Sukses

BNN: Tembak di Tempat Pengedar Narkoba Sudah Sesuai Prosedur

Anjan menyatakan, jika hanya mencoba kabur dengan melarikan diri saja, pihaknya tidak akan langsung menembak.

Liputan6.com, Jakarta - Direktur Prekusor dan Psikotropika (P2) BNN Brigjen Anjan Pramuka Putra menyatakan langkah tembak di tempat pengedar narkoba sudah sesuai dengan aturan.

Dia menyatakan, jika hanya mencoba kabur dengan melarikan diri saja, pihaknya tidak akan langsung menembak.

"Kita persuasif dulu, kasih peringatan. Kalau sudah peringatan tembakan ke atas dulu. Kalau sudah tidak ya sudah. Berarti yang bersangkutan sudah harus dilakukan tindakan tegas. Akhirnya ditembak," tutur Anjan di Gedung BNN, Jalan MT Haryono, Cawang, Jakarta Timur, Rabu (20/9/2017).

Menurut Anjan, pengejaran dan penindakan pengedar narkoba saat operasi penangkapan layaknya pedang bermata dua. Posisi aparat penegak hukum juga selalu dihadapkan pada kondisi yang berhadapan dengan kematian.

"Itu situasional di lapangan. Kalau mereka persuasif tidak ditindak tegas. Petugas tidak membabi buta menindak tegas. Polri dan BNN dihadapkan dua pilihan kalau sudah begitu. Mati atau membela diri," jelas Anjan.

Direktur Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri Brigjen Eko Daniyanto menambahkan, jaringan narkoba yang muncul di Indonesia kini juga semakin banyak. Sudah ditindak tegas pun masih terus bertambah.

"Kita bertugas penindakan. Ini jaringan narkoba seperti balon. Dipencet yang atas membesar yang bawah, dipencet yang lain akan membesar di tempat lain," kata Eko.

Saksikan video menarik di bawah ini:

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Naik 4 Kali Lipat

Amnesty Internasional Indonesia (AII) mencatat terjadi peningkatan kasus penembakan pengedar narkoba sepanjang 2017. Hingga pertengahan tahun ini, terjadi sebanyak 80 kasus. Angka tersebut meningkat signifikan dibanding tahun 2016, yang hanya 18 kasus.

"Per hari ini terjadi peningkatan empat kali lipat dibanding data tahun 2016 yang sekitar 18 orang," ujar peneliti Amnesty Internasional Bramantya Basuki saat ditemui di Gedung Ombudsman RI Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa 19 September 2017.

Amnesty Internasional pun mempertanyakan kinerja kepolisian. Mereka khawatir polisi tidak melakukan review internal dan independen atas temuan tersebut.

"Karena pasti ada alasannya. Kenapa angkanya sampai fantastis seperti ini. Kami khawatir jika tidak ada review akan jadi bola salju seperti (terjadi) di Filipina," tutur Basuki.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.