Sukses

BPOM Banten Gerebek Gudang Mi Instan Kedaluwarsa

Penggerebekan gudang mi instan dilakukan bersama petugas kepolisian dan TNI.

Liputan6.com, Tangerang - Petugas Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Provinsi Banten, anggota Polresta Tangerang, dan TNI menggerebek gudang penimbunan mi instan kedaluwarsa di Kampung Sawah Besar, RT 12 RW 05, Desa Mauk Barat, Kecamatan Mauk, Kabupaten Tangerang.

Gudang yang disatroni bernama CV Horindo, pabrik pakan ternak. Diduga, pabrik tersebut mengolah makanan kedaluwarsa menjadi pakan ternak. Hal itu diungkapkan langsung Kepala Balai Besar POM Provinsi Banten, Nurjaya Bangsawan.

"Awalnya kami dapat laporan dari anggota Koramil 03/Mauk. Katanya ada peredaran mi tanpa merek," ujar Nurjaya, Kamis (7/9/2017).

Setelah disisir ternyata mi kedaluwarsa tersebut berasal dari pabrik tersebut. Petugas lantas mencari Dodo, pemilik pabrik. Namun, petugas BPOM hanya menemui pekerja pabrik yang masih mengerjakan pengepakan mi kedaluwarsa tersebut.

Petugas BPOM meminta pekerja pabrik menunjukkan lokasi tempat penyimpanan seluruh makanan kedaluwarsa yang diedarkan ke pasar. Saat memasuki gudang tersebut, BPOM melihat banyak tumpukan makanan kedaluwarsa. Di antaranya, biskuit, permen, dan jenis makanan ringan lainnya.

”Gudang besar, orang masuk saja susah, padat,” ujar Nurjaya.

Saksikan Video Menarik Berikut:

Pakan Ternak

Dia menambahkan, pihaknya juga meminta keterangan sang kepala gudang bernama Herawati. Dari hasil pemeriksaan, diketahui mi instan itu dipasok dari gudang sebuah PT. ”Cuma bumbu dan penyedap lainnya dipisahkan,” ucap dia.

Mi yang sudah terkumpul selanjutnya dibawa ke cabang bagian produksi di Jalan Aryakamuning, Kota Tangerang. "Di tempat itu, nantinya mi kedaluwarsa kemudian digiling dan dijadikan pakan ternak, lalu di kirim ke PT TUM dan lain-lain,” kata Nurjaya.

Meski sudah mengantongi barang bukti, pemilik pabrik pakan ternak berbahan baku makanan kedaluwarsa belum ditetapkan sebagai tersangka. Menurut Nurjaya, selain kedaluwarsa, pakan ternak ini juga tidak memiliki izin sama sekali.

”Saat ini pemiliknya masih berstatus saksi karena menunggu hasil laboratorium. Jika hasilnya berbahaya maka pemilik akan kami tetapkan sebagai tersangka,” ungkapnya.

Akibat bisnis tanpa izin tersebut, pelaku dapat dijerat pasal berlapis tentang pangan dan perlindungan konsumen. "Ancaman hukumannya maksimal 15 tahun penjara," ujar Nurjaya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.