Sukses

KPK Dalami Kasus SKL BLBI Lewat Komisaris PT Buana Finance

Penyidik KPK terus mendalami kasus dugaan suap penerbitan surat keterangan lunas (SKL) BLBI) terhadap Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI).

Liputan6.com, Jakarta - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami kasus dugaan suap penerbitan surat keterangan lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) terhadap Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) milik Sjamsul Nursalim.

Pendalaman tersebut akan dilakukan penyidik KPK dengan memeriksa Komisaris PT Buana Finance Tbk Tjan Soen Eng. Tjan Soen Eng akan dimintai keterangan untuk mantan Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung yang dijerat sebagai tersangka.

"Yang bersangkutan akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka SAT (Syafruddin Arsyad Temenggung)," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Jakarta, Rabu (11/10/2017).

Masih belum diketahui secara pasti kaitan antara Tjan Soen Eng dengan Syafruddin maupun Sjamsul Nursalim. Namun berdasarkan penelusuran, PT Buana Finance yang dikelola Tjan Soen Eng merupakan perusahaan yang bergerak di bidang leasing dan pembiayaan konsumen.

Pemegang saham mayoritas PT Buana Finance adalah PT Sari Dasa Karsa, sebanyak 67,6 persen, per 31 Juli 2017. PT Sari Dasa Karsa juga tercatat memiliki saham di PT Bank UOB Indonesia, yang dulunya merupakan Bank Buana. Selain itu Tjan Soen Eng juga menduduki jabatan sebagai Komisaris Utama PT Asuransi Bina Dana Arta atau ABDA.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Kerugian Negara

Pada kasus ini, KPK telah menemukan bukti baru kerugian negara. Berdasarkan laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), kerugian negara atas kasus ini sebesar Rp Rp 4,58 triliun. Sebelumya, KPK menyebut kerugian negara atas kasus ini senilai Rp 3,7 triliun.

Menurut KPK, nilai kewajiban yang harus diselesaikan oleh Sjamsul Nursalim sebagai obligor BDNI sebesar Rp 4,8 triliun. Total tersebut terdiri dari Rp 1,1 triliun yang ditagihkan kepada petani tambak, sementara Rp 3,7 triliun tidak dilakukan pembahasan oleh BPPN dan tidak ditagihkan ke Sjamsul Nursalim.

Namun, kata KPK, setelah dilelang oleh PT Perusahaan Pengelolaan Aset (PPA), aset sebesar Rp 1,1 triliun yang dibebankan pada petani tambak hanya bernilai Rp 220 miliar. Jadi, sisanya Rp 4,58 triliun menjadi kerugian negara.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.