Sukses

6 Fakta Mencengangkan Kelompok MCA Penyebar Hoax dan Hate Speech

Polri menangkap kelompok Muslim Cyber Army (MCA) di sejumlah tempat. Apa fakta di balik kelompok tersebut.

Liputan6.com, Jakarta - Empat orang yang diduga terkait penyebaran berita bohong alias hoax dan ujaran kebencian (hate speech) ditangkap Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri. Mereka mengaku dalam kelompok MCA atau Muslim Cyber Army.

Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Brigjen Pol Fadil Imran mengungkapkan, para pelaku kelompok MCA itu ditangkap di empat kota berbeda, yakni Jakarta, Bandung, Bali, dan Pangkal Pinang pada Senin, 26 Februari 2018.

Keempat inisial tersangka tersebut adalah ML, RSD, RS, dan YUS.

"Polri menangkap secara serentak terhadap kelompok inti pelaku ujaran (hate speech) kebencian Muslim Cyber Army (MCA) yang tergabung dalam WhatsApp Group 'The Family MCA'," ujar Fadil melalui keterangan tertulisnya, Jakarta, Selasa 27 Februari 2018.

Untuk mengungkap lebih dalam, polisi membawa para tersangka ke Bareskrim Polri. Mereka pun menjalani pemeriksaan penyelidikan.

Dari hasil pemeriksaan tersangka, Polri mengungkapkan fakta-fakta menarik seputar kelompok MCA. Apa saja?

Saksikan video pilihan berikut ini:

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 7 halaman

1. Sebar Virus

Berdasarkan hasil penyelidikan, grup yang dihuni para tersangka itu diduga sering melemparkan isu provokatif, seperti soal kebangkitan PKI, penculikan ulama, dan penyerangan terhadap nama baik presiden, pemerintah, serta tokoh-tokoh tertentu.

"Termasuk menyebarkan virus yang sengaja dikirimkan kepada orang atau kelompok lawan yang berakibat dapat merusak perangkat elektronik bagi penerima," kata Fadil.

 

3 dari 7 halaman

2. Jenjang Karier

Kelompok Muslim Cyber Army (MCA) memiliki sejumlah grup dengan fungsi yang berbeda-beda, mulai dari yang terbuka umum hingga grup inti yang tertutup. Bahkan anggotanya pun memiliki jenjang karier.

"Itu tadi, United Cyber Muslim Army itu adalah forum grup yang semua bisa akses," ujar Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Brigjen Pol Fadil Imran di kantornya, Jakarta, Rabu, 28 Februari 2018.

Dari grup terbuka yang memiliki anggota ratusan ribu ini, akan diseleksi orang-orang yang memiliki kualifikasi khusus. "Dari situ kan nanti kelihatan mana yang bisa jadi member sejati, mana yang cuma ikut-ikutan dan itu ada melalui tahapan kayak tes gitu. Setelah lulus tes, baru dibaiat," ucap Fadil.

 

4 dari 7 halaman

3. Empat Grup

Setidaknya ada empat grup yang berbeda pada jaringan ini, yakni MCA United, Cyber Moeslim Defeat Hoax, tim Sniper MCA, dan The Family MCA.

MCA United merupakan grup terbuka yang besar dan memiliki anggota mencapai ratusan ribu orang. Grup ini dikendalikan oleh 20 admin. Dia berfungsi menampung beragam unggahan para anggotanya.

Selanjutnya, ada tim Cyber Moeslim Defeat Hoax yang sangat tertutup dan anggotanya lebih sedikit, hanya sekitar 100 orang. Tugasnya mengatur isu tertentu kemudian menyebarkan ke publik untuk memenangkan opini.

Jaringan ini juga memiliki tim sniper dengan 177 anggota. Grup tertutup dan rahasia ini berfungsi untuk mengidentifikasi akun-akun yang dianggap musuh untuk kemudian diretas atau di-take down.

Terakhir yakni induk jaringan tersebut, The Family MCA. Kelompok inti dan rahasia ini berisi sembilan admin yang memiliki peran krusial dalam operasional MCA. Enam orang di antaranya telah ditangkap.

"Orang yang lulus, melalui tahapan di grup besar, grup kecil, kemudian grup inti, makanya disebut The Family. Menurut pengakuan tersangka, mereka harus dibaiat untuk masuk ke grup inti," ungkap Fadil.

 

5 dari 7 halaman

4. Buru hingga ke Korsel

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Mohammad Iqbal mengatakan, pihaknya terus mengejar dalang di balik penyebaran hoax dan ujaran kebencian ini. Bahkan, Polri tengah memburu terduga pelaku hingga ke Korea Selatan.

"Tim sudah bergerak juga melakukan pengembangan. Ada satu tersangka yang sudah kita kejar, tidak di Indonesia. Benar (Korsel) salah satunya," ujar Iqbal di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Selasa (27/2/2018).

Hanya saja, Iqbal enggan mengungkapkan lebih rinci berapa jumlah orang yang tengah diburu di luar negeri terkait kasus ini penyebaran hoax dan ujaran kebencian.

"Ini semua adalah upaya harkamtibmas agar keamanan dan ketertiban masyarakat di republik ini stabil apalagi menjelang tahun politik," ucap dia.

 

6 dari 7 halaman

5. Isu Provokatif

Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri menangkap empat tersangka yang diduga menyebar isu-isu provokatif di jejaring sosial. Isu yang "digoreng" kelompok ini mulai dari penyerangan ulama hingga kebangkitan PKI. Keempat tersangka ini tergabung dalam Muslim Cyber Army (MCA). Mereka bergerak dengan cara menyebar berita bohong atau hoax serta ujaran kebencian berbau SARA.

Grup yang dihuni para tersangka itu diduga sering melemparkan isu provokatif.

"Berdasarkan hasil penyelidikan grup ini sering melempar isu yang provokatif di media sosial, seperti isu kebangkitan PKI, penculikan ulama, dan penyerangan terhadap nama baik presiden, pemerintah, serta tokoh-tokoh tertentu," kata Direktur Tindak Pidana Siber, Brigjen Pol Fadil Imran dalam keterangan tertulisnya, Selasa (27/2/2018).

 

7 dari 7 halaman

6. Minta Maaf

Salah satu pentolan kelompok Muslim Cyber Army (MCA), M Luth, mengungkapkan penyesalannya ke publik. Pria berusia 40 tahun itu mengaku bersalah telah menyebarkan berita bohong alias hoax dan ujaran kebencian yang meresahkan masyarakat.

"Saya mengakui telah menyesal. Dan tadi juga sepakat teman-teman di atas mengakui juga kepada saya, menyesal mereka semua," ujar Luth di Kantor Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, Cideng, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Rabu (28/2/2018).

Mewakili lima tersangka lainnya, Luth kemudian meminta maaf kepada seluruh warga Indonesia, termasuk jajaran pemerintah terkait kabar hoax yang telah mereka sebarkan. Pimpinan kelompok MCA ini juga berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya.

"Karena beda mungkin pandangan sebagai jurnalis, kami dibilang hoax atau bohong, karena kami tersangka," ucap dia.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.