Sukses

Bambang Widjojanto: KPK Terus Diintai Sakratulmaut

Hal ini disampaikan Bambang saat menjadi saksi ahli dalam sidang uji materi UU MD3 tentang hak angket.

Liputan6.com, Jakarta Mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bambang Widjojanto mengatakan, lembaga antirasuah itu tidak pernah berhenti mendapat tekanan dari pihak lain hingga terancam bubar. Salah satunya adalah tekanan yang datang dari Pansus Hak Angket DPR.

Hal ini disampaikan Bambang saat menjadi saksi ahli dalam sidang uji materi UU MD3 tentang hak angket di Ruang Sidang Mahkamah Konstitusi (MK) Jakarta Pusat, Selasa (5/9/2017).

"Ini terlihat dari pegawai yang beberapa kali menerima teror sampai munculnya Pansus Angket. KPK terus diintai sakratulmaut," kata Bambang.

Dia juga menyebut bahwa pembentukan lembaga antikorupsi memang dari awal tidak disetujui pada masa Presiden Sukarno. Saat itu, kata Bambang lembaga antikorupsi yang dibubarkan adalah Badan Pengawas Aparatur Negara.

Pembubaran lembaga itu saat dimulainya penyelidikan pembangunan Stadion Gelora Bung Karno, yang masih bernama Stadion Senayan.

"Ketika lembaga gencar memeriksa stadion itu, Presiden Sukarno tiba-tiba membubarkan. Apakah KPK akan mengalami nasib yang sama? Kami berharap hal itu tidak terjadi," jelas Bambang.

Hadirnya Pansus Hak Angket KPK, dinilai Bambang, karena adanya konflik kepentingan yang ditujukan DPR. Pasalnya, pembentukan Pansus Hak Angket mulanya untuk membongkar rekaman pemeriksaan politikus Hanura, Miryam S Haryani. Namun, yang terjadi sekarang, pansus bahkan menyeleweng dari tujuan awalnya.

"Pansus angket menunjukkan ada konflik kepentingan. Kesaksian Miryam ini yang nantinya menjadi pintu masuk untuk membongkar seluruh kasus e-KTP," tandas Bambang.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Hak Angket DPR Digugat

Perwakilan dari Wadah Pegawai KPK, Yadyn mengatakan, penggunaan hak angket DPR untuk lembaganya cacat prosedur.

Yadyn menyebutkan hal ini dalam sidang perdana uji materi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 (UU MD3). Dia memperkarakan Pasal 79 ayat 3 tentang Penggunaan Hak Angket DPR terhadap KPK.

"Penggunaan hak angket untuk KPK cacat prosedur dan melawan undang-undang. Bertentangan dengan maksud dan tujuannya," kata Yadyn di depan hakim panel MK, Jakarta, Rabu (2/7/2017).

Yadyn menuturkan, apa yang dilakukan DPR bertentangan dengan konstitusi. Jadi, menjadi relevan jika MK mengeluarkan putusan untuk mencegah hak angket terjadi.

"Jadi relevan bila MK mencegah terjadinya inkonstitusi," kata dia.

Sementara, pemohon lainnya dari YLBHI, KPBI, dan ICW, Laola Ester, mengatakan, penggunaan hak angket sebagai upaya intervensi DPR dalam proses hukum KPK.

Terlebih, kata Laola, KPK bukanlah lembaga negara sehingga tidak tepat. Sebab, hak angket DPR hanya untuk lembaga eksekutif.

"Jelas penggunaan hak angket tidak tepat karena KPK bukanlah lembaga negara yang bukan eksekutif dan ini mengintervensi," kata dia.

Laola juga mengimbau agar MK segera mengeluarkan putusan sela untuk menghentikan Pansus Hak Angket KPK, dan harus menunggu hasil dari putusan ini.

"Para pemohon meminta agar apa yang dilakukan pansus dihentikan dulu sampai ada putusan a quo," ujar dia.

Sementara, Ketua Hakim Panel Dewa Gede Palguna memberikan nasihat kepada para pemohon, soal permohonan uji materi tersebut.

"Permohonan sudah cukup baik, tapi masih harus ada yang diperbaiki. Alasan permohonannya, menjelaskan lagi secara logika, kenapa pemohon merasa dirugikan secara konstitusional," Palguna menandaskan.


Saksikan video di bawah ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.