Sukses

HEADLINE: Candu Gim Online Lebih Bahaya dari Narkoba?

Meski tak seekstrem hingga kehilangan nyawa, ancaman lain ternyata mengintai para pecandu gim online.

Liputan6.com, Jakarta - Ini adalah fakta yang harus dicermati: kecanduan gim online bisa menyebabkan kematian. Di Korea Selatan, misalnya, seorang pemuda meregang nyawa di kafe internet setelah bermain selama 50 jam tanpa henti.

Pun dengan seorang pria Taiwan yang ditemukan tewas di depan komputer setelah tiga hari berturut-turut bermain gim online, tanpa jeda. Ada juga bocah 3 tahun di Korsel yang tewas karena ditelantarkan orangtuanya yang tersihir permainan daring. 

Permainan itu juga diduga memicu sikap agresif. Di China, seorang remaja 15 tahun tega menusuk ibunya sendiri hingga tewas, hanya karena sang bunda dianggap mengganggunya saat ia main di warnet.

Kisah lebih tragis juga terjadi di Tiongkok. Ibu dan anak sama-sama bunuh diri. Semua itu gara-gara gim online. 

Meski tak seekstrem hingga kehilangan nyawa, ancaman lain ternyata mengintai para pecandu gim online.

Tsani Kurniawan termasuk masih mendingan. Ia mengaku kecanduan gim online. Tak perlu ke warnet dan membayar sekitar Rp 4.000 per jam. Pemuda 26 tahun itu cukup buka laptop di kamar kos dan mengandalkan paket internet.

Setiap hari ia memainkan gim Dota2. "Bangun, makan dulu, langsung main. Dari jam 19.00 malam sampai subuh. Terhitung kecanduan ini," kata dia saat di temui di rumah kosnya Depok, Jawa Barat.

Kebiasaannya itu diakuinya sempat mengganggu perkuliahannya di salah satu universitas negeri ternama di Depok. "Menyelesaikan skripsi sampai 2 tahun sih," kata dia.

Tak hanya memengaruhi studi, kebiasaannya main gim online membuatnya tak sempat bersosialisasi. "Banyak teman-teman ngajak ketemuan, tapi saya tidak menanggapi, terus mereka ngamuk," kata dia.

Apa yang dialami L lebih parah. Siswa kelas 3 SMA itu menghabiskan waktu 12 jam sehari untuk bermain gim online. Sejak pulang sekolah hingga pagi.

Akibatnya, ia kurang tidur. Meski sekolahnya dimulai pukul 12.00 hingga petang, nyaris tak ada lagi energinya untuk mengikuti pelajaran.  

"Kalau dulu, kumpul sama teman sampai malam, sampai saya khawatir. Sekarang enggak mau. Main futsal juga enggak mau," kata sang ibu, Nyonya P, kepada Liputan6.com.

Perempuan itu menambahkan, putra tunggal itu kerap melampiaskan emosinya. Kadang berteriak keras. Tak jarang, ia nampak gelisah berlebih.

"Emosi, menangis, sampai teriak-teriak. Mungkin, dia kalah main gim. Saya kurang tahu persis apa yang dimainkan. Sepertinya sih yang seperti perkelahian, perang-perangan," kata dia. Perempuan itu juga mengamati, L menjadi agresif. 

Sang ibu tak mau berdiam diri. Demi keselamatan putra kesayangannya, ia membawanya ke psikiater. 

"Setelah saya bawa ke psikiater, dikasih obat, baru ia tenang sedikit,” kata Nyonya P saat ditemui di kediamannya, Bekasi, Jawa Barat.

Untung L segera ditangani. Psikiater yang membantu pemulihannya, Suzy Yusna menegaskan, pengaruh gim online yang berlebihan tidak boleh disepelekan. 

Salah satu dampaknya, menurut dokter ahli kejiwaan itu, bisa memicu perubahan perilaku seseorang. "Games memengaruhi otak secara psikis. Secara emosionalnya dia juga terganggu. Secara tak sadar, pasien meniru perilaku yang ditampilkan gim online tersebut," kata dia pada Liputan6.com, saat ditemui tempat praktiknya di RSJ Soeharto Heerdjan.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Waspada Narkolema, Narkotika Lewat Mata

Kondisi ini dikaitkan erat dengan gim online: narkolema alias narkotika lewat mata. Istilah tersebut merujuk pada efek candu dan merusak dari tayangan yang menarik perhatian seseorang.

Menurut Penelitian para psikolog yang tergabung dalam American Medical Associations (AMA), ketika bermain gim online, terjadi pelepasan zat yang menimbulkan perasaan senang dan nyaman, seperti ketika melakukan hobi yang disuka dan makan enak.

Hal yang sama juga muncul ketika seseorang mengonsumsi narkotika dan menonton film porno.

Menurut Psikiater Suzy Yusna, candu gim online lebih bahaya dari narkoba. Apa alasannya?

"Pecandu narkoba itu ada batas toleransi, kematian atau jadi sakau. Kalau gim online tidak ada efek itu. Tiba-tiba sudah rusak otaknya. Otomatis, kalau sudah rusak tidak bisa berpikir lagi," kata dia. 

