Sukses

Kursi Setya Novanto di Golkar Mulai Digoyang

Ketua DPD I Partai Golkar Dedi Mulyadi mengatakan setidaknya ada 20 DPD tingkat I sepakat untuk mendorong munaslub ganti Setya Novanto.

Liputan6.com, Jakarta - Kekuatan Setya Novanto di Partai Golkar dan DPR seakan tak ada habisnya. Meski sudah ditetapkan sebagai tersangka kasus e-KTP dan telah ditahan di rutan KPK, namun posisinya sebagai Ketua Umum Golkar dan Ketua DPR tak tergoyahkan.

Sementara untuk menjalankan tugasnya sehari-hari sebagai Ketua Umum, Golkar menunjuk Idrus Marham sebagai pelaksana tugas.

"Rangkaian kesimpulan pertama menyetujui Idrus Marham sebagai Plt (pelaksana tugas) sampai ada putusan praperadilan," ujar Nurdin di Kantor DPP Partai Golkar, Jakarta Barat, Selasa 21 November 2017.

Apabila gugatan Setya Novanto diterima dalam proses praperadilan, maka tugas Plt Idrus Marham dinyatakan berakhir.

Namun kini, kursi Setya Novanto di pucuk pimpinan Golkar mulai digoyang dari bawah.

Ketua DPD I Partai Golkar Dedi Mulyadi mengatakan setidaknya ada 20 DPD tingkat I yang sepakat untuk mendorong adanya Musyawarah Luar Biasa (Munaslub).

"Kami lagi konsolidasi DPD I ada 20 lah yang sudah berkomitmen untuk mengajak lainnya, nggak usah disebutin, yang jelas Jawa sudah semuanya," tutur Dedi Mulyadi ditemui di Kawasan Cikini Jakarta Pusat, Sabtu (25/11/2017).

Dorongan Munaslub, kata Bupati Purwakarta itu dilakukan untuk kembali membuat Golkar berjaya. Dia menekankan saat ini permasalahan yang dihadapi Golkar tak bisa hanya disikapi lewat rapat pleno atau rapat pimpinan nasional.

"Saya akan senantiasa konsisten harus mengambil langkah-langkah penyelesaian pergantian pimpinan Partai Golkar," jelas Dedi.

Dorongan untuk segera munaslub tidak hanya dari bawah. Namun, para elit Golkar yang berseberangan dengan Setya Novanto juga mendorong agar munaslub segera dilaksanakan.

Sekretaris Dewan Pembina Partai Golkar Fadel Muhammad mengatakan, roda organisasi harus segera pulih. Salah satu cara yang harus ditempuh adalah dengan menggelar munaslub.

“Saya usulkan Desember di Jakarta, Golkar menggelar munaslub,” kata Fadel kepada Liputan6.com di Jakarta, Kamis (23/11/2017).

Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan ini menyampaikan, Golkar harus menggelar munaslub agar bisa mengikuti pilkada serentak 2018 serta Pileg dan Pilpres 2019. Sebab, aturan kepemimpinan Golkar di bawah pelaksana tugas ketua umum saat ini tidak ada dalam AD/ART Golkar.

"Makanya kita fokus untuk merencanakan munaslub," ujar dia.

Fadel menambahkan, sebagai partai besar, Golkar tidak boleh absen dalam agenda-agenda politik nasional.

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Kecewa dengan Hasil Pleno

Ketua Dewan Pakar DPP Partai Golkar Agung Laksono (kanan) bersama anggota Dewan Pakar Golkar Ganjar Razuni (kiri) saat rapat dewan pakar di Kantor DPP Golkar, Jakarta, Senin (20/11). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Ketua Dewan Pakar Partai Golkar Agung Laksono mengaku menyimpan kekecewaan karena hasil dari rapat pleno yang salah satunya membahas soal Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto itu tidak sesuai dengan harapannya.

"Rasanya kok masih belum seperti yang diharapkan sepenuhnya, yaitu pertama, mengenai penetapan Plt Ketua Umum Idrus Marham," ujar Agung di kawasan Jakarta Selatan, Rabu, 22 November 2017.

Bagi Golkar, lanjut dia, apakah itu sekjen atau posisi lain, sepanjang dia pengurus DPP Partai Golkar tidak ada masalah untuk diangkat sebagai plt. Apalagi dalam situasi seperti sekarang, ada keadaan yang cukup genting.

"Plt Ketua Umum itu harus ditugaskan bukan hanya sekadar menjalankan kepemimpinan partai, tapi menyiapkan musyawarah nasional luar biasa (munaslub), yang diselenggarakan akhir tahun ini," ucap Agung.

Ia menegaskan, penyelenggaraan munaslub Partai Golkar ini selambat-lambatnya dilakukan pada akhir tahun 2018. "Di situ hal yang penting dan itu akan menjawab kegelisahan selama ini," tegas Agung.

Dia mengatakan, apabila kondisi DPP Partai Golkar terus menerus seperti sekarang ini, maka tidak menutup kemungkinan Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Golkar mengambil alih.

"Mungkin saja DPD provinsi akan bersatu kemudian men-take over. Ini harus dicegah sebelum terjadi, sebaiknya kompromi dengan situasi, lalu mencari solusi yang semua bisa menerima," tuturnya.

Sikap Partai Golkar, lanjut Agung, di satu sisi menghormati, tapi di sisi lain juga harus respek terhadap Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto yang sekarang sedang dalam tahanan dan menghadapi masalahnya secara sungguh-sungguh.

"Tapi pada sisi lain, kita juga harus menyadari bagaimana menjalankan partai ini. Ini bagaimana dua-duanya. Tidak mungkin juga langsung semena-mena melupakan dia (Novanto)," terang Agung.

