Sukses

Membelenggu Geliat Gayus

Sebagai seorang terdakwa, Gayus Tambunan sejatinya tak dapat "bertamasya" ke Bali. Tapi, ia membuktikan uang dapat membeli hukum, seperti yang dia lakukan ketika menyuap Kepala Penjara Brimob, Kelapa Dua, beserta delapan penjaganya.

Liputan6.com, Jakarta: Gayus Halomoan P. Tambunan. Terdakwa kasus penggelapan pajak yang pernah meringkuk di Rumah Tahanan Markas Komando (Mako Brimob), Kelapa Dua, Depok, boleh saja mengaku tertekan dalam penjara dan beralibi bukan satu-satunya tahanan yang dibiarkan bebas berkeliaran.

Kendati, bukan berarti dosa baru yang ia buat menjadi hal yang bisa dimaklumi dan dimaafkan. Dan jika benar, ada tahanan lain yang juga punya kesempatan yang sama. Bisa berjalan-jalan kapan pun mereka suka dengan syarat punya uang untuk menyogok, ini semakin membuktikan betapa rapuhnya keadilan di Tanah Air.

Selama "berlibur" di Bali, biaya yang dikeluarkan pun tak tanggung-tanggung. Gayus dan keluarganya menginap di hotel mewah. Belum lagi praktik sogok-menyogok petugas rutan untuk memuluskan aksinya, ternyata bukan dalam jumlah yang kecil. Nilainya cukup fantastis.

Dari terbongkarnya kasus "tamasya" Gayus ke Bali, kemudian membuktikan jeruji besi saja tidaklah efektif untuk menahan seseorang. Kondisi ini memancing reaksi beragam dari publik. Salah satu wacana keras yang muncul diletupkan oleh Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD dengan metode pemiskinan para koruptor.

Memiskinkan para tersangka korupsi bisa diilustrasikan dengan menghitung jumlah penghasilan tersangka dikalikan masa kerja.  Selebihnya adalah yang akan disita negara. Untuk kasus Gayus, sebagai pegawai negeri sipil golongan III A dengan penghasilan sebesar sekitar Rp 12 juta per bulan dikalikan masa kerjanya di kantor pajak selama 10 tahun. Maka, selisih nilailah yang bisa disita negara.

Proses pemiskinan ini dimaksudkan agar tak ada celah sedikit pun bagi para penghuni sel tahanan untuk menggunakan harta kekayaannya. Menjebol sistem penjara sehingga bisa dengan mudah berkeliaran. Pemiskinan terdakwa mafia pajak dengan membekukan atau menyita hartanya untuk negara bisa menjadi titik balik perbaikan bagi pemberantasan korupsi dan tentunya penegakan hukum di Indonesia.

Namun wacana pemiskinan ini tak melulu mendapat tanggapan yang positif. Seorang kriminolog justru meragukan tindakan memiskinkan para terdakwa koruptor akan bisa berjalan dengan baik. "Karena tetap masih ada celah untuk mempertahankan kekayaannya," kata Erlangga Masdiana sebagai kriminolog.

Hanya dalam waktu dua bulan, Gayus tercatat sudah 68 kali keluar rutan. Tak sedikit uang yang digelontorkan untuk memuluskan aksi pelesirnya itu. Pasalnya, mantan Kepala Penjara Brimob Komisaris Polisi Iwan Siswanto mengaku menerima uang ratusan juta rupiah dari Gayus.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pun bereaksi atas peristiwa jalan-jalan Gayus yang melibatkan aparat Rutan Mako Brimob. Alhasil, sejumlah kalangan mendesak agar proses penyidikan dan penyelidikan atas Gayus Tambunan segera dilimpahkan dari polisi ke Komisi Pemberantasan Korupsi.

Kenyataan adanya anggota kepolisian yang menerima suap dari Gayus Tambunan membuat kepercayaan terhadap polisi untuk mengurusi proses hukum sang mafia pajak pun menurun. Bukan cuma pihak Indonesia Corruption Watch, namun masyarakat juga berharap KPK dapat memulihkan kepercayaan soal penegakan hukum di Tanah Air.

Sekarang, yang paling ditunggu masyarakat adalah tindak nyata penegak hukum dalam mengambil sikap tegas dan langkah berani menuntaskan seluruh kasus penggelapan pajak.

Termasuk, skandal korupsi lainnya yang telah menimbulkan kerugian besar, bukan hanya harus ditanggung pemerintah, melainkan pula mau tidak mau turut dipikul masyarakat.(ASW)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

    Video Terkini