Sukses

Siapa Pembunuh Jenderal Mallaby yang Memicu Pertempuran Surabaya?

Mallaby tewas mengenaskan pada 30 Oktober 1945. Dia tertembak dan mobil Buick yang ditumpangi meledak oleh lemparan granat.

Liputan6.com, Jakarta - Brigjen Mallaby adalah seorang perwira muda eksekutif Kerajaan Inggris dengan karier cemerlang. Namun, siapa sangka, jenderal kelahiran 12 Desember 1899 itu tutup usia jelang ulang tahunnya ke-46 di Jembatan Merah, Surabaya, Jawa Timur.

Mallaby tewas mengenaskan pada 30 Oktober 1945. Dia tertembak dan mobil Buick yang ditumpangi meledak oleh lemparan granat.

Namun, tewasnya Mallaby masih menyisakan misteri. Siapa penembak misterius tersebut tak pernah terjawab hingga sekarang. 

Beberapa pelaku sejarah pun tidak pernah tahu siapa yang menewaskan Mallaby. "Siapa yang menewaskan hingga sekarang tidak ada yang tahu," ujar almarhum Roeslan Abdulgani (Sekretaris KNI), saksi sejarah, dalam sebuah kesempatan.

Sejarawan Surabaya, Suparto Brata, mengatakan hingga detik ini siapa yang menewaskan Mallaby tetap menjadi misteri. "Tidak ada yang tahu atau saksi mata yang melihat siapa yang membunuh Mallaby," ujar Suparto Brata, seperti dikutip dari Wikipedia.

Des Alwi dalam buku bertajuk Pertempuran Surabaya November 1945 menyebutkan kemungkinan Mallaby tewas akibat tembakan salah sasaran (friendly fire) dari tentara Inggris.

Hal ini, menurut Des Alwi, berdasarkan kesaksian dari Muhamad, tokoh pemuda yang ikut masuk ke Gedung Internatio untuk mendinginkan suasana.

Di dalam gedung tersebut, Muhamad melihat sendiri tentara Inggris telah menyiapkan mortir yang diarahkan ke kerumunan massa yang mengelilingi mobil Mallaby.

Dia juga mendengar sendiri hubungan telepon antara Kapten Shaw dan komandannya di Westerbeuitenweg di Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya.

Rencananya, jika kerumunan rakyat dihujani dengan mortir, maka mereka akan kocar-kacir. Kesempatan tersebut kemudian akan digunakan tentara Inggris yang terkepung di Gedung Internatio untuk meloloskan diri.

"Karena pintu kamar tetap dibiarkan terbuka, maka saya bisa menduga, bahwa mortir di depan jendela tersebut akan ditujukan kepada sederetan mobil yang sedang berhenti di dekat Jembatan Merah. Mungkin dengan perhitungan, bila peluru yang ditembakkan mengenai sasaran, rakyat akan menjadi panik, sehingga memberi kesempatan kepada Brigadir Jenderal Mallaby lari melepaskan diri. Ternyata, dugaan saya tidak keliru. Sebab mobil Residen Soedirman terbakar habis, tepat kena tembakan mortir," tulis Des Alwi mengutip Muhamad di buku tersebut.

"Tetapi yang terjadi kemudian adalah ledakan yang tidak diketahui asalnya, yang menghancurkan mobil Mallaby. Hal ini memicu kekacauan, yang berlanjut pada kerusuhan yang tak terkendali," ucap Des Alwi.

Dia melanjutkan cerita, bahwa sementara itu ada beberapa pemuda yang dapat menyelamatkan diri dari hujan tembakan pasukan Inggris. Seseorang meloncat ke pinggir Kali Mas, dan kemudian berbisik:

"Pak, sudah beres".

''Lo, apanya yang sudah beres?" tanya Doel Arnowo ((Ketua Komite Nasional Indonesia)). "Jenderalnya Inggris, Pak, yang tua itu. Mobilnya meledak dan dia sudah mati terbakar".

''Siapa meledakkan?" tanya kita serentak.

Dia segera menjawab,

"Tidak tahu. Tiba-tiba saja ada granat meledak dari dalam mobil. Tetapi, memang dari pihak kita, juga ada yang menembak ke arah mobil tersebut." Begitu penjelasan Muhamad yang dikutip Des Alwi dalam bukunya tersebut.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Versi Lain

Soemarsono, ketua Pemuda Rakyat Indonesia (PRI), seperti dicatat Hersutejo dalam Soemarsono: Pemimpin Perlawanan Rakyat Surabaya 1945 yang Dilupakan menyebut, saat berkeliling Surabaya, Mallaby didampingi Kapten H Shaw, Kapten RC Smith, dan Kapten TL Laughland.

