Sukses

Kasus SKL BLBI, KPK Bakal Periksa Sjamsul Nursalim di Singapura

Sjamsul dan istrinya, Itjih, mangkir dari panggilan penyidik KPK pada Jumat, 25 Agustus 2017.

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mempertimbangkan akan memeriksa mantan obligor Sjamsul Nursalim serta istrinya, Itjih Nursalim, di Singapura, terkait kasus penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).

"Tentu kita bahas dulu apa yang dilakukan ke depan, termasuk apakah kita akan melakukan dan kapan melakukan koordinasi itu," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK Kuningan, Jakarta Selatan, Senin, 28 Agustus 2017.

Pemeriksaan Sjamsul dan istrinya ini, kata Febri, karena keduanya sudah dua kali mangkir dari panggilan penyidik KPK. Keterangan suami istri ini sangat diperlukan untuk pemetaan aset-aset obligor yang ada di Indonesia.

"Sudah dua kali ya kita panggil, kalau saksinya berada di Indonesia tentu kita dapat melakukan panggil paksa, sesuai dengan kebutuhan penyidikan, ya," ujar dia.

Febri menambahkan, KPK terus memeriksa saksi-saksi kasus BLBI, termasuk berkoordinasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk memfinalisasi perhitungan kerugian keuangan negara akibat kasus tersebut.

"Tersangka juga akan kita periksa nanti pada saat yang tepat," dia menambahkan.

Sjamsul dan Itjih kembali mangkir dari panggilan penyidik KPK pada Jumat, 25 Agustus 2017. Ini merupakan panggilan kedua kepada pasangan ini, sebagai saksi untuk tersangka mantan Kepala Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Syafruddin Arsyad Temenggung.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Satu Tersangka

Dalam kasus ini, KPK baru menetapkan Syafruddin Arsyad Temenggung, sebagai tersangka penerbitan SKL BLBI kepada BDNI milik Sjamsul Nursalim.

Penerbitan SKL itu diduga merugikan negara hingga Rp 3,7 triliun. SKL untuk BDNI diterbitkan Syafruddin Arsyad Temenggung selaku Kepala BPPN sejak April 2002.

Pada Mei 2002, Syafruddin mengusulkan kepada Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK), untuk mengubah proses litigasi terhadap kewajiban obligor menjadi restrukturisasi atas kewajiban penyerahan aset oleh obligor BDNI kepada BPPN sebesar Rp 4,8 triliun.

Sjamsul Nursalim diminta KPK untuk kembali ke Tanah Air, agar memudahkan penyidikan. Sjamsul diketahui tