Sukses

Saatnya Merdeka dari Narkoba

Dinamika bangsa Indonesia sejak masa kemerdekaan tak pernah lepas dari beragam persoalan dan tantangan

Liputan6.com, Jakarta Dinamika bangsa Indonesia sejak masa kemerdekaan tak pernah lepas dari beragam persoalan dan tantangan. Dari sekian banyak persoalan yang ada, narkoba menjadi salah satu ancaman yang sangat nyata. Perlahan tapi pasti, narkoba akan membunuh bibit-bibit unggul bangsa Indonesia. Tak kurang dari empat juta orang di negeri ini dalam usia produktif yaitu 10 sampai 59 tahun terkontaminasi narkoba.

Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) RI, Budi Waseso menyebutkan bahwa dari hasil penelitian pada 2016, diperoleh fakta yang mencengangkan, bahwa 1,9% kelompok pelajar dan mahasiswa, atau 2 dari 100 pelajar atau mahasiswa menyalahgunakan narkoba. Jelas hal ini menjadi lonceng pengingat bahaya bagi seluruh masyarakat Indonesia untuk berbuat nyata agar lost generation tidak terjadi di tanah air tercinta.

Fakta dan data tentang peredaran narkoba yang masif sudah menjadi petunjuk yang sangat valid. Jika dilihat dari sisi peredarannya, pasokan narkoba yang begitu tinggi datang bertubi-tubi. Pada 13 Juli 2017 lalu saja, Polri meringkus sindikat narkoba internasional dengan barang bukti 1 ton jenis shabu. Tak lama berselang, tepatnya pada tanggal 26 juli 2017, BNN juga berhasil membongkar sindikat narkoba yang menyelundupkan sabu lebih dari 284,3 kg dari luar negeri.

Ditambah lagi dengan maraknya penyalahgunaan dan peredaran narkotika jenis baru atau New Psychoactive Substances (NPS). Mengkhawatirkan. Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh United Nations Office on Drugs Crime (UNODS) dalam World Drug Reports 2016 bahwa sejak tahun 2008 sampai dengan 2015, telah terdeteksi sebanyak 644 total NPS yang dilaporkan oleh 102 negara. 66 jenis diantaranya telah masuk ke Indonesia dimana sebanyak 43 jenis telah dimasukkan ke dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 2 tahun 2017 tentang perubahan penggolongan narkotika. Sedangkan yang 23 jenis lainnya belum masuk atau dengan kata lain belum dapat diproses secara hukum.

Gencarnya serangan narkoba ke negeri ini harus disikapi dengan serius, karena bukan tidak mungkin ada pihak lain yang ingin meruntuhkan martabat bangsa ini dengan cara imperialisme model baru. Karena itulah tak berlebihan jika Kepala BNN selalu mengingatkan bahwa narkoba ini dijadikan alat perang asimetris atau proxy war oleh negara lain yang ingin menguasi negeri ini.

Karena telah menyerang segala lapisan masyarakat, strata sosial dan pendidikan bahkan segala profesi dan juga rentang usia, maka mau tidak mau, suka tidak suka, seluruh elemen bangsa harus bergerak dan melawan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika. Aksi nyata tidak boleh ditunda-tunda!!!.

Demand terkikis, Supply habis

Hal yang perlu digarisbawahi oleh seluruh pihak saat ini adalah permasalahan narkoba itu bisa diatasi jika demand (permintaan) dan supply (pasokan) bisa ditangani secara proporsional. Ketika demand turun atau terkikis, maka supply otomatis menipis dan habis.

Dalam rangka menekan demand, pemerintah melalui BNN dan lembaga terkait lainnya telah melakukan serangkaian program yang menyentuh hingga ke unit terkecil di tengah masyarakat, melalui upaya pencegahan termasuk di dalamnya pemberdayaan masyarakat dan juga rehabilitasi.

