Sukses

Bobotoh, di Antara Cinta, Kesetiaan, dan Jati Diri

Stadion Si Jalak Harupat di Soreang bergema setiap Persib Bandung melakoni laga kandang.

Liputan6.com, Bandung - Stadion Si Jalak Harupat di Soreang bergema setiap Persib Bandung melakoni laga kandang. Itulah bentuk dukungan bobotoh, sebutan untuk pendukung setia Persib.

Ini soal fanatisme. Deru genderang membahana menyalurkan semangat untuk sebelas pemain idola di lapangan hijau.

Ini soal harga diri yang tak bisa ditakar oleh materi. Jangan tanyakan soal militansi, sebab bobotoh sejati siap berkorban tanpa pernah berpikir untung rugi.

Namun demikian, beragam sudut pandang yang kemudian membagi bobotoh dalam beberapa kelompok. Beragam bendera namun tetap satu tujuan, membangun semangat untuk Persib.

Kantung-kantung bobotoh tersebar seantero Jawa Barat, tak cuma Kota Kembang. Buat warga Sunda, Persib sudah mendarah daging.

Di Kampung Cibungur misalnya, tim berjuluk Maung Bandung jadi tema obrolan yang tak pernah habis dibahas.

Tanya saja pada Mia Beutik, istri dari almarhum Ayi Beutik yang terus mendedikasikan hidupnya buat Persib.

Bicara bobotoh, khususnya Viking, memang tak bisa dipisahkan dari Ayi. Sosok panglima Viking yang meninggal dunia tiga tahun lalu itu selalu berada di garda terdepan di setiap laga Persib. Meski kini, Ayi tetap menginspirasi kaum bobotoh Viking.

Beutik juga mengajarkan kreativitas dalam mengelola kecintaan terhadap tim jagoan lewat distro yang menjual pernak-pernik Persib.

Meski darah Persib begitu kental dalam keluarga, tak ada paksaan anaknya bergabung dalam Viking. Sebab hakikatnya, Persib sudah kuat mengikat pertemanan. Kebersamaan yang tak berujung.

Sementara soal antusias dan kreativitas, kelompok Bomber atau Bobotoh Maung Bandung Bersatu tak mau kalah.

Agus Bejo, pentolan Bomber, meyakini anarkisme sudah bukan zamannya lagi. Sekarang lebih memikat lewat kreativitas, mulai dari nyanyian, harmonisasi alat musik, hingga yang sedang tren saat ini yakni koreografi.

Ikatan kuat Persib dan bobotoh terbentang sejak berdiri tahun 1933. Sama seperti klub-klub perserikatan lain, sejarah Persib tak lepas dari simbol perlawanan terhadap kolonialisme.

Namun demikian, sepak bola tanpa suporter ibarat sayur tanpa garam. Suporter yang tergerak karena spirit sepak bola pada hakekatnya adalah kolektivitas dan kebersamaan.