Sukses

Penyakit Mematikan Itu Bernama Tuberkulosis

Penyakit TBC paling banyak menelan korban jiwa di Indonesia. Masyarakat diminta mewaspadai gejala-gejala awal penyakit yang menular lewat kuman dari dahak yang keluar saat batuk itu.

Liputan6.com, Jakarta: Masyarakat harus mewaspadai penyakit tuberkulosis atau TBC. Penyakit infeksi yang disebabkan bakteri atau kuman ini adalah yang paling banyak menelan korban di Indonesia. Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), setiap tahunnya ada sekitar 580 ribu penderita baru penyakit tersebut. Dari jumlah tersebut, sekitar 100 ribu tewas setiap tahun. Itulah sebabnya, Indonesia menempati urutan ketiga di dunia, setelah Cina dan India.

Menurut ahli pulmonologi Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta dokter Cleopas Martin Rumende, baru-baru ini, dari 700 pasien penyakit paru dan pernapasan di RSCM, 30 persennya adalah penderita TBC. Tuberkulosis sangat mudah menular ke orang lain. Sebab, virus penyakit ini ada dalam dahak yang dibuang orang saat batuk. Sejatinya, ketika dahak keluar, kuman langsung terbang terbawa udara dan dihirup orang yang berada di sekitar penderita. Selanjutnya, kuman langsung masuk ke paru-paru melalui saluran pernapasan.

Kendati demikian, tak semua orang dapat dengan mudah terinfeksi kuman TBC. Sebab, orang yang dalam keadaan sehat akan langsung menonaktifkan kuman tersebut. Orang yang bersangkutan pun tetap sehat. Sedianya, jika dia dalam keadaan tidak sehat: kekurangan gizi dan kondisi fisik lemah, maka kuman TBC akan aktif kembali.

Ada sejumlah gejala awal yang bisa dilihat bila seseorang terinfeksi kuman TBC. Di antaranya adalah batuk berkepanjangan, demam, berat badan berkurang, atau berkeringat dingin di malam hari. Gejala-gejala awal ini harus diperhatikan. Sebab, bila diabaikan kuman TBC akan membuat pendarahan di paru-paru. Akibatnya, penderita akan mengalami sesak napas lantaran saluran pernapasannya tersumbat.

Bahkan, kuman TBC juga bisa bersifat dorman atau tak terdeteksi. Sementara bakteri terus menyebar ke organ lain. Di antaranya ke usus yang menyebabkan diare, ke tulang sehingga mengeropos, dan ke selaput otak yang berbuntut radang otak.

Cleopas menambahkan, sebenarnya, kuman TBC dapat dimusnahkan dengan sinar matahari. Itulah sebabnya, keluarga penderita TBC dianjurkan memperbaiki ventilasi rumahnya agar sinar matahari bisa masuk ke dalam rumah. Selain itu, penderita juga disarankan untuk tak membuang dahak sembarangan. Hal itu dimaksudkan agar yang bersangkutan tak menularkan penyakit ke orang lain.

Keluarga penderita juga harus mewaspadai penularan TBC pada anak kecil. Sebab, anak-anak lebih mudah terkena lantaran daya tahan mereka lemah ketimbang orang dewasa. Untuk itu, penderita yang mempunyai anak kecil disarankan memeriksakan anak mereka ke dokter. Sehingga penularan TBC dapat dicegah.

Tuberkulosis dapat disembuhkan dengan serangkaian pengobatan menggunakan antibiotik yang kini mudah didapat secara gratis di rumah sakit dan pusat kesehatan masyarakat. Idealnya, pengobatan dilakukan secara terus menerus selama enam bulan. Namun, jika kuman TBC telah menyebar ke organ lain atau melukai paru-paru secara luas, maka pengobatan harus diberikan selama sembilan bulan. Penderita juga dianjurkan tak menghentikan pengobatan dalam jangka waktu yang ditentukan. Penghentian pengobatan dikhawatirkan membuat kuman TBC lebih kebal terhadap antibiotika.

Terkadang, obat yang diminum menimbulkan efek samping bagi penderita TBC. Misalnya mual, gatal-gatal pada kulit, dan gangguan fungsi hati. Namun, penderita tuberkulosis tak diperbolehkan menghentikan pengobatan tanpa konsultasi dengan dokter.

Selain itu, faktor yang tak kalah penting dalam memberantas TBC adalah kesadaran masyarakat untuk hidup secara sehat. Diakui atau tidak, tak mudah menumbuhkan kesadaran tersebut kepada sebagian masyarakat di Tanah Air.(SID/Mira Permatasari dan Bambang Triono)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini