Sukses

Bawaslu: Polisi Penjabat Gubernur, Komando Beralih ke Mendagri

Rahmat menilai, kekosongan gubernur diisi oleh sosok jenderal polisi adalah sah saja.

Liputan6.com, Jakarta - Badan Pengawas Pemilu atau Bawaslu menyoroti usulan Kementerian Dalam Negeri soal perwira tinggi (pati) Polri yang menjadi penjabat gubernur. Hal ini menyusul dugaan akan adanya potensi kecurangan yang bisa mencederai demokrasi.

"Kita lihat apakah peraturan perundang-undangannya bermasalah atau tidak. Kita sedang mengkaji bisakah polisi aktif menjadi plt (pelaksana tugas) gubernur," kata Komisioner Bawaslu Rahmat Bagja di kantor DPP Golkar, Jakarta, Senin (29/1/2018).

Rahmat menilai, kekosongan gubernur diisi oleh sosok jenderal polisi adalah sah saja. Berkaca pada 2016, Mendagri pernah melantik Irjen Pol Carlo Brix Tewu sebagai Penjabat Gubernur Sulawesi Barat, menggantikan Pelaksana Harian (Plh) Ismail Zainuddin. Pelantikan ini atas dasar Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 143/P/2016.

"Jadi menurut saya tidak ada masalah. Tapi struktur komandonya pindah ke Mendagri, bukan di Mabes lagi, itu saja yang perlu diperhatikan," jelas dia.

Sementara itu, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo mengatakan, pihaknya memiliki dasar kuat mengajukan jenderal polisi aktif sebagai penjabat gubernur. Hal itu dilakukan untuk mengisi kekosongan jabatan kepala daerah saat proses pilkada berlangsung.

Tjahjo bersandar pada Pasal 201 Undang-Undang No 10 Tahun 2016 tentang Pilkada dan Pasal 4 ayat 2 Permendagri Nomor 1 Tahun 2018 tentang Cuti di Luar Tanggungan Negara.

"Ada UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada. Ada permendagri bahwa eselon 1 dan pejabat di bawah kementerian dan lembaga bisa diusulkan," ujar Tjahjo usai jadi pembicara di acara Rakor Baintelkam Polri, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Tidak Melanggar Aturan

Tjahjo menyatakan, wacana jenderal polisi aktif sebagai penjabat gubernur juga tidak bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri. Menurutnya, UU Polri justru memungkinkan perwira tingginya menjadi penjabat gubernur.

Padahal, dalam Pasal 28 ayat 3 UU Polri disebutkan bahwa anggota Polri dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun dari kepolisian.

"Kalau mundur itu kalau dia mau maju pilkada, masuk anggota DPR, DPRD. Ini hanya penjabat," kata dia.

Sementara pada Pasal 109 ayat 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) disebutkan bahwa jabatan pimpinan tinggi dapat diisi oleh prajurit TNI dan anggota Polri setelah mengundurkan diri dari dinas aktif.

Akan tetapi, Tjahjo enggan berdebat soal hukum. Yang pasti, pihaknya telah memiliki dasar hukum yang kuat. Apalagi Tjahjo punya pengalaman melantik dua jenderal pada Pilkada 2016 lalu, yakni Irjen Carlo Brix Tewu sebagai Plt Gubernur Sulawesi Barat dan Mayjen Soedarmo sebagai Plt Gubernur Aceh.

"Sudahlah. Kalau bicara hukum macem-macem banyak. Kita hargai (perbedaan pandangan). Kita enggak bisa salahin. Pendapat hukum semuanya pro-kontra ada. Tapi saya menyampaikan pengalaman, sudah (ada contoh)," ucap Tjahjo.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.