Sukses

MA Batalkan Pergub, Kenapa Motor Masih Dilarang Lintasi Thamrin?

Pesepeda motor yang nekat melewati jalan protokol masih tetap ditilang hingga pergub pelarangan resmi dicabut.

Liputan6.com, Jakarta - Pemprov DKI akan mencabut Peraturan Gubernur DKI Nomor 195 Tahun 2014 terkait pembatasan lalu lintas sepeda motor di Jalan M.H. Thamrin, Jakarta Pusat, usai Mahkamah Agung memutuskan membatalkan Pergub tersebut.

Kepala Dinas Perhubungan DKI Andri Yansyah mengatakan, pesepeda motor yang nekat melewati jalan protokol masih tetap ditilang hingga Pergub pelarangan resmi dicabut.

"Iya (ditilang), kan, hasil dari keputusan MA ditindaklanjuti dengan pergub pencabutan. Kan, begitu? Nah, sekarang kan kita dalam proses pergub pencabutan," kata Andri di Balai Kota Jakarta, Selasa (9/1/2018).

Menurut Andri, Rabu (10/1/2018) besok pihaknya bersama Dirlantantas akan mengadakan rapat untuk membahas tindak lanjut keputusan MA itu.

"Besok di bawah koordinasi dari biro hukum mengundang Dirlantas Polda Metro Jaya. Keputusan (tindak lanjut) ini akan dibahas pada saat rapat besok," ujarnya

Rencananya, esok usai rapat Dishub akan mulai menurunkan rambu-rambu pelarangan sepeda motor di Thamrin.

"Rencananya setelah besok kita melakukan rapat kita akan menurunkan rambu-rambunya dulu. Rambu-rambu kita copot dulu, setelah itu hasil putusan rapat seperti apa kita laksanakan. Tapi yang jelas secepatnya akan kita lakukan pencabutan," ujarnya

Andri mengatakan untuk mencegah jalan protokol kembali semerawut, diperlukan dorongan agar masyarakat naik transportasi publik. Oleh karena itu, penerapan OK Otrip perlu dipercepat.

"Pokoknya gini semua permasalahan yang ada di transportasi kita ambil hikmahnya saja berarti mau tidak mau mempercepat proses OK Otrip," katanya

Lima Solusi

Pemprov DKI, Andri menambahkan, memiliki lima solusi untuk mengurai kemacetan dan kesemrawutan lalu lintas di Jakarta, yakni Ok Otrip, LRT dan MRT, percepatan pembangunan infrastruktur, ERP, dan parkir.

"Melihatnya positive thinking saja, dalam arti kata merupakan pecut bagi kita pertama untuk segera merealisasikan angkutan umum yang bagus berarti untuk sesegera mungkin mengimplementasikan OK Otrip keseluruhan walaupun nanti tanggal 15," kata Andri.

"Kedua, kita juga ber-positive thinking aja untuk mempercepat LRT, MRT. Ketiga, mau tidak mau mempercepat infrastruktur yang ada, bukan hanya di Sudirman-Thamrin. Keempat, pelaksanaan ERP juga harus dipercepat dan kelima kita harus bisa mengendalikan parkir secara optimal," Andri menandaskan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Alasan Larangan Sepeda Motor Lintasi Jl Thamrin Dibatasi

Mahkamah Agung (MA) menerima permohonan dari Yuliansyah Hamid dan Diki Iskandar mengenai peraturan gubernur (Pergub) DKI Jakarta Nomor 195 Tahun 2014 Tentang Pembatasan Lalu Lintas Sepeda Motor.

Dengan demikian, MA membatalkan Pergub Nomor 195 Tahun 2014 yang dibuat pada masa kepemimpinan Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok sebagai Gubernur DKI Jakarta.

"Mengabulkan permohonan keberatan hak uji materiil dari para pemohon Yuliansyah Hamid, Diki Iskandar," kata Ketua Majelis Hakim MA Irfan Fachruddin, seperti dikutip dalam salinan putusan MA, Senin (8/1/2018).

Irfan menjelaskan, Pasal 1 ayat (1) dan ayat (2) Pergub Nomor 195 Tahun 2014 juncto Pasal 3 ayat (1) dan ayat (2) Pergub Nomor 141 Tahun 2015 Tentang Perubahan atas Pergub Nomor 195 Tahun 2014, bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, yaitu - Pasal 133 ayat 1 UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Pasal 11 UU Nomor 39 Tahun 1999 Tentang HAM serta, Pasal 5 dan 6 UU Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

Dia mengatakan, Pasal 1 ayat (1) dan ayat (2) Pergub Nomor 195 Tahun 2014 tentang pembatasan lalu lintas sepeda motor juncto Pasal 3 ayat (1) dan ayat (2) Pergub DKI Nomor 141 Tahun 2015 tentang perubahan Pergub 195 Tahun 2014 tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

MA juga memerintahkan kepada Panitera Mahkamah Agung untuk mengirimkan petikan putusan ini kepada Percetakan Negara untuk dicantumkan dalam Berita Negara.

"Menghukum Termohon untuk membayar biaya perkara sebesar Rp 1.000.000," kata Irfan.

MA memutuskan hal tersebut dalam rapat permusyawaratan Mahkamah Agung pada Selasa, 21 November 2017. Ketua Majelis Hakim yang memutuskan adalah Irfan Fachruddin dengan anggota Majelis Yosran dan Is Sudaryono.

Saksikan video pilihan berikut ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.