Sukses

2,5 Tahun Kasus Kondensat Mandek di Kejagung

Kasus dugaan korupsi penjualan kondensat milik negara antara PT Trans Pasific Petrochemical Indotama (TPPI) dan BP Migas mandek.

Liputan6.com, Jakarta - Kasus dugaan korupsi penjualan kondensat milik negara antara PT Trans Pasific Petrochemical Indotama (TPPI) dan BP Migas mandek di Kejaksaan Agung mandek lebih dari dua tahun. Padahal, berkas perkara yang telah disusun oleh penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri telah empat kali dilimpahkan. Namun, berkas itu belum dinyatakan lengkap oleh Kejagung.

"Penyidik telah menyelesaikan Berkas Perkara PT TPPI/Kondensat dengan men-splitsing menjadi dua berkas perkara yaitu berkas perkara dengan tersangka Raden Priyono dan Djoko Harsono serta berkas perkara dengan tersangka Honggo Wendratno," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Pol Mohammad Iqbal dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Selasa (19/12/2017).

Sejak Mei 2015, penyidik Bareskrim Polri sudah menetapkan tiga tersangka atas kasus kondensat ini. Mereka adalah mantan Kepala BP Migas Raden Priyono, mantan Deputi Finansial Ekonomi dan Pemasaran BP Migas Djoko Harsono, dan eks Direktur Utama TPPI Honggo Wendratno.

Tetapi yang sudah ditahan penyidik hanya Raden Priyono dan Djoko Harsono. Sementara Honggo Wendratno belum ditahan karena menjalani perawatan pascaoperasi jantung di Singapura.

Pada akhir 2017, Bareskrim Polri kembali menindaklanjuti perkara tersebut dengan menggarap berkas perkara dengan tersangka Honggo Wendratno. Hanya saja, pihak Bareskrim belum mau buka suara terkait berkas perkara Honggo yang sudah dilimpahkan ke Kejagung.

"Itu materi. Kalau berkasnya sudah dikirim, berarti sudah ada pemeriksaan," ucap Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri Brigjen Agung Setya saat dihubungi soal kasus kondensat di Jakarta, Selasa (19/12/2017).

Agung mengaku pihaknya telah memenuhi petunjuk formil dan materiil dari Jaksa Penuntut Umum (JPU). Namun ketika disinggung apakah optimistis berkas perkara bisa naik ke penuntutan, Agung hanya menjawab diplomatis. "Itu tanya Kejaksaannya saja," singkat Agung.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Puluhan Triliun Kerugian Negara

Seiring berjalannya kasus itu, penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri telah mengantongi kerugian negara atas kasus dugaan korupsi penjualan kondensat milik negara antara PT Trans Pasific Petrochemical Indotama (TPPI) dan BP Migas.

Kasubdit Tindak Pidana Pencucian Uang ketika itu dijabat Kombes Golkar Pangarso membeberkan jumlah kerugian negara atas kasus tersebut. Dari hasil perhitungan kerugian negara (PKN) yang dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), diketahui kerugian negara atas kasus tersebut sebesar US$ 2,7 miliar atau setara Rp 38 triliun.

"Jumat pekan kemarin kami terima. Perkara korupsi itu, jika merujuk pada PKN BPK, telah merugikan negara sebesar US$ 2,7 miliar atau jika dengan nilai tukar saat ini sebesar Rp 38 triliun," kata Golkar saat dihubungi di Jakarta, Senin 25 Januari 2016 silam.

 

3 dari 3 halaman

Lebih Besar dari Kasus Century

Kombes Golkar mengungkapkan, berdasarkan hasil komunikasi dengan pihak BPK, besaran kerugian negara yang diakibatkan atas kasus penjualan kondensat ini sangat besar. Bahkan melebihi perkara kasus dugaan korupsi Bank Century.

"Berdasarkan komunikasi dengan BPK saat kami menerima PKN, itu adalah nilai kerugian negara terbesar yang pernah dihitung BPK dan disidik oleh polisi. Sebelumnya kan yang paling besar itu perkara Century," terang Golkar.

Belakangan mandeknya penyidikan korupsi penjualan kondensat lantaran jaksa berkeyakinan bahwa kasus tersebut adalah perdata. "Kita yakin bahwa kasus TPPI ada tindak pidana. Bukan perdata yang selama ini berkembang," kata Golkar di Jakarta, Senin 7 Maret 2016.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.