Sukses

Dirut PT Jatisari Jadi Tersangka Kasus Beras

Polisi kembali mengungkap kasus beras bermasalah serupa PT IBU. Ada dugaan perbedaan label dengan kualitas beras.

Liputan6.com, Jakarta - Penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri kembali mengungkap dugaan kecurangan pada kemasan produk beras di pasaran. Kali ini, polisi menemukannya dalam produk beras PT Jatisari, yang masih terafiliasi dengan PT Indo Beras Unggul (IBU).

Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri Brigjen Agung Setya mengatakan, hasil penyidikan mendapati ketidaksesuaian label dengan kualitas pada beras kemasan produksi PT Jatisari. Kasus ini serupa dengan kasus yang menjerat produsen beras PT Indo Beras Unggul (IBU).

"Dari hasil penyidikan diketahui bahwa beras kemasan tersebut tidak sesuai baik secara label maupun kualitasnya," kata Agung dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Selasa (29/8/2017).

PT Jatisari juga punya kaitan dengan PT IBU. Keduanya sama-sama anak perusahaan PT Tiga Pilar. Sebelumnya, Bareskrim memang menyatakan akan ada tersangka baru dari tindaklanjut kasus PT IBU.

Agung menambahkan seorang tersangka telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus tersebut. Tersangka merupakan Direktur PT Jatisari, berinisial M.

"Penyidik juga sudah menangkap dan menahan M pada Senin 28 Agustus 2017," ucap Agung.

Penyidik memeriksa 10 saksi dan tiga ahli untuk menguak kasus itu. Hasil laboratorium terhadap produk PT Jatisari juga sudah dikantungi.

Untuk menjamin tranparansi proses pengusutan, Dit Tipid Eksus melakukan gelar perkara ekternal. Unsur pengawas baik Biro Pengawas Penyidikan, Propam maupun Itwasum, dan Divisi Hukum Polri, terlibat di dalamnya.

"Terhadap tersangka M disangkakan melanggar Pasal 62 Jo Pasal 8 ayat (1) huruf E, F dan I, dan Pasal 9 huruf H UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan/atau Pasal 144 JO Pasal 100 ayat (2) UU No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan dan/atau Pasal 3 UU No. 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU, dan/atau Pasal 382 BIS KUHP. Dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun," tandas Agung.

Saksikan Video Menarik Di Bawah Ini:

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Tidak Sesuai SNI

Sebelumnya, produk beras yang diproduksi oleh PT Indo Beras Unggul (IBU), Maknyuss dan Cap Ayam Jago dijerat lantaran tidak sesuai ketentuan. Hal ini yang tengah disidik oleh Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri.

Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri Kombes Martinus Sitompul mengungkapkan, produk beras yang dijual oleh PT IBU ke pasaran dipastikan tidak sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI).

"Produk PT IBU tidak sesuai SNI," kata Martin di kompleks Mabes Polri, Jakarta, Rabu 2 Agustus 2017.

Adapun pelanggaran lainnya yang dilakukan oleh PT IBU, terang Martin, adalah tidak mencantumkan mutu produk dalam tiap kemasannya.

"Dia gunakan SNI 2008, dalam SNI 2008 tidak dikenal istilah premium dan medium, tapi mutu 1 sampai 5. PT IBU ini tidak mencantumkan mutu di kemasan produk mereka," terang Martin.

Kemudian, Martin menambahkan, PT IBU malah mencantumkan Angka Kecukupan Gizi (AKG) dalam tiap kemasannya. Setelah diteliti oleh sejumlah saksi ahli, diduga AKG yang dicantumkan tidak sesuai dengan kandungan beras. Selain itu, beras Maknyuss dan Cap Ayam Jago juga jauh di bawah kualitas beras medium.

"Padahal AKG itu hanya untuk produk olahan. Sehingga bisa dihitung kecukupan gizinya saat dikonsumsi. Bukan produk mentah seperti beras, yang harus diolah sebelum dikonsumsi," terang Martin.

Oleh karenanya, kata Martin, yang paling bertanggung jawab atas pelanggaran ini adalah Direktur Utama PT IBU yaitu Trisnawan Widodo (TW). Ia pun ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan perlindungan konsumen.

Tersangka pun dijerat dengan Pasal 382 BIS KUHP, Pasal 144 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012, dan Pasal 62 Undang-Undang Nomor 8 tentang Perlindungan Konsumen. "Tersangka diancam kurungan 20 tahun penjara dan denda Rp 10 miliar," tandas Martin.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.