Sukses

Ketua DPR: Hukum Mati Penyelundup Sabu 1 Ton di Batam

Terungkapnya penyelundupan sabu-sabu bernilai triliunan rupiah itu menunjukkan keseriusan dan sinergi berbagai pihak dalam memerangi narkoba.

Liputan6.com, Jakarta - Ketua DPR RI Bambang Soesatyo memuji kerja sama jajaran TNI, Badan Narkotika Nasional (BNN), Polri, dan Direktorat Jenderal Bea Cukai yang telah mengungkap penyelundupan 1 ton sabu di Batam, Kepulauan Riau.

Pria yang karib disapa Bamsoet ini menilai, terungkapnya penyelundupan sabu-sabu bernilai triliunan rupiah itu menunjukkan keseriusan dan sinergi berbagai pihak dalam memerangi narkoba.

"Sinergitas TNI, Polri, BNN dan pelibatan BIN, Bea Cukai dan pihak-pihak terkait lainnya sangat penting untuk mencegah masuknya kembali sabu-sabu dan berbagai jenis narkoba lainnya ke wilayah Indonesia," ujar Bamsoet melalui keterangan tertulis yang diterima Liputan6.com di Jakarta, Senin (12/2/2018).

Ia bahkan langsung melakukan kunjungan kerja bersama Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto, Kepala BNN Komjen Budi Waseso, dan pimpinan Polri untuk melihat langsung tangkapan sabu-sabu yang dibawa kapal MV Sunrise Glory di Batam.

Bamsoet mengatakan, narkoba adalah kejahatan kemanusiaan yang tidak perlu ditoleransi. Dia menegaskan, jika 1 ton sabu-sabu yang diselundupkan ke Batam itu lolos, masyarakat jelas akan menanggung akibat serius.

"Sebagai pimpinan DPR RI, saya berpendapat tidak ada kata lain kecuali sebuah tindakan tegas yg harus dilakukan oleh negara. Yakni, tenggelamkan kapal tersebut dan hukum mati pelakunya," ucapnya.

Politisi Partai Golkar ini menambahkan, penyelundupan sabu-sabu oleh warga negara Taiwan yang menggunakan kapal berbendera Singapura itu menjadi bukti bahwa Indonesia merupakan pasar utama bagi sindikat narkoba. Penyelundupan sabu-sabu hingga 1 ton jelas bukan jumlah kecil.

"Apalagi pengungkapan dalam skala besar ini bukan yang pertama. Artinya, dengan jumlah sebesar itu, sindikat meyakini bahwa barang haram ini pasti terserap pasar dan ini sungguh sangat memprihatinkan," tuturnya.

Dia lantas mencurigai kemungkinan oknum aparat di negara tetangga yang membiarkan narkoba itu lolos ke Indonesia. Sebab, kata Bamsoet, kapal MV Sunrise Glory berlayar dari Singapura.

"Patut ditelusuri, mengingat asal dan bendera yang digunakan berasal dari negara yang sekawasan dengan kita. Apakah ada indikasi adanya keterlibatan oknum negara tetangga, yang biasanya terkenal sangat ketat pengawasannya?" kata dia.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Kode Keras

Oleh karena itu, Bamsoet meminta Polri, BNN, dan TNI untuk menggunakan sumber daya yang ada untuk menelusuri hal itu. Bisa jadi, kata dia, penyelundupan 1 ton sabu-sabu itu memang murni oleh sindikat narkoba.

"Namun, bila ada indikasi keterlibatan perangkat atau oknum negara lain dalam kasus itu, Indonesia harus mengambil langkah-langkah lain yang diperlukan. Kita bangsa yang besar, akan sangat memalukan bila hal seperti ini kembali terulang," terangnya.

Mantan Ketua Komisi III DPR ini merasa perlu untuk membangun kepedulian seluruh elemen bangsa bahwa ancaman bahaya narkoba sangat nyata.

Dia pun mengapresiasi kekompakan jajaran TNI, BNN, Polri dan Bea Cukai sehingga upaya penyelundupan sabu-sabu dalam jumlah besar itu bisa digagalkan.

"Pengungkapan hari ini bukan pengungkapan biasa. Ini kode keras bahwa kita telah masuk ke zona perang melawan narkoba. Jangan ada lagi institusi atau oknum yang bermain-main," tegas Bamsoet.

Sebelumnya, Kapal Republik Indonesia (KRI) Sigurot 864 berhasil mengamankan kapal Sunrise Glory yang diduga memuat sabu 1 ton di selat Philips, Batam. Kejadian tersebut berlangsung pada Rabu 7 Februari 2018.

Komandan Gugus keamanan laut Armada Barat, Kolonel Laut (P) Bambang Irwanto menuturkan kecurigaan awal terhadap kapal yang diduga mengangkut sabu 1 ton ini, ketika berpapasan dengan patroli KRI Sigurot. Kapal tersebut seolah menghindar sehingga dilakukan pemeriksaan.

Setelah dilakukan pemeriksaan, ternyata kelengkapan dokumen kapal tidak memenuhi standar dan diduga palsu. Demikian juga dengan pengakuan awak kapal yang tidak sesuai dengan kenyataan yang terjadi.

"Mereka berlayar dengan bendera Singapura, tapi ABK bilang mereka dari Indonesia, ini sudah tidak betul," jelas Bambang Irwanto.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.