Sukses

Ini Kode Suap Wali Kota Kendari dan Ayahnya

Wali Kota Kendari Adriatma diduga menerima uang suap sebesar Rp 2,8 miliar.

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membeberkan kode yang digunakan dalam kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa di Pemkot Kendari. Kasus tersebut melibatkan Wali Kota Kendari Adriatma Dwi Putra dan ayahnya, mantan Wali Kota Kendari, yang juga calon Gubernur Sulawesi Tenggara, Asrun.

"Terindikasi sandi yang digunakan adalah 'Koli Kalender' yang diduga mengacu pada arti uang Rp 1 miliar," ujar Wakil Ketua KPK Basaria Pandjaitan di Gedung KPK Kuningan Jakarta Selatan, Kamis (1/3/2018).

Dari hasil pemeriksaan, Wali Kota Kendari Adriatma diduga menerima uang suap sebesar Rp 2,8 miliar dari Direktur PT Sarana Bangun Nusantara Hasmun Hamzah. Penerimaan uang itu diberikan secara dua tahap. Pertama terdiri Rp 1,5 miliar dan kedua Rp 1,3 miliar.

"Total Rp 2,8 miliar. Rp 1,5 miliar di antaranya pengambilan dari bank dan ditambahkan Rp 1,3 miliar dari kas pemberi PT SBN," jelas Basaria.

Menurut dia, uang suap tersebut diterima Adriatma untuk uang kepentingan biaya politik atau kampanye sang ayah, Asrun, yang mencalonkan diri di Pilgub Sultra.

"Permintaan dari Wali Kota Kendari untuk kepentingan biaya politik dari ASR (Asrun), cagub di Sultra yang merupakan ayah dari Wali Kota," ucap Basaria.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Penetapan Tersangka

KPK kemudian menetapkan Adriatma, Asrun, dan Hasmun serta mantan Kepala BPKAD Kota Kendari Fatmawati Faqih sebagai tersangka. Fatmawati merupakan salah satu orang dekat Asrun, ketika menjabat sebagai Wali Kota Kendari dua periode.

Atas perbuatannya, sebagai pemberi Hasmun Hamzah disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Sementara sebagai pihak penerima, Adriatma, Asrun, dan Fatmawati disangkakan melanggar Pasal 11 atau Pasal 12 huruf a atau b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.