Sukses

Amir Syamsuddin: Kejagung Keliru Menafsirkan Izin Presiden

Kuasa hukum Akbar Tandjung menduga ada kekeliruan menafsirkan surat izin Presiden Megawati untuk memeriksa kliennya. Akbar bisa diperiksa dan diadili tanpa harus ditahan.

Liputan6.com, Jakarta: Ada kekeliruan menafsirkan surat izin yang diberikan Presiden Megawati Sukarnoputri tentang pemberian wewenang kepada Kejaksaan Agung untuk memeriksa Ketua DPR Akbar Tandjung dalam Kasus Penyelewengan Dana Nonbujeter Badan Urusan Logistik sebesar 40 miliar [baca: Akbar Tersangka Kasus Bulog II]. Padahal, bila dicermati, izin tersebut hanya untuk memeriksa bukan menahan. "Jadi, bisa saja Akbar diperiksa dan diadili tanpa perlu ditahan," ujar Amir Syamsuddin, Koordinator Tim Kuasa Hukum Akbar Tandjung saat berdialog dengan reporter SCTV Arief Suditomo di Liputan 6 Petang, Sabtu (23/3) petang [baca: Akbar Tandjung Resmi Menjadi Tahanan Kejagung].

Menurut Amir, surat izin itu cuma sesuai Pasal 3 huruf a Undang-undang Nomor 13 Tahun 1970 tentang Pemeriksaan Anggota Dewan dan Majelis. "Bukan huruf d tentang penahanan," kata pria kelahiran Makassar, 61 tahun silam ini. Itulah sebabnya, dia akan melontarkan keberatan ini kepada pengadilan, 25 Maret mendatang. Apalagi, kekeliruan tersebut berbuntut dirampasnya hak asasi seseorang. Dalam hal ini adalah kliennya: Akbar Tandjung.

Amir menambahkan, berkaitan dengan sidang pertama Akbar, Senin lusa, ia dan anggota tim lainnya telah menyiapkan pembelaan. "Kita bekerja siang malam untuk memberikan yang terbaik," ungkap Amir. Dia juga mengaku tak menjanjikan yang muluk-muluk kepada kader Partai Golkar, termasuk istri Akbar, Krisnina Maharani, perihal keberadaan dirinya sebagai kuasa hukum suaminya. Sedianya, Amir bersama kuasa hukum yang lain akan bekerja sungguh-sungguh [baca: Amir Syamsudin: Pengacara Lembur Menyiapkan Pembelaan Akbar].

Menyoal adanya hambatan politis dan intervensi yang diterima tim kuasa hukum Akbar yang terdahulu, Amir mengatakan, hal itu tentu saja ada. Namun, ia tak terlalu mempersoalkan. Dia hanya akan berkonsentrasi dari sisi yuridis atau hukum saja. "Saya memang terlalu polos untuk masalah ini," ujar putra pedagang keturunan Cina-Jawa ini [baca: Tim Pengacara Akbar Mundur karena Intervensi].

Amir Syamsuddin memang bukan nama baru di dunia kepengacaraan Indonesia. Bahkan, kabarnya, klien alumnus Fakultas Hukum Universias Indonesia ini lebih dari 200 orang. Semuanya tersebar baik di dalam maupun di luar negeri, seperti Hongkong, Singapura, dan Amerika Serikat [baca: Amir Syamsuddin Penasihat Hukum Akbar yang Baru].

Namun, untuk menjadi pengacara top dengan tarif konsultasi US$ 300 per jam seperti sekarang ini, panjang sekali jalan yang harus ditempuh Amir. Mula-mula, ketika masih kuliah, ia berkesempatan magang di Kantor Pengacara O.C. Kaligis. Barulah ketika menyelesaikan kuliah, Amir mendirikan kantor sendiri bersama tiga rekan seangkatannya: Noer Hasyim Ilyas, Atmajaya Salim, dan Surbani--kini bernama Amir Syamsuddin & Partner.

Di kantor barunya ini, Amir dan kawan-kawan pertama kali menangani kasus pidana pembunuhan. Saat itu, seorang buruh galian bernama Sakri dituduh membunuh adik kandungnya. Tak disangka, kasus ini tak hanya dimenangkan Amir dengan dibebaskannya Sakri dari tuduhan, tapi juga mengharuskan polisi membayar ganti rugi sebesar Rp 110 juta. Meski ganti rugi tersebut dibatalkan Mahkamah Agung, kemenangan ini serta merta menjadi awal bersinarnya karir Amir Syamsuddin di dunia pengacara Indonesia.

Tak heran sejak itu, permintaan menangani kasus bertubi-tubi datang kepadanya. Di antaranya adalah kasus pencemaran nama baik yang melibatkan Majalah Berita Mingguan TEMPO dan pengusaha Probosutedjo pada 1987. Bahkan, kasus-kasus yang menyita perhatian publik pun kerap meminta penanganan Amir. Contohnya adalah kasus Oki, ratu ekstasi Zarima dan Kepala Bulog Beddu Amang dalam perkara ruilslag dengan PT Goro Batara Sakti.

Meski menjadi pengacara papan atas, Amir tetap tak menolak jika diminta menangani kasus kecil yang menimpa orang kebanyakan. Ia selalu meminta teman-temannya untuk tak melecehkan atau membedakan klien, baik kalangan bawah maupun atas.(SID)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

    Video Terkini