Sukses

Langkah Menkopolhukam Tenangkan Polemik Densus Antikorupsi

Wiranto menegaskan rencana pembentukan Densus Antikorupsi bukan untuk melemahkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Liputan6.com, Bogor - Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Wiranto akan memanggil Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian. Ia ingin meminta penjelasan tentang Densus Antikorupsi.

"Nanti saya akan minta penjelasan Kapolri dulu ya," kata Wiranto di Istana Kepresidenan Bogor Jawa Barat, Rabu (18/10/2017).

Politisi Hanura itu menuturkan akan mendorong wacana tersebut dibahas dalam rapat terbatas. Namun, rapat terbatas akan dilakukan setelah Wiranto mendengar penjelasan dari Kapolri.

"(Wacana pembentukan Densus Antikorupsi) Akan dirataskan. Jadi nanti kita lihat perkembangan saja," ujar Wiranto.

Wacana pembentukan Densus Antikorupsi tengah menuai polemik. Pro-kontra muncul bahkan di dalam pemerintahan.

Lembaga pengawas korupsi dinilai beberapa kalangan sudah terlalu banyak. Meski demikian, Wiranto memastikan akan menertibkannya.

Ia berharap tidak terjadi tumpang tindih dalam kerja pemberantasan korupsi.

"Tentu kita tertibkan nanti supaya tidak menimbulkan tumpang tindih dan sebagainya," lanjut Wiranto.

Yang jelas, Wiranto menegaskan rencana pembentukan Densus Antikorupsi bukan untuk melemahkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ia juga membantah adanya unsur politis dalam pembuatan Densus Antikorupsi ini.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah ini

 

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Kekhawatiran JK

Wakil Presiden Jusuf Kalla atau JK mengingatkan potensi risiko yang mungkin muncul dari pembentukan Detasemen Khusus (Densus) Antikorupsi. Ia menyebut sudah banyak lembaga yang mengawasi korupsi di Tanah Air.

Pemerintah dan birokrasi, kata dia, diawasi 6 institusi. Institusi itu adalah inspektorat, BPKP, BPK, Kejaksaan dan KPK.

"Nanti negara terlambat jalannya. Karena ada 6 institusi yang memeriksa birokrasi. Mungkin dari seluruh negara, Indonesia yang terbanyak," ungkap JK di Jakarta, Rabu (18/10/2017).

Dia khawatir jika ditambah satu lagi, aparatur negara, terutama kepala daerah, justru takut mengeluarkan kebijakan.

"Iya (takut). Kalau tambah lagi satu, akhirnya apapun geraknya, bisa salah juga," pungkas JK.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.