malam.

Karena berhubungan dengan teknologi, kejahatan skimming pun menjadi tantangan bagi kepolisian dan pihak perbankan untuk selalu memperbarui sistem pengamanan seperti yang selama ini sudah dilakukan.

"Pihak bank sendiri sudah melakukan antisipasi, antara lain dengan penggantian kartu ke jenis magnetik dan chip. Sedangkan untuk nasabah kita harapkan untuk mengganti nomor PIN secara berkala," jelas Nico.

Sementara itu, terkait dengan mayoritas pelaku yang ternyata warga negara asing, Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Polri Brigjen M Iqbal mengatakan, hingga kini polisi belum menemukan adanya motif lain.

"Motifnya ekonomi sementara ini. Belum ada motif baru," kata Iqbal di Mabes Polri, Senin.

Yang jelas, lanjut dia, para pelaku biasanya mengincar mesin ATM di daerah yang terpencil. Mereka berharap kurangnya pengawasan menjadi celah untuk memuluskan aksi skimming.

"Pelaku pakai modus skimming dengan mencari letak ATM yang jarang dikontrol oleh publik. Maksudnya, katakanlah pertokoan yang ada di tempat terpencil. Di waralaba-waralaba yang ada," ujar Iqbal.

Karena itu dia meminta masyarakat ikut aktif dalam mengawasi kejahatan ini. Demikian pula, dia mengimbau para pemilik waralaba atau petugas keamanan agar ikut mengawasi mesin ATM di kawasan waralaba tersebut.

"Polri mendorong agar semua aware terhadap ATM-ATM ini. Misal waralaba yang ada, jangan hanya berorientasi kepada penjualan saja, tapi lihat dong kalau ada orang yang lama di situ, apalagi mencurigakan, tegur, kan ada satpamnya," beber Iqbal.

Selain waralaba, Iqbal juga menyebutkan bahwa lokasi wisata yang menyedot banyak perhatian wisatawan asing juga menjadi sasaran para pelaku skimming. Sebab, pelaku beranggapan di kawasan tersebut perputaran uangnya tinggi.

"Ya salah satunya (lokasi wisata), karena itu tempat yang potensi perputaran uangnya tinggi. Motifnya ekonomi sementara ini. Dan belum ada motif baru," pungkas mantan Kapolres Jakarta Utara ini.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Pelat Merah Bukan Target Utama?

Polisi menangkap enam orang tersangka pelaku skimming yang menjarah uang dari nasabah bank di Indonesia. Polda Metro Jaya mencatat, 64 bank yang dibobol para tersangka ada di 22 negara. Namun, bank yang paling banyak dibobol itu berada di Indonesia.

Di Indonesia ada 13 bank yang menjadi target pelaku skimming dengan total kartu 1.314 dan populasi 88,78 persen. Sebanyak 51 bank lainnya ada di Australia, Jerman, Amerika Serikat, Inggris, Kanada, Prancis, Swiss, Singapura, Denmark, Jepang, India, Islandia, Arab Saudi, Hong Kong, Afrika Selatan, New Zealand, Norwegia, Cile, Belgia dan Italia.

Dari 64 bank yang dibobol, total ada 1.480 kartu yang digunakan untuk mengambil uang para nasabah.

Data tersebut sebenarnya tak begitu mencengangkan, karena di tahun 2015 Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri sudah mencatat ada 1.549 kasus serupa di Indonesia. Ini artinya sepertiga kasus skimming di dunia terjadi di Indonesia. Sebegitu rentankah keamanan sistem perbankan di Indonesia?

Corporate Secretary Bank Mandiri Rohan Hafas menampik analisa tersebut. Dia mengataan bahwa angka nasabah yang menjadi korban skimming sangat kecil jika dibandingkan dengan jumlah nasabah bank pelat merah.

"Saya ambil contoh bank saya (Mandiri) dan bank tetangga saya yang juga lagi sama kena kasus, Bank BRI. Sebut misalnya Bank BRI yang kena kasus seribu bagi 60 juta (nasabah). Berapa persen itu, (hanya) 0.006 persen sekian," jelas Rohan kepada Liputan6.com, Senin malam.

