Sukses

Komunitas Betawi Tolak Jalan Warung Buncit Diubah ke AH Nasution

Komunitas Betawi menyayangkan Pemprov DKI tidak melibatkan pihak terkait saat memutuskan mengubah nama Warung Buncit menjadi AH Nasution.

Liputan6.com, Jakarta - Rencana perubahan nama Jalan Warung Buncit menjadi Jalan Jenderal Besar Dr AH Nasution mendapat penolakan dari perkumpulan masyarakat Betawi. Mereka menilai keputusan itu tanpa melalui musyawarah.

Peneliti kebudayaan Betawi, Yahya Andi Saputra, meminta Pemerintah Provinsi (Pemprov DKI) untuk tidak bertindak semaunya sendiri. Kalaupun harus ada pergantian nama Jalan Warung Buncit, katanya, harus melalui prosedur yang ada.

"Kita orang sini berharap jangan sembarang mengganti nama itu. Kalaupun diganti, harus melibatkan banyak orang, termasuk kita-kita. Kalau menggantikan sembarangan, berarti enggak memahami soal, apa nama jalan itu dan kearifan lokal," kata Yahya saat berbincang dengan Liputan6.com, Jakarta, Rabu (31/1/2018).

Dia menuturkan, informasi tentang pergantian nama tersebut diketahuinya pada spanduk yang tertempel di sebuah jalan. Yahya menyayangkan Pemprov DKI tidak melibatkan pihak terkait saat memutuskan hal tersebut.

"Belum ada (komunikasi). Lihatnya di spanduk, kok aneh. Kok, tiba-tiba ada begitu. Rencana itu tentu pasti melibatkan masyarakat sekitar," ujar dia.

Atas rencana tersebut, ia bersama teman-temannya berencana mengajukan protes hari ini. Sikap itu akan dituangkan dalam petisi penolakan perubahan nama jalan.

"Dengan kawan berupaya ketemu Pemprov DKI menyampaikan petisi ketidaksetujuan kepada Gubernur hari ini. Jangan seenaknya sendiri mengubah nama Jalan Warung Buncit tanpa memahami duduk persoalan yang sebenarnya," tegas dia.

Berikut isi petisi tersebut:

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Isi Petisi

PETISI PERKUMPULAN BETAWI KITA MENOLAK PERGANTIAN NAMA JALAN MAMPANG DAN BUNCIT SERTA SEKITARNYA DENGAN NAMA JALAN JENDERAL BESAR AH NASUTION

Yth. Bapak Gubernur Anies Baswedan, perlu Bapak ketahui bahwa selama lebih seperempat abad terakhir ini sudah begitu banyak nama-nama kampung dan jalan-jalan yang mengacu kepada memori kolektif masyarakat Betawi yang lenyap.

Misalnya, Pak, di Pondok Gede, ada nama Kampung Dua Ratus karena luasnya 200 ha, tapi sekarang sudah hilang dan masuk Kelurahan Halim. Seperti juga Kampung Pecandran dan Kampung Petunduan yang bukan hanya namanya, tetapi kampungnya pun sudah hilang.

Pembangunan yang tanpa wawasan sejarah dan bernafsu itu bukan hanya menguasai wilayah secara fisik, tetapi juga ingin menghapus ingatan dan semua memori budaya yang pernah hidup di wilayah masyarakat pendukung kebudayaannya. Gilas roda pembangunan bukan saja telah membuat orang Betawi tergusur dari kampung kelahirannya. Bahkan yang paling mengenaskan, memori sejarah mereka yang hidup di dalam nama-nama jalan juga kampung pun dihilangkan.

Oleh sebab itu, mengingat salah satu janji politik Pak Gubernur Anies Baswedan adalah merayakan kebudayaan Betawi dan mengangkat harkat martabat orang Betawi, maka kami dari perkumpulan Betawi Kita menilai salah satu langkah yang penting dari hal itu adalah menyelamatkan sejarah orang Betawi yang hidup di dalam nama-nama kampung. Bukan malah menggantinya atau membiarkan diganti.

Toponimi di belahan dunia mana pun selalu berkait dengan asal-usul dan sejarah tempat tersebut. Banyak nama situs, kawasan, monumen, dalam kajian arkeologi yang sebenarnya menyimpan informasi lebih dari sekedar kandungan benda arkeologis yang berada di tempat tersebut. Ada alasan dan latar belakang tertentu kenapa suatu nama dijadikan nama kampung atau lokasi tertentu. Maka, nama-nama kampung yang berbau lokal ini sangat penting sebagai bagian dari sejarah penduduk Jakarta.

Oleh karena itu, kami sangat menyesalkan kebijakan aparat Pemprov DKI Jakarta, yang seharusnya ikut mendukung kebudayaan Betawi, tapi justru telah menjadi bagian dari upaya mengganti nama jalan yang merupakan identifikasi dari nama kampung seperti yang terlihat saat ini pada Jalan Mampang dan Warung Buncit Raya. Dengan demikan pernyataan sikap ini kami sampaikan. Kami memohon agar Pak Anies Baswedan menyetop upaya penggantian nama Jalan Mampang dan Buncit Raya itu--karena merupakan manifestasi dari nama-nama kampung Betawi--dengan nama Jenderal Besar AH Nasution.

 

3 dari 3 halaman

Kenang Pahlawan

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sebelumnya menyatakan akan menindaklanjuti rencana mengubah nama Jalan Terusan Rasuna Said hingga TB Simatupang menjadi Jalan Jenderal Besar Dr AH Nasution. Rencana itu merupakan usulan Wali Kota Jakarta Selatan Tri Kurniadi.

"Nanti kita tindak lanjuti, kita akan lihat itu. Karena ada salah satu yang unik, ada seorang tokoh penting dalam pengamanan Pancasila, yaitu Abdul Haris Nasution. Justru Beliau belum dikenang sebagai salah satu nama jalan," kata Anies di Balai Kota Jakarta, Selasa (30/1/2018).

Dia mengatakan, dengan mengabadikan nama pahlawan menjadi nama jalan, maka akan mengingatkan masyarakat akan peran dan jasa pahlawan tersebut.

"Nama jalan tentu simbolik, tapi akan mengingatkan akan perannya, dan kita ingat di periode kritis AH Nasution mengambil peran yang penting," kata dia.

Jalan yang diusulkan berubah nama menjadi Jalan Jenderal Besar Dr AH Nasution, yaitu dari Jalan Terusan dari Jalan HR Rasuna Said (Kuningan), perbatasan Jalan Jenderal Gatot Subroto, Jalan Mampang Raya, Jalan Buncit Raya (Jalan Warung Jati Barat), hingga perbatasan Jalan TB Simatupang.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini