Sukses

CPNS Penjaga Tahanan di Jatim Gagalkan Penyelundupan Narkoba

Kepala BNN Komjen Budi Waseso pernah mengungkapkan, 90 persen kasus narkoba di Indonesia melibatkan jaringan yang ada di lapas.

Liputan6.com, Jakarta - Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Komjen Budi Waseso pernah mengungkapkan, 90 persen kasus narkoba di Indonesia melibatkan jaringan yang ada di lembaga pemasyarakatan (lapas). Dia tak bisa menerima alasan, lengahnya pengawasan terhadap para napi disebut-sebut karena lapas kelebihan kapasitas dan kurang sumber daya manusia (SDM).

Akan tetapi, di Jawa Timur, sejumlah calon pegawai negeri sipil (CPNS) penjaga tahanan dan narapidana telah menggagalkan lima kali penyelundupan barang terlarang berupa telepon genggam dan narkoba.

Dirjen Pemasyarakatan (PAS) Kementerian Hukum dan HAM mengungkapkan, sejak diterjunkan ke lapangan untuk bertugas di rutan dan lapas seluruh wilayah Jawa Timur, CPNS penjaga tahanan dan narapidana berhasil menggagalkan masuknya barang terlarang berupa enam telepon genggam dan 1,5 gram paket sabu.

Pelaksana Tugas (Plt) Dirjen PAS Mardjoeki mengatakan, hal tersebut menunjukkan kualitas petugas yang lebih baik. CPNS ini mampu memenuhi harapan masyarakat dalam pencegahan dan pemberantasan narkoba di rutan dan lapas.

"Apresiasi buat petugas pengamanan, meskipun mereka baru calon pegawai sudah menunjukkan kinerja baik yang diharapkan masyarakat dalam mencegah dan memberantas narkoba di lapas dan rutan," kata Mardjoeki, seperti dilansir Antara, Minggu, 25 Februari 2018.

Selanjutnya, kata dia, pelanggar tata tertib rutan dan lapas itu telah dikenakan sanksi. Mereka dimasukkan ke register F agar napi tersebut tidak mendapat hak-hak pengurangan hukuman, seperti remisi dan tidak diusulkan pembebasan bersyarat dan yang menyeludupkan akan diproses ke pengadilan.

Sementara itu, Kepala Wilayah Kemenkumham Jawa Timur Susy Susi Sulistyawaty juga memuji para CPNS penjaga tahanan dan lapas yang sudah bekerja maksimal.

"Saya ucapkan terima kasih atas darma bakti mereka mewujudkan lapas dan rutan bebas narkoba," kata Susi.

Dia juga berharap para pelaku pelanggaran tata tertib diberikan sanksi yang berat karena mengganggu keamanan dan ketertiban Lapas dan rutan.

"Para pengunjung dan narapidana yang kedapatan bawa narkoba pidanakan saja, sementara yang bawa handphone berikan sanksi berat agar hak-hak remisi, pembebasan bersyarat, cuti bersyarat yang akan atau telah didapatkan dicabut atau dibatalkan," tegas Susi.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Kata Buwas

Maraknya peredaran narkoba di lembaga permasyarakatan (lapas) menjadi perhatian khusus Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Komisaris Jenderal (Komjen) Budi Waseso. Dia mengungkapkan 90 persen kasus narkoba di Indonesia melibatkan jaringan yang ada di lapas.

"Sampai saat ini 90 persen pengungkapan narkoba yang kita lakukan selalu melibatkan lapas. Ini fakta," kata mantan Kepala Badan Reserse Kriminal Polri itu usai peletakan batu pertama gedung baru BNNP Jatim di Surabaya, Sabtu, 10 Februari 2018.

Dia juga pernah mengatakan, tak bisa menerima alasan lengahnya pengawasan terhadap para napi disebut-sebut karena lapas kelebihan kapasitas dan kurang sumber daya manusia (SDM).

"Kapasitas lapas melebihi sehingga menjadi salah satu penyebab (maraknya kegiatan narkoba) dan jumlah petugas yang terbatas, tapi negara tidak boleh menyerah dengan keterbatasannya," kata mantan Kabareskrim Polri itu di Kantor BNN, Jalan MT Haryono, Cawang, Jakarta Timur, Senin, 28 Maret 2016.

"Harusnya pihak lapas meminta kekuatan unsur lain, misalnya unsur TNI-Polri," sambung dia.

Dia mengatakan, kenyataan jika narapidana bisa memerintah sipir yang notabene pengawas lapas untuk mengedarkan narkoba adalah sebuah ironi.

"Sipir diperintah mengedarkan di dalam lapas, apalagi di luar lapas," tutur pria yang karib disapa Buwas itu.

Ke depannya, jika impian Budi membangun penjara narkotika di pulau terluar terwujud, ia berniat membuat peraturan di mana sipir dan narapidana tak bisa berkomunikasi satu sama lain. Namun, peraturan tersebut masih dalam tahap pengkajian.

"Nanti narapidana kalau perlu tidak bisa berbicara dengan sipir, ke depannya akan begitu. Jadi, dia hanya bisa ngomong sama nyamuk, kecoak, dan semut. Kalau mau kasih makan dilempar saja dari luar," ucap Budi.

"Mereka juga tidak pakai perasaan karena mereka membunuh manusia, berarti mereka bukan manusia. Bukan saya yang buas, mereka yang buas ini," tandas Buwas.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.