Sukses

Pengamat Hukum: Pesan Kamar RS Setya Novanto Bukan Tugas Advokat

KPK menemukan dugaan rekayasa rekam medis Setya Novanto usai kecelakaan yang dilakukan pengacaranya, Fredrich Yunadi.

Liputan6.com, Jakarta - Mantan penasihat hukum terdakwa e-KTP Setya Novanto, Fredrich Yunadi, ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Rabu, 10 Januari 2018.

KPK menemukan dugaan rekayasa rekam medis Setya Novanto usai kecelakaan pada pertengahan November 2017 silam.

Beberapa pihak yang membantu Setya Novanto itu pun disangkakan dengan Pasal 21 UU Tipikor atas upaya menghalang-halangi penyidikan tindak pidana korupsi. Salah satunya, Fredrich. Namun, Fredrich Yunadi beserta tim penasihat hukum dari DPN Peradi menduga adanya upaya kriminalisasi terhadap profesi advokat.

Menurut Peradi, langkah-langkah yang selama ini ditempuh Fredrich merupakan style advokat dalam membela klien. Melalui pesan singkat, Fredrich juga melampirkan bunyi Pasal 16 UU Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat yang mengatur mengenai imunitas pengacara.

Bagaimana sesungguhnya imunitas advokat tersebut berlaku?

Pengamat hukum Universitas Indonesia (UI), Junaedi, menilai apa yang dilakukan Fredrich tidak termasuk dalam tugas seorang advokat. "Kalau kayak gitu, itu bukan tugas advokat, ya," ujar Juanedi kepada Liputan6.com, Rabu, 10 Januari 2018.

Menurut dia, pembelaan dalam advokat diatur dalam surat kuasa. Surat kuasa itu memuat dasar yang harus dilakukan seorang pengacara, yakni membela hak kepentingan klien.

"Apakah itu dalam rangka hak kepentingannya klien? Kecuali misalkan dia dalam keadaan sakit, klien itu dipaksa untuk dibawa ya. Dia (advokat) bisa mempertahankan haknya klien bahwa ini dia (klien) dalam keadaan sakit. Kalau ini kan belum ada kejadian apa-apa," jelas Junaedi.

Dalam hal ini, tindakan Fredrich Yunadiyang diduga merangkai kecelakaan Setya Novanto tidak termasuk dalam kegiatan membela hak kepentingan klien. "Jadi harus dibedakan, dalam membela hak itu adalah kalau ada pertarungan dengan wewenang," tegas Junaedi.

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Etika dan Imunitas Advokat

Menurut mantan peneliti Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia FH UI ini, ada kode etik dasar yang harus dipegang seluruh advokat.

"Jadi satu hal yang paling penting sih kode etik di dalam membela kepentingan klien itu bukanlah membela kesalahan tapi yang dibela itu adalah hak hukumnya," tutur Junaedi.

Kode etik ini juga berlaku untuk pihak ketiga dalam suatu kasus. "Kaitannya dengan perdata. Misalkan bertemu dengan hakim enggak boleh sendiri, harus dengan pengacara yang lain. Dan enggak boleh ajarin saksi, misalnya ada saksi yang memberatkan nih, saksi ini di adjust sebelum menyampaikan kesaksian, 'nanti kamu gini-gini ya' nah itu enggak boleh," terang Junaedi.

Selain itu, Junaedi menambahkan, sesungguhnya klien hukum juga memiliki kode etik yang harus dipatuhi.

Pengajar hukum pidana UI itu melanjutkan, seorang advokat harus menjaga pernyataan di depan umum untuk kepentingan pembelaan. Dalam hal ini, advokat dilarang memberikan pembelaan yang berlebihan. "Harus juga dilakukan secara proporsional," imbuh Junaedi.

Adapun imunitas advokat sendiri hanya berlaku saat melaksanakan tugas dalam pengadilan. Junaedi menyatakan imunitas hanya terkait dengan pembelaan saat persidangan baik sidang terbuka maupun sidang tertutup.

"Imunitas itu hanya berlaku kalau pernyataan pendapat pembelaan itu dilakukan di dalam sidang pengadilan," kata Junaedi. Junaedi menegaskan bahwa apa yang terjadi di luar pengadilan bukan termasuk dalam imunitas advokat.

 

3 dari 3 halaman

Style Advokat

Dalam membela klien, advokat kerap kali terkesan "liar". Pengacara tak jarang muncul di hadapan pers, mengeluarkan pernyataan-pernyataan yang sulit diterima akal sehat. Mereka tak malu melancarkan segala cara untuk membela klien.

Junaedi melihat hal tersebut tidak terkait sebagai gaya pembelaan, tapi kepribadian dari advokat itu sendiri.

"Itu sih kelihatannya memang bukan masalah style, tapi masalah personality. Karena seharusnya advokat itu dalam membela perkara itu justru enggak boleh terlalu banyak pernyataan di luar pengadilan," ungkap Junaedi.

Menurut Junaedi, pernyataan di luar sidang itu bisa dibawa ke pengadilan sehingga advokat seharusnya menjaga setiap ucapan selama pembelaan klien.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.