Psikiater sekaligus dokter jiwa anak dan remaja ini menambahkan, tak hanya menjadi candu, dampak negatif memainkan gim online datang dari konten-kontennya, yang bermuatan pornografi dan kekerasan, terutama yang ditonton anak di bawah umur. 

"Secara psikis, secara emosionalnya dia juga terganggu... Misalnya, tiba-tiba dia dorong teman, tiba-tiba memukul, misalnya," kata Suzy.

Ia menjelaskan, penanganan pasien kecanduan gim online biasanya lewat konsultasi terlebih dulu. Kemudian, dengan pemeriksaan lebih mendalam dengan beberapa alat medis.

Pemeriksaan secara medis dimulai dengan brain mapping menggunakan Electroencephalogram (SSG) untuk mencatat aktivitas gelombang otak selama kurun waktu tertentu.

Alat ini digunakan untuk melihat tingkat konsentrasi dan ketegangan otak -- masalah yang kerap timbul dari serangan narkolema.

"Untuk kecanduan, kita bisa memetakan, sejauh mana kecanduannya. Nanti kita tahu apakah butuh terapi lain atau obat-obatan," kata Suzy sambil menerangkan alat-alat yang ada di ruangnya.

"Kalau dia sudah parah sekali, semuanya melambat, otak tidak berfungsi dengan baik, berpikirnya jadi lambat, cepat lupa, berpengaruh juga ke aktivitas sosialnya," tambah dokter berjilbab itu. 

Sementara, psikiater dan dokter jiwa di RSJ Soeharto Heerdjan, Isa Multazam Noor mengatakan, pasien kasus kecanduan gim online dan ketagihan ponsel (smartphone addict) meningkat tiap tahunnya.

"Selama 2017 ini ada sekitar 5 pasien, setiap bulannya, yang datang untuk konsultasi," kata dia.

Meski baru itungan jari, peningkatan tersebut signifikan dibanding tahun 2016 yang hanya sekitar 2 sampai 3 pasien. Yang datang biasanya di usia remaja dan dewasa.

"Kecanduan gim online bisa dikatakan sama bahayanya dengan kecanduan napza (narkoba,  psikotropika, dan zat adiktif). Bedanya, kecanduan ini sifatnya silent atau non-zat, dampaknya tak nampak secara fisik," kata dia kepada Liputan6.com.

Dokter Isa menjelaskan, peningkatan kasus kecanduan gim online dan media sosial berkaitan dengan mudahnya mendapatkan ponsel dan mengunduh aplikasi. Padahal, "smartphone addiction ini bisa merambah pada kecanduan lain. Misalnya pornografi."  

3 dari 3 halaman

Dari Gim Jadi Duit

Menurut Global Games Market Report di tahun 2017, kosumen video game terbanyak berada di Asia Pasifik. Jumlahnya mencakup 47 persen konsumen global. 

Indonesia menduduki peringkat ke-16 pasar games di dunia. Saat ini, setidaknya ada 43,7 juta pemain gim di tanah air. Mereka bisa menghabiskan Rp 12 triliun per tahun untuk bermain.

Pemerintah pun meningkatkan pengawasan dan regulasi keberadaan industri gim di Indonesia. "Kita sudah buat regulasi, klasifikasi permain interaktif elektronik, Indonesia Game Rating System (igrs.com)," jelas Luat Sihombing, Kepala Seksi Manajemen Audit Penyelenggara Sistem Elektronik Kementerian Komunikasi dan Informatika. 

IGRS merupakan implemetasi peraturan Menkominfo Nomor 11 Tahun 2016 tentang klasifikasi permainan interaktif elektronik, berdasarkan konten dan rating usia.

Luat menambahkan, fungsi regulasi yang ditentukan oleh Kemkominfo dalam IGRS dibuat untuk meningkatkan kepedulian masyarakat atas produk gim yang dimainkan.

Itu juga bisa jadi panduan bagi orangtua untuk mengawasi gim-gim yang dimainkan anak-anak mereka.

Peran orang tua dalam mengawasi permainan video gim anak-anak justru bisa memberikan dampak positif bagi anak-anak di masa mendatang. Hal ini terbukti dengan kesuksesan duo kakak beradik, Tara Art Game.

Mereka sukses menjadi bintang situs berbagi video, punya 500 ribu penonton di setiap rekaman soal ulasan berbagai gim online dan offline. 

Dalam dua tahun terakhir, mereka bisa mendapatkan sekitar US$ 5.000 per video. Kini, Tara (28) dan Gema (23) dibanjiri permintaan developer gim untuk mereview produk mereka. 

Tawaran endorsment pun datang dari berbagai perusahaan elektronik yang berhubungan dengan perangkat gim (konsol) untuk dipromosikan di akun jejaring sosial mereka. 

Padahal, Tara dan Gema mengaku, dulu dibatasi main gim oleh orangtua. Diawasi ketat. Tak jarang, ayah dan ibunya bermain bersama mereka.

"Sekarang video game adalah salah satu pekerjaan kami. Baru sekarang kita main bisa main 4 sampai 5 jam per hari," kata Gema. 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.