Sukses

4 Cerita Malin Kundang Zaman Now, Gugat Orangtua karena Harta

Karena masalah harta, sejumlah anak tega menggugat orangtua ke pengadilan.

Liputan6.com, Jakarta - Pernah mendengar ungkapan istilah air susu dibalas air tuba. Kalimat ungkapan itu mungkin cocok dialamatkan pada para orangtua digugat di pengadilan oleh para anak kandungnya.

Dalam ajaran apapun, tidak dibenarkan untuk bersikap melawan dan pamrih pada orang tua yang telah merawat. Orang tua akan selalu tulus menyayangi anak-anaknya tanpa pernah meminta timbal balik.

Namun, malang didapat beberapa orangtua digugat anak-anak mereka, hanya karena masalah harta.

Berikut ini, 4 kisah anak-anak yang tega menggugat orangtua kandung mereka di pengadilan karena persoalan harta. Siapa saja?

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 5 halaman

1. Nenek Rokayah digugat Rp. 1,8 Miliar 

Maret 2017 publik dibuat gempar lantaran seorang Ibu berusia lanjut yang digugat di Pengadilan Negeri Garut oleh anak kandung dan menantunya. Nenek Rokayah sapaan akrabnya, digugat Rp 1,8 M lantaran masalah hutang piutang tersebut.

Nenek Rokayah menyita banyak perhatian dan simpati publik terhadap kasus yang sedang dihadapinya ini. Dukungan banyak mengalir, bahkan Bupati Purwakarta, Dedi Mulyadi ikut turun langsung menjadi orang yang diberikan kuasa oleh keluarga Nenek Rokayah dalam persidangan.

"Ibu Amih memberikan kuasa kepada saya untuk menyelesaikan kasusnya," kata Dedi, Sabtu, 25/3/2017.

Dedi mengaku akan berupaya menyelesaikan permasalahan ini melalui jalan musyawarah kekeluargaan. Namun, jika penggugat tetap akan melanjutkan proses hukum melalui persidangan, Dedi akan menyiapkan kuasa hukum untuk Amih dan akan menuntut balik dengan kasus pemerasan.

Kasus yang menjerat Siti Rokayah berawal karena utang piutang antara anak-anak Rokayah, Asep dan Yani sebesar Rp 47 juta dengan jaminan surat dan sertifikat tanah. Setelah sekian lama, Asep hanya mampu membayar sebesar Rp 22 juta pada 2001 lalu.

November 2016, Handoyo, suami Yani, kembali mempermasalahkan utang piutang itu hingga ke meja hijau. Giliran sang ibu yang digugat Yani dan Handoyo sebesar Rp 1,8 miliar.

Sebenarnya keluarga telah mengupayakan jalan damai kasus anak tuntut ibu ini. Namun, sang anak tetap menggugat ibunya dan meneruskan kasus ini ke Pengadilan Negeri Garut.

Bahkan, sebagai seorang ibu, Siti Rokayah menuturkan ia tentunya selalu mendoakan kebaikan kepada anaknya, meskipun anak tersebut bersalah kepadanya. Rokayah selalu menyelipkan doa bagi anak dan menantunya itu setiap ibadah salat wajib maupun tahajud.

"Selalu tiap salat mendoakan anak, waktu tahajud juga suka berdoa," kata ibu yang sering dipanggil Amih itu.

Akibat kasus ini nenek Rokayah bahkan sempat jatuh sakit karena beratnya tekanan batin yang dihadapinya.

Proses mediasi ulang keluarga saat terus dilakukan selama sidang berjalan Namun, anak-anak nenek berusia 83 tahun ini lebih fokus terhadap kesehatan ibu mereka yang selalu sakit-sakitan.

Kasus ini memakan waktu yang lama hingga dapat diselesaikan, hingga akhirnya Pengadilan Negeri Garut, Jawa Barat, menolak seluruh gugatan perdata senilai Rp 1,8 miliar yang dilayangkan Yani Suryani dan Handoyo Adianto terhadap Siti Rokayah.

"Memutuskan bahwa gugatan penggugat ditolak untuk seluruhnya, dan pihak tergugat adalah pihak yang menang, sementara penggugat adalah yang kalah," ujar Ketua Majelis Hakim Endratno Rajamai, dalam pembacaan sidang yang di Pengadilan Negeri Garut, Rabu (14/6/2017).

 

3 dari 5 halaman

2. Ayah digugat Anak dan Menantunya

Johanes tak pernah menyangka jika anak dan menantunya tega untuk menggugatnya di pengadilan. Ia dituduh menggelapkan sertifikat senilai Rp 4 miliar.