Dia mengatakan, kejahatan siber akan selalu tumbuh dan berkembang serta berevolusi. Karena itu pihak perbankan pun harus selalu berjaga dan bersiap setiap saat terhadap segala kemungkinan.

"Saat ini saya menerima empat laporan, dari Jogja dua dan dari Surabaya dua. Yang saya selidiki ada dari mesin ATM Mandiri dan ada dari mesin ATM bank lain. Jadi saya punya empat pengaduan dengan jumlah nasabah (Mandiri) 17 juta. Tapi bukan saya mengecilkan arti (empat nasabah). Itu nomor 1," tegas Rohan.

Yang kemudian dilakukan pihak bank, lanjut dia, adalah tindakan sementara waktu memblokir semua rekening yang bertransaksi dengan mesin ATM yang sama dengan pelapor, meski ada yang kena dan ada yang tidak.

"Itu untuk mengecek apakah rekening itu kena atau tidak, walaupun keesokan harinya ada yang langsung dibuka lagi (rekeningnya) jika tidak kena (skimming)," ujar Rohan.

Dia juga menampik kalau korban skimming mayoritas berasal dari nasabah bank pemerintah atau pelat merah. Anggapan itu muncul karena jumlah nasabah bank pelat merah memang banyak.

"Nasabah Bank BRI 60 juta, sedangkan mandiri 17 juta. Ini bank peringkat satu dan dua (nasabah terbanyak di Indonesia). Katakanlah 77 juta nasabah kalau digabung terbayang berapa persen penduduk kita yang menjadi nasabah kami," ujar Rohan. 

"Polisi menyebut ada 13 bank yang menjadi korban, sementara bank pemerintah hanya empat. Jadi sebetulnya tidak hanya bank pelat merah yang jadi sasaran, meskipun jumlah kasusnya terkesan banyak karena jumlah nasabah tadi," imbuh dia.

Terkait soal pelaku skimming yang kebanyakan warga asing, Rohan menganggap itu hal yang wajar, jika dikaitkan dengan kemampuan teknologi yang mereka miliki.

"Kenapa mereka ada di Indonesia, secara mungkin kemampuan (teknologi) di negeri mereka sendiri sudah tinggi. Keamanan juga tinggi, jadi mereka menyasar negara kita," jelas dia.

Namun, lanjut Rohan, itu bukan berarti tingkat keamanan sistem perbankan di Tanah Air, khusus yang menyangkut data nasabah dan mesin ATM lemah.

"Enggak juga, karena di luar negeri ada kasus skimming juga. Kalau mau bilang mesin ATM kita belum memadai, kita kan pakai mesin ATM dari mereka (luar negeri) juga, semua juga dari luar negeri," pungkas Rohan.

 

3 dari 3 halaman

Langkah Menghindari Skimming

Pembobolan kartu ATM dengan metode skimming bukanlah hal baru. Menurut penjelasan yang dipaparkan laman How Stuff Works, card skimming adalah aktivitas menggandakan informasi yang terdapat dalam pita magnetik (magnetic stripe) yang terdapat pada kartu kredit maupun ATM/debit secara ilegal.

Ini artinya, dapat disimpulkan bahwa skimming adalah aktivitas yang berkaitan dengan upaya pelaku untuk mencuri data dari pita magnetik kartu ATM/debit secara ilegal untuk memiliki kendali atas rekening korban.

Laman Bank Tech yang dikutip Liputan6.com juga menerangkan, teknik pembobolan kartu ATM nasabah melalui teknik skimming pertama kali teridentifikasi pada 2009 di ATM Citibank, Woodland Hills, California, Amerika Serikat.

Saat itu diketahui jika teknik skimming dilakukan dengan cara mengggunakan alat yang ditempelkan pada slot mesin ATM (tempat memasukkan kartu ATM) dengan alat yang dikenal dengan nama skimmer. Modus operasinya adalah mengkloning data dari magnetic stripe yang terdapat pada kartu ATM milik nasabah.

