Sukses

Hindari Manuver, KPK Diminta Segera Tahan Paksa Novanto

Fickar menilai penetapan Novanto sebagai tersangka adalah konsekuensi dari dugaan korupsi e-KTP yang diduga dilakukan secara berjamaah.

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto dipastikan tidak hadir dalam pemeriksaan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi proyek e-KTP oleh KPK.

Kuasa hukum Setya Novanto, Fredrich Yunadi mengungkap alasan ketidakhadiran Novanto karena menunggu hasil uji materi UU KPK. Ahli hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar menilai KPK harus bergerak cepat untuk menghindari manuver yang dilakukan pihak Novanto.

"Seharusnya begitu ditetapkan (tersangka) langsung dilakukan upaya paksa penahanan, agar tidak ada manuver-manuver lain lagi," ucap Fickar kepada Liputan6.com, Rabu (15/11/2017).

Dia menambahkan, penetapan Novanto sebagai tersangka adalah konsekuensi dari dugaan korupsi e-KTP yang diduga dilakukan secara berjamaah.

"Dakwaan korupsinya penyertaan sehingga logika hukumnya setiap nama yang disebut sebagai penyerta akan menjadi tersangka, hanya berbeda peran saja," ujar Fickar.

Dia menambahkan, untuk memanggil paksa Setya Novanto, bahkan menahannya, bisa langsung dilakukan KPK tanpa harus meminta izin atau persetujuan dulu ke Presiden Joko Widodo.

Fickar menilai, dalih kuasa hukum Novanto yang berpegangan pada Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3), untuk mangkir dari panggilan kedua KPK, sangat keliru.

"Karena untuk tindak pidana khusus seperti korupsi, narkoba, terorisme tidak membutuhkan izin presiden. Dasarnya UU MD3," kata dia.

"Ini kan perkara korupsi biasa yang penyelidikannya sudah sejak tahun 2012, hanya saja status pelaku dan besarnya kerugian negaranya sangat besar Rp 2,5 triliun, yang jika dibagikan kepada 1.000 orang, masing-masing orang akan mendapatkan Rp 2,5 miliar," ucap Fickar.

KPK juga tak boleh mengulang kesalahan yang membuatnya kalah di praperadilan.

"Soal praperadilan, itu hak hukum yang tidak bisa dihalangi, karena itu KPK harus gerak cepat begitu akan praperadilan, perkaranya segera dilimpahkan ke pengadilan. Dengan perkara masuk ke pengadilan, maka praperadilan gugur dengan sendirinya," Fickar menandaskan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Novanto Kembali Mangkir

Kuasa Hukum Setya Novanto, Fredrich Yunadi memastikan kliennya tak akan hadir dalam pemeriksaan perdana sebagai tersangka.

"Kami sudah kirim surat, kita tidak akan hadir," ujar Fredrich saat dikonfirmasi, Selasa 14 November 2017.

Alasan yang dikemukan oleh Fredrich lantaran pihaknya tengah menunggu hasil uji materi UU KPK.

"Betul. Sama juga kan. Agus (Rahardjo) kan juga menyatakan melalui media bahwa KPK tidak akan hadir panggilan Pansus (Angket KPK), menunggu (putusan) MK. Kan sama. Kita dalam posisi yang sama," kata Fredrich.

Terdapat dua pasal dalam UU KPK yang dipermasalahkan Fredrich. Dua Pasal tersebut akni Pasal 12 dan Pasal 46 Ayat 1 dan 2.

Dalam Pasal 12, KPK dapat memerintahkan instansi terkait untuk melakukan pencegahan ke luar negeri maupun pencekalan. Menurut Fredrich, pasal itu bertentangan dengan putusan MK tentang gugatan Pasal 16 Ayat 1 huruf b UU Nomor 6/2011 tentang Keimigrasian.

Sementara dalam Pasal 46 yang berkaitan dengan penyidikan, menurut dia telah bertentangan dan terkesan mengabaikan UUD 1945‎.

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini: 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.