Sukses

Ini Alasan Agus Hermanto Ingin Paripurnakan RUU Penyiaran

Pembahasan RUU Penyiaran masih berlarut-larut. Ada rencana memparipurnakan RUU Penyiaran tanpa menunggu proses di Baleg selesai.

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua DPR RI Agus Hermanto menjawab polemik rencana memparipurnakan RUU Penyiaran. Ia menegaskan keputusan itu sudah sesuai mekanisme.

Menurut dia, pembahasan di Badan legislatif terlalu berlarut-larut. Namun, hingga saat ini Baleg belum juga berhasil mencapai kata sepakat.

"Kita enggak bisa menunggu terus sampai selesai atau harus menunggu sepakat, tentu pengambilan keputusan tertinggi ada di rapat paripurna," kata Agus di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (1/2/2018).

Baleg melalui wakilnya Firman Soebagyo sendiri menolak rencana itu. Ia menilai bila RUU Penyiaran tetap diparipurnakan, akan terjadi pelanggaran undang-undang.

Meski demikian, Agus punya pandangan berbeda. Karena pembahasan paripurna RUU Penyiaran sesuai mekanisme, ia berpendapat tak ada undang-undang yang dilanggar.

Dia menjelaskan Baleg diberi tengat RUU Penyiaran hingga akhir masa sidang kali ini. Sementara itu, berdasarkan jadwal DPR, rapat paripurna akan dilaksanakan pada 13 Februari 2018.

Karena itu, Agus mengatakan Baleg seharusnya segera mencapai kata sepakat, dan disetujui oleh semua fraksi di DPR.

"Kalau memang ini belum (mendapatkan keputusan) tentu RUU Penyiaran akan dibawa ke rapat paripurna," ujarnya.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Poin Perdebatan

Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Firman Soebagyo mengatakan, hingga saat ini Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran masih belum menemukan titik temu. Masih ada perdebatan soal penerapan single mux atau multi mux yang akan digunakan.

"Belum, belum ada pembahasan lagi. Masih tarik-menarik single dan multi (mux)," ujar Firman kepada Liputan6.com di Jakarta, Selasa (23/1/2017).

Menurut dia, bagaimanapun suatu undang-undang yang dihasilkan haruslah memberi keadilan bagi semua pihak, dalam hal ini pemerintah ataupun stasiun televisi swasta.

"Undang-undang itu kan harus berikan suatu rasa keadilan, artinya bahwa tidak ada diskriminasi," jelas Firman.

Dia mengatakan, penerapan single mux dan multi mux yang masih jadi pembahasan tidak boleh dimonopoli pihak mana pun.

"Kalau alasannya frekuensi itu tidak boleh dimonopoli, ya tentunya lembaga pemerintah enggak bisa monopoli karena bagi dunia penyiaran yang sudah eksis harus dipertahankan keberadaannya," papar Firman.

Terkait kapan RUU Penyiaran akan kembali dibahas, menurut Firman sampai saat ini masih belum terjadwal. "Belum kita jadwalkan," tegas Firman.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.