Sebagai informasi, magnetic stripe adalah garis lebar hitam yang berada dibagian belakang kartu ATM. Fungsinya kurang lebih seperti gulungan kaset, material Ferromagnetic yang dapat dipakai untuk menyimpan data (suara, gambar, atau bit biner).

Secara teknis, cara kerjanya mirip CD writer pada komputer yang mampu membaca CD berisi data, kemudian menyalinnya ke CD lain yang masih kosong. Dan isinya dapat dipastikan akan sama persis dengan CD aslinya.

Skimmer bukan satu-satunya alat yang digunakan oleh para pelaku skimming. Para pelaku biasanya juga memanfaatkan kamera pengintai (spy cam) untuk mengetahui gerakan jari nasabah saat memasukkan PIN kartu ATM. Namun kamera pengintai sudah jarang digunakan seiring dengan semakin canggihnya alat skimmer yang digunakan para pelaku.

Laman How Stuff Works melaporkan jika kini telah beredar pula jenis skimmer yang dilengkapi dengan kemampuan membaca kode PIN kartu ATM. Dan hebatnya lagi, skimmer jenis ini juga bisa langsung mengirimkan data-data yang didapat via SMS pada pelaku.

Alat skimmer diketahui dapat dibeli pasar-pasar gelap yang hanya diketahui oleh kalangan terbatas dengan banderol mulai dari US$ 500. Malah tak sedikit pula para pelaku yang sudah ahli dapat memproduksinya sendiri dengan mudah.

Tahapan cara kerja pelaku skimming bisa diuraikan sebagai berikut:

1. Pelaku mencari target mesin ATM yang ingin dipasangai skimmer. Kriteria yang dicari adalah mesin ATM yang tidak ada penjagaan kemanan, sepi dan tidak ada pengawasan kamera CCTV.

2. Pelaku memulai aksi pencurian data nasabah dengan memasang alat skimmer pada mulut mesin ATM.

3. Melalui alat skimmer para pelaku menduplikasi data magnetic stripe pada kartu ATM lalu mengkloningnya ke dalam kartu ATM kosong. Proses ini bisa dilakukan dengan cara manual, di mana pelaku kembali ke ATM dan mengambil chip data yang sudah disiapkan sebelumnya.

Atau bila pelaku sudah menggunakan alat skimmer yang lebih canggih, data-data yang telah dikumpulkan dapat diakses dari mana pun.

Untungnya, polisi cepat bertindak dan mencokok sejumlah pelaku di tempat berbeda. Namun, polisi menduga masih banyak anggota dari komplotan ini yang masih berkeliaran.

Karena itu, Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Nico Afinta mengimbau masyarakat berhati-hati ketika bertransaksi di ATM. Hal yang harus diperhatikan agar terhindar dari kejahatan ini antara lain:

1. PIN ATM

Ketika akan menggunakan ATM, nasabah harus memasukkan nomor PIN. Nomor PIN adalah rahasia dan tidak untuk diberitahukan ke orang lain. Oleh karena itu, saat memencet tombol tutupi jari Anda.

2. Mesin ATM

Jika tidak bisa mulus saat memasukkan ATM atau menemukan alat yang tidak biasa, segera lapor ke polisi atau kepada petugas bank terdekat.

3. Lingkungan Sekitar ATM

Lebih memperhatikan lingkungan sekitar tempat lokasi ATM. Hindari ATM yang berada di tempat sepi dan tidak ada petugas keamanan yang berjaga.

4. Pengunjung ATM

Beri tahu petugas keamanan apabila melihat orang yang masuk dengan waktu sangat lama. Mungkin bisa dilihat, diingatkan atau mencari satpam, supaya satpamnya yang memberi tahu atau menegur.

"Kalau tidak ngambil uang cash, tidak sampai 5 menit kira-kira, parameternya itu. Kalau orang lebih dari 2-3 menit dari ATM perlu didatangi," tegas Nico Afinta.

Jadi, selagi nasabah berhati-hati dan bersikap waspada saat bertransaksi di mesin ATM, kemungkinan menjadi korban aksi skimming bisa dihindari.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.