"Mungkin ada cara lain yang dilakukan partai dalam memberikan atensi sebagai bentuk respek, simpati kepada seseorang yang pernah menjadi ketua umumnya. Tapi jangan kemudian tanpa kepastian," sambung dia.

Dengan adanya munaslub, lanjut Agung, maka akan ada kepastian. Dan itu semua, kata dia, tidak tergambar dalam keputusan rapat pleno Partai Golkar pada Selasa lalu.

"Apalagi hal yang berikutnya sepertinya Pak Idrus Marham jadi tunggal. Dia ketua umum, dia sekjen. Saya kira kurang bagus," tutur Agung.

3 dari 3 halaman

Siapa Pengganti Setya Novanto?

Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto. (Foto: Humas Menperin)

Pada Senin 20 November 2017, Presiden Joko Widodo memanggil Menteri Perindustrian Airlangga Hartato serta Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan. Keduanya adalah kader Golkar.

Usai pertemuan itu, nama Airlangga Hartarto disebut sebagai calon kuat untuk menggantikan posisi Setya Novanto.

"Airlangga orang baik. Mana saja bisa," kata Luhut usai bertemu Presiden Jokowi di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (20/11/2017).

Kendati begitu, Luhut enggan ikut campur terlalu jauh soal pergantiaan Ketua Umum Partai Golkar. Menurut dia, Golkar adalah partai yang sudah matang dan dapat menyelesaikan masalah secara mandiri.

"Biarlah Golkar memproses sendiri. Jangan kita terlalu banyak nyampurin. Jadi bikin suasana enggak enak. Mereka sudah cukup matang memproses sendiri, mana yang terbaik buat Golkar," ujar Politikus senior Golkar itu.

Sementara itu, Airlangga Hartato juga menanggapi soal dirinya yang digadang-gadangkan menjadi Ketua Umum Partai Golkar, menggantikan Setya Novanto yang ditahan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Airlangga mengatakan, dirinya hanya bergantung kepada dua hal.

"Pertama, saya bergantung kepada aspirasi yang berkembang di daerah," kata Airlangga usai bertemu dengan Presiden Jokowi di Istana Kepresidenan.

Tak hanya itu, Airlangga yang juga Ketua Koordinator Bidang Perekonomian Partai Golkar itu tergantung kepada Presiden Jokowi. Pasalnya, dirinya kini masih menjabat sebagai menteri di Kabinet Kerja.

"Kedua, kepada bapak (Presiden Jokowi). Saya kan pembantu Presiden dan kader partai,” jelas Airlangga.

Pengamat Politik CSIS J Kristiadi menilai, Koordinator Bidang Ekonomi DPP Partai Golkar, Airlangga Hartarto menjadi salah satu kader Golkar yang paling berpeluang besar menggantikan Setya Novanto.

Kristiadi mengatakan, perannya saat ini di pemerintahan sebagai Menteri Perindustrian membuat dia dianggap sebagai sosok profesional yang dapat membawa perubahan bagi partai berlambang beringin itu.

"Airlangga Hartarto cocok menurut saya (jadi Ketum), beliau aktif melakukan reformasi konstitusi, dia profesional, memang bukan politisi. Orang profesional lebih punya nurani dan empati," ujar Kristiadi di acara diskusi di Kantaor PARA Syndicate di Jakarta Selatan, Jumat (24/11/2017).

Dengan terjeratnya Setya Novanto pada kasus dugaan korupsi e-KTP, Kristiadi menilai Novanto harus sadar dan tidak memikirkan dirinya sendiri melainkan harus memikirkan DPR RI dan Partai Golkar.

"Novanto harus sadar, dia adalah ketua umum partai golkar, Setnov adalah ketua DPR RI yang punya kedudukan mulia, kalau sudah seperti ini dia tidak bisa memikirkan dirinya sendiri.

Terkait dengan kemungkinan adanya upaya simpatisan Setya Novanto mengusung calon ketua umum di Munaslub, Kristiadi memprediksi sulit kemungkinan calon tersebut meraih dukungan dari daerah.

"Yang dipikirkan harusnya institusi lembaga rakyat yaitu DPR, bukan malah mengorbankan partainya dengan memberikan kepercayaan kepada Plt,’" ucap dia.

Setya Novanto, kata Kritiadi harus mundur dari kursi Ketua DPR dan Ketum Golkar. "Dia harus mundur, itu justru jadi pupuk suburnya Golkar yang akan datang. Tapi kalau dia bertahan, dialah yang menggali kubur untuk menguburkan golkar itu sendiri," kata dia.

Dukungan terhadap Airlangga sebelumnya juga disampaikan politikus Golkar Yorrys Raweyai.

Dia memandang Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menjadi sosok yang tepat, untuk menyelamatkan partai dengan menggantikan posisi Setya Novanto sebagai Ketua Umum Partai Golkar.

"Golkar ini harus bisa. Kita tidak kekurangan kader, sekarang itu kelihatannya ke Airlangga Hartarto," jelas Yorrys.

Dia menjelaskan, kejadian selama dua hari berturut-turut mulai dari penangkapan ataupun penetapan daftar pencarian orang (DPO) terhadap Setya Novanto, sangat memukul Partai Golkar. Selain itu, kondisi ini membuat Partai Golkar menjadi sulit berkonsolidasi.

Ditambah lagi, lanjut dia, mulai 2018 kita sudah memasuki tahun politik hingga 2019. Misalnya, awal tahun depan sudah ada penetapan calon kepala daerah di berbagai wilayah yang membutuhkan konsentrasi tinggi dan langkah cepat kader partai.

"Mungkin minggu depan kita sudah mulai melakukan konsolidasi (untuk mengganti Ketua Umum) sesuai dengan mekanisme organisasi," ujar Yorrys.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.