Johanes dilaporkan anaknya Robert dan menantunya pada 2016 atas dua kasus, perdata dan pidana. Namun, dalam kasus perdata, Johanes yang digugat Rp 10 miliar itu menang di pengadilan pada 9 Maret 2017.

"Jadi awalnya saya digugat perdata dulu. Nah, mungkin tuh anak enggak puas, terus saya juga dilaporin penggelapan. Saya digugat Rp 10 miliar," kata Johanes kepada Liputan6.com di lokasi persidangan, Jakarta, Kamis 6 April 2017.

Putusan pengadilan atas kasus perdata menyebutkan, Johanes masih berhak atas kepemilikan sejumlah aset, meski diatasnamakan anak dan menantunya.

Pengacara Johanes, Andre Siahaan mengatakan, tidak ada bukti atau saksi yang menguatkan tuduhan penggelapan sertifikat senilai Rp 4 miliar itu. Untuk itu, pihaknya meminta agar terdakwa bebas dari segala tuduhan dan tuntutan.

"Aset itu memang akan jadi milik dia, anak dan mantu saya, tapi sabar dulu, saya masih hidup. Seperti ingin saya cepat mati saja. Itu semua memang atas nama dia kok, meski belinya pakai uang saya. Hakim masih punya nurani jadi saya menang diputus kemarin," ungkap Johanes.

Johanes mengaku nyaris bunuh diri lantaran perseteruan dengan anak dan menantunya. Yang dia sesalkan, sang menantu merupakan anak angkatnya yang dibawanya dari Medan, Sumatera Utara.

Johanes yang berumur 60 tahun itu mengaku heran dengan anak dan menantunya itu yang kompak menuduhnya menggelapkan sertifikat tanah senilai Rp 4 miliar.

"Itu memang saya buat atas nama dia. Tapi maksud saya nanti dulu, sabar, saya kan masih hidup paling sebentar lagi. Semenjak menikah anak saya kok tega. Langsung menghilang aja dari awal nikah, kembali seperti itu tingkahnya," kata Johanes saat berbincang dengan Liputan6.com, Jakarta Utara, Rabu, 5 April 2017.

"Itu memang saya wariskan buat dia (Robert). Tapi saya masih hidup, saya malah dilaporin lalu dipenjarain," dia melanjutkan.

Johanes diduga melanggar Pasal 372 KUHP dengan ancaman empat tahun penjara. Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara Yasin menyatakan, tidak melihat hubungan keluarga antara Johanes yang menjadi terdakwa dan Robert, yang dalam kasus dugaan penggelapan ini adalah korban.

Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara memutuskan membebaskan terdakwa Johanes, ayah yang digugat anaknya, dari dakwaan penggelapan atau segala tuntutan hukum pidana. Ketua Majelis Hakim Tugiono mengatakan putusan terdakwa Johanes didasarkan segala pertimbangan dan atas keterangan saksi-saksi fakta di dalam persidangan.

"Mengadili, pertama mengatakan perbuatan yang didakwakan terdakwa Johanes bukanlah perkara pidana. Kedua melepaskan terdakwa Johanes dari tuntutan hukum dan memulihkan namanya," kata Ketua Hakim Tugiono sambil mengetuk palu di Ruang sidang, Jakarta Pusat, Kamis (27/4/2017).

Akhirnya majelis hakim memutuskan putusan perkara dimenangkan oleh Johannes didasarkan pada 9 Maret 2017 dalam kasus gugatan perdata dari anaknya.

"Menimbang Putusan Perdata Nomor 416 Tahun 2015 tanggal 9 yang amar putusannya jatuh dan dimenangkan terdakwa Johanes," tegas Ketua Hakim Tugiono.

Putusan itu pun langsung disambut tangis haru dan sujud syukur terdakwa Johanes, sambil terus mengucap rasa syukur.

 

 

4 dari 5 halaman

3. Anak Gugat Ibu Kandung Rp 15 Miliar

Tiga orang anak inisial AS (32), NS (30), dan PW (22) menggugat ibu kandung di Pengadilan Agama Kota Baubau, Sulawesi Tenggara karena masalah warisan. Gugatan yang diajukan melalui kuasa hukum penggugat terigistrasi Nomor 163/PDTG/2017/PA Baubau.

"Jadi betul ada anak gugat ibu kandung, itu bukan persoalan harta gono-gini tapi harta waris. Sidang pertamanya baru digelar 6 April 2017 dan dihadiri kedua belah pihak," ujar Ketua Majelis Hakim Pengadilan Agama Kota Baubau, Mushlih, di Baubau, Kamis 13 April 2017, dilansir Antara.

