Sukses

KPU Awasi Kampanye Ilegal, Parpol Berafiliasi dengan TV Disorot

Ada kekhawatiran, jeda kosong tersebut dapat berpotensi menimbulkan kampanye-kampanye ilegal sebelum waktunya.

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemilihan Umum (KPU) menetapkan masa kampanye Pemilu 2019 baru dapat dimulai pada tanggal 23 September mendatang. Hal ini memunculkan jeda kosong selama 7 bulan, antara pengambilan nomor urut yang baru saja dilaksanakan dengan waktu dimulainya masa kampanye.

Ada kekhawatiran, jeda kosong tersebut dapat berpotensi menimbulkan kampanye-kampanye ilegal sebelum Pemilu 2019 berlangsung.

Menanggapi hal ini, komisioner KPU Wahyu Setiawan mengatakan, pihak KPU bersama gugus tugas yang berisi Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), dan Dewan Pers telah mengatur hal-hal teknis terkait jeda waktu 7 bulan itu sebelum masa kampanye.

"Rentang waktunya masih 7 bulan. Kalo enggak diatur dari sekarang, takutnya ada pelanggaran sebelum masa kampanye. Kesepakatan ini merupakan terobosan bersama. Ada 4 aspek (kesepakatan)," ucap Wahyu di Gedung Bawaslu, Jl MH Thamrin, Jakarta Pusat, Selasa 20 Februari 2018.

Aspek pertama yang diatur regulasinya adalah, pelarangan iklan kampanye sebelum waktunya. Baik di lembaga penyiaran maupun di media masa, baik cetak maupun elektronik.

Kebijakan itu diambil dikarenakan maraknya parpol yang berafiliasi dengan stasiun televisi.

"Jadi sekarang ini kalau ada parpol yang beriklan di media itu dilarang. Pemberitaan boleh. Apakah terselubung atau tidak, berimbang atau tidak, Dewan Pers menentukan," ujarnya.

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Prinsip Keadilan

Selain itu, hal tersebut diatur guna menjaga prinsip-prinsip keadilan. Karena menurutnya, tidak semua parpol memiliki afiliasi ke sebuah media.

"Misal parpol yang punya afiliasi dengan media punya keuntungan dari parpol yang tidak punya afiliasi ke media. Kami punya kewajiban menjaga keadilan," katanya.

Aspek kedua, partai politik (parpol) tetap diperbolehkan melakukan sosialisasi internal terkait dengan nomor urut parpol.

Namun sosialisasi internal tersebut harus diberitahukan kepada KPU dan Bawaslu setempat.

"Parpol punya pasti sosialisasi dan edukasi. Mereka memiliki kepentingan untuk sosialisasi nomor urut," ucapnya.

Wahyu menuturkan, ada dua bentuk sosialisasi internal. Bentuk pertama, sosialisasi internal terkait pemasangan bendera parpol dan nomor urut parpol, seperti yang marak ditemukan di ruas-ruas jalan.

Meskipun begitu, teknis pemasangan tetap harus mengacu pada aturan pemerintah setempat. Khususnya, terkait tempat-tempat mana saja yang boleh dipasang.

"Bentuk kedua, diperbolehkan adanya pertemuan terbatas, dengan memberitaukan KPU dan Bawaslu setempat," tuturnya.

3 dari 3 halaman

Efektif Berlaku

Aspek ketiga, pemberitaan sosialisasi harus dilaksanakan dengan mengedepankan prinsip proporsionalitas dan keberimbangan.

"Kalau tidak proporsional, tidak berimbang, itu domain dewan pers (untuk menentukan) dengan keputusan bersama (dari) gugus tugas," katanya.

Aspek keempat, "Kesepakatan bersama antara KPU, Bawaslu, KPI, dan Dewan Pers itu akan ditindaklanjuti dengan surat KPU kepada parpol (diberikan hari Senin mendatang)."

Proses kerja gugus tugas dari keempat lembaga tersebut adalah, eksekusi setiap ditemukannya persoalan akan diberikan kepada masing-masing ranah lembaga terkait. Namun sebelum itu, pengambilan keputusan akan dirembukkan bersama dengan keempat lembaga tersebut atau yang disebut gugus tugas.

"(Misalnya) terkait penyiaran (ranah KPI), apabila ada terkait kampanye akan diputuskan oleh gugus tugas, tapi eksekusinya adalah KPI," sebutnya.

Kesepakatan itu mulai efektif terhitung per Senin 20 Februari 2018 hingga masa kampanye tiba.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.