Dua lokasi yang masih "panas" saat itu adalah Gedung Lindeteves di Jembatan Semut dan Gedung Internatio di Jembatan Merah. 

Gedung Internatio saat itu diduduki tentara Sekutu di bawah pimpinan Mayor K Venu Gopal. Gedung tersebut dikepung sekitar 500 pemuda bersenjata. Ketika rombongan Biro Penghubung tiba di halaman gedung tersebut, massa segera mengerumuni.

Langsung dijelaskan bahwa gencatan senjata diberlakukan. Mereka patuh. Rombongan kemudian melanjutkan perjalanan. Mobil baru bergerak sekitar 90 meter, sekelompok massa lain mengadang.

Ternyata, ini kelompok yang lebih beringas dan tidak kooperatif. Pedang dihunus, pistol dan senapan diacungkan. Lebih jauh, senjata para perwira Sekutu disita. Gagal upaya anggota Biro Penghubung untuk mencegah.

"...massa pemuda menuntut pasukan Inggris di Gedung Internatio meletakkan senjata dan berbaris keluar. Mereka berjanji, para prajurit dan perwira Inggris bebas kembali ke lapangan udara," kata Smith seperti dikutip J.G.A. Parrot dalam laporan penelitian berjudul Who Killed Brigadier Mallaby? yang dimuat di jurnal Indonesia edisi 20 Oktober 1975.

Smith, Mohammad, dan Kundan masuk. "Saya mengizinkan ketiga orang tersebut masuk, dengan harapan mengulur waktu. Setelah beberapa waktu, Kundan keluar dari Gedung, meninggalkan Kapten Shaw dan perwira Indonesia tadi..." tulis Gopal dalam suratnya tertanggal 8 Agustus 1974 ke Parrot.

"Sementara, orang-orang bersenjata mulai mendesak masuk ke gedung, saya tidak punya pilihan lain, kecuali mengawali serangan. Keputusan ini benar-benar saya buat sendiri,” lanjut Gopal.

Baku tembak meletus. Menurut Smith, tak lama kemudian datang seorang Indonesia bersenjata mendekati mobil dan menembak empat kali ke arah mereka. Tembakan meleset, tapi mereka berpura-pura mati. Menyangka musuhnya tewas, orang tersebut pergi.

Pertempuran berakhir sekitar pukul 20.30. Sesudah itu, lanjut Smith, datang dua pemuda ke mobil. Mereka berusaha menjalankan mobil, tapi gagal. Seorang di antaranya kemudian membuka pintu belakang pada sisi Mallaby. Sang jenderal bergerak, yang membuat pemuda itu tahu Mallaby masih hidup. Terjadilah percakapan.

Mallaby meminta agar dipanggilkan salah seorang anggota Biro Penghubung dari Indonesia. Kedua pemuda kemudian pergi.

Dalam rangka menyambut Hari Pahlawan, Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya, Jawa Timur, menggelar Parade Juang. (Liputan6.com/Dian Kurniawan)

Salah seorang di antaranya datang kembali ke pintu depan pada sisi Mallaby. Perbincangan kembali terjadi. Mendadak pemuda tersebut mengulurkan tangannya lewat jendela depan dan menembak Mallaby dengan pistol. Jenderal itu meregang nyawa.

Melihat kejadian tersebut, Smith mencabut pasak granat yang diterimanya dari Laughland. Si pemuda bereaksi dengan menembak kedua perwira Inggris itu. Tembakannya menyambar bahu Laughland.

Smith segera melemparkan granat melampaui tubuh Mallaby lewat pintu yang terbuka. Smith dan Laughland cepat-cepat lari dan terjun ke Kali Mas.

Akibat ledakan granat, tempat duduk belakang mobil terbakar dan pemuda itu diduga tewas. Setelah beberapa jam di Kali Mas, kedua perwira Inggris itu berhasil bergabung kembali dengan pasukan mereka.

Kematian Mallaby menyebabkan Mayor Jenderal EC Mansergh, pengganti Mallaby, mengeluarkan ultimatum kepada pasukan Indonesia di Surabaya pada 9 November 1945 untuk menyerahkan senjata tanpa syarat.

Namun, ultimatum tersebut tak pernah dipenuhi. Pada 10 November 1945, pecahlah Pertempuran bersejarah karena pihak Indonesia tidak menghiraukan ultimatum ini.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.