Dia mengatakan, sidang perdana itu mediator yang ditunjuk masih merencanakan melakukan proses mediasi. Hasilnya nanti mediator akan menyampaikan pada persidangan berikutnya apakah mediasi berhasil atau tidak.

Sementara, Fariani (51) ibu kandung ketiga anak itu mengatakan, ketiga anaknya mengggugat karena ingin menguasai sejumlah harta bersama suaminya almarhum Ipda Matta. Harta itu diantaranya, tanah, rumah, mobil, dan sepeda motor.

"Sedih sekali, kecewa, malu kok anak yang saya lahirkan sendiri menggugat harta di saat saya masih hidup. Seberapa besar letak kesalahan sehingga anak saya tega menggugat,"ujarnya.

Padahal, kata dia, sudah berencana akan membagikan harta-harta hasil jerih payahnya bersama suami kepada empat anaknya namun itu memerlukan proses yang tidak cepat.

"Sebenarnya saya tetap akan bagikan mereka punya hak. Menjual tanah, rumah tidak semudah gula-gula. Tapi mereka tidak sabar maunya yang jadinya saja," katanya.

Walaupun kecewa, Fariani menuturkan, tetap akan mendoakan kebaikan buat ketiga anaknya itu. "Saya tetap doakan mereka bisa berubah dan sabar. Tidak ada ibu kandung yang mendoakan anaknya yang buruk-buruk," ucapnya.

Mediasi sempat dilakukan, namun ketiga anak Fariani menolak penawaran yang diajukan oleh sang ibu.

 

5 dari 5 halaman

4. Ibu 78 Digugat Empat Anaknya

Kisah terbaru datang dari seorang Ibu yang berusia lanjut digugat Miliaran rupiah oleh empat anaknya. Ya lagi-lagi masalah warisan. Mak Cicih sapaan akrab nenek tersebut, digugat sebesar Rp 1,6 miliar oleh keempat anak kandungnya.

Empat anak Mak Cicih, yakni Ai Sukawati (53), Dede Rohayati (51), Ayi Rusbandi (48), dan Ai Komariah (45) menggugatnya karena telah menjual tanah seluas 91 m2. Selasa, 20 Februari 2018, Bu Cicih terpaksa mengikuti sidang mediasi di Pengadilan Negeri Bandung, setelah digugat empat anaknya.

Padahal, uang hasil penjualan tanah tersebut sebesar Rp 250 juta itu dia gunakan untuk membangun rumah Ai Komariah dan kontrakan. Uang hasil kontrakan pun digunakan untuk uang jajan cucu-cucunya.

"Uang kontrakan juga dipakai buat cucu-cucu dan makan saya sehari-hari. Jumlahnya Rp 2,4 juta per bulan," ujar Mak Cicih.

Mak Cicih sendiri sempat menjelaskan, sebelum dia menjual tanah tersebut, para ahli waris sudah menyetujuinya. Surat kesepakatan dari para ahli waris pun masih dia simpan.

Lagipula, menurut dia, keempat anak kandungnya itu sudah mendapat jatah warisan masing-masing sepeninggal suaminya, Udin.

Namun, tak semua anak kandung Mak Cicih menggugatnya. Ada satu yang masih setia menjadi pendengar yang baik untuk Mak Cicih, yakni Alit Karmilah (45). Mirisnya, justru tiga anak tiri Mak Cicih, Tatang Supardi (63), Darmi (61) dan Dedi Permana (59) yang justru mendukung dan lebih menyayangi Mak Cicih. Namun, Mak Cicih mengakui akan tetap memaafkan perbuatan anak-anaknya tersebut.

“Ibu mah tetap memaafkan aja, Siapa orang tua yang tidak memaafkan anaknya. Orang tua apa namanya,” tutur Mak Cicih.

Mendengar nasib nahas yang dialami oleh Mak Cicih, Ketua DPD Golkar Jawa Barat Dedi Mulyadi langsung turun tangan. Bupati Purwakarta dua periode itu pun memberikan bantuan hukum kepada Mak Cicih.

Bantuan hukum yang diberikan calon Wakil Gubernur Jawa Barat ini merupakan bentuk empati. Dia tak bermaksud untuk mencampuri urusan internal keluarga Mak Cicih.

"(Kejadian seperti Mak Cicih) bukan kali ini saja, kasusnya sama persis dengan kasus Ibu Rokayah. Jadi, Insyaallah bisa selesai, berdoa saja," kata Dedi, dalam rilis yang diterima Liputan6.com, Rabu, 21 Februari 2018.

Saat ini kasus Mak Cicih masih bergulir di pengadilan Negeri Bandung.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.