Sukses

Kapolri Tito Tidak Nyaman dengan Istilah Muslim Cyber Army

Tito menyebut istilah itu digunakan untuk menarik perhatian. Seperti halnya istilah yang digunakan saat peristiwa bom Bali.

Liputan6.com, Jakarta Kapolri Jenderal Tito Karnavian membantah kata 'muslim' dalam kepanjangan sindikat penyebar berita bohong atau hoaks muslim cyber army atau MCA bukanlah bahasa dari Polri. Tito menyebut istilah itu hasil dari investigasi.

"Soal MCA kelompok ini menyebut mereka seperti itu. Jadi bukan bahasa dari Polri," kata Tito di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (14/3/2018).

Mantan Kapolda Metro Jaya menyebut pihaknya dan muslim yang lain juga merasa tidak nyaman dengan sebutan itu. Sebab penyebar hoaks juga tidak sesuai dengan ajaran Islam.

Tito menyebut istilah itu digunakan untuk menarik perhatian. Seperti halnya istilah yang digunakan saat peristiwa bom Bali.

"Mereka menyebut Al Jamaah Al Islamiah, itu ada dari pengakuan para tersangka dan dokumen POPJI. Kita tidak nyaman dengan istilah itu," papar dia.

Namun sebagai hasil investigasi, Tito menyebut Polri hanya menyampaikan fakta yang ada. Bila sebutan tersebut diganti justru itu sebuah rekayasa.

"Tidak benar, maka lebih netral kami gunakan singkatan MCA. Itu akan lebih soft, membuat publik nyaman," jelas Tito.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Sudah Tepat

Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Jimly Asshiddiqie menilai langkah Polri menindak kelompok penyebar kabar bohong, Muslim Cyber Academy (MCA), sudah tepat.

Menurut Jimly, siapa pun yang terlibat dalam MCA harus ditindak, termasuk dugaan keterlibatan politikus.

"Siapa saja kalau menyalahgunakan kebebasan, mereknya apa saja, itu ditindak saja," ucapnya, Rabu (7/3/2018).

Ia mengatakan, siapa pun yang berbuat harus mempertanggungjawabkannya. Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi ini meminta kasus ini dibuka seterang-terangnya.

Jimly mendesak para pengacara membantu membuka kebenaran dalam persidangan. "Maka para lawyer kita imbau tampil membantu. Jadi dari perdebatan itu ketahuan salah atau enggak. Kalau terbukti salah, apa boleh buat," tuturnya.

Menurut Jimly, negara harus mendidik masyarakat bahwa menyebar hoax dan kebencian merupakan tindakan keliru. Penindakan merupakan bagian dari proses pendidikan itu.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.