Mengutip pidato Kepala BNN RI yang disampaikan dalam puncak peringatan Hari Anti Narkoba Internasional, bahwa dalam konteks demand reduction, yaitu dengan tindakan preventif guna memberikan kekebalan kepada masyarakat agar mereka imun terhadap penyalahgunaan narkoba, bahwa sepanjang tahun 2016, BNN telah melaksanakan tugas di bidang demand reduction berupa advokasi, sosialisasi, dan kampanye stop narkoba sebanyak 12.566 kegiatan yang melibatkan 9.177.785 orang dari berbagai kalangan, baik kelompok masyarakat, pekerja, maupun pelajar.

Tercatat sebanyak 894 instansi pemerintah dan swasta, serta 834 kelompok masyarakat dan lingkungan pendidikan, yang didorong BNN untuk peduli terhadap permasalahan narkotika, hingga akhirnya memiliki kebijakan pembangunan berwawasan anti narkoba di lingkungannya masing-masing. Di samping itu, BNN juga telah merehabilitasi 16.185 penyalah guna narkotika, baik di balai rehabilitasi maupun di dalam lembaga pemasyarakatan, dan telah memberikan layanan pasca rehabilitasi kepada 9.817 mantan penyalah guna narkotika.

Pengurangan demand saja tidak cukup karena pemutusan jaringan sindikat narkotika melalui supply reduction juga harus ditegakkan dengan tegas dan agresif. Dalam konteks ini, BNN telah mempersenjatai diri dengan senjata yang lebih modern serta menambah kekuatan pasukan K-9 (Canine, anjing) sebanyak 50 ekor beserta 100 orang pawangnya. Seiring itu, BNN kemudian mengungkap 807 kasus narkotika dan mengamankan 1.238 tersangka, yang terdiri dari 1.217 WNI dan 21 WNA.

Gerakan Massal Mengedukasi Diri Sendiri

Sedangkan untuk kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU) hasil kejahatan narkotika, BNN telah mengungkap 21 kasus dari 30 tersangka dan melakukan penyitaan aset yang nilainya mencapai Rp261.863.413.345,- (dua ratus enam puluh satu milyar delapan ratus enam puluh tiga juta empat ratus tiga belas ribu tiga ratus empat puluh lima rupiah). Selain itu untuk periode Januari sampai dengan Juni 2017, BNN juga telah berhasil menyita aset tindak pidana pencucian uang hasil kejahatan narkotika sebesar Rp57.567.000.000,- (lima puluh tujuh milyar lima ratus enam puluh tujuh juta rupiah). Sedangkan barang bukti narkotika yang disita yaitu shabu sebanyak 236,30 Kg, ganja sebanyak 61,363 Kg dan ekstasi sebanyak 108.590,25 butir.

Meski telah melakukan banyak hal dengan segala pencapaiannya, pada dasarnya BNN masih harus bekerja keras untuk membuat persoalan narkoba tuntas. BNN tentu tidak bisa bekerja sendirian. Seluruh komponen bangsa harus berbuat nyata untuk memberikan dukungan. Masing-masing pihak bisa melakukan hal sesuai dengan bidangnya.

Satu hal penting lagi adalah perlunya menggelorakan gerakan dari masyarakat untuk mengedukasi diri sendiri melalui berbagai media informasi yang ada, terkait dengan pemahaman terhadap bahaya penyalahgunaan atau pemakaian narkoba, kerusakan fisik, otak dan mental seperti apakah yang akan dialami oleh mereka.

Apabila tercipta pemahaman yang benar pada setiap warga negara terkait dengan bahaya penggunaan narkoba tersebut, diharapkan akan timbul imunitas dari setiap warga masyarakat untuk mencegah keinginan untuk mencoba narkoba, sehingga dengan demikian berapapun supply yang masuk ke Indonesia tidak akan terserap atau tidak akan dibeli oleh masyarakat. Itulah konsep yang perlu kita suarakan terus menerus kepada seluruh warga negara Indonesia sehingga menjadi gerakan massal.

 

 

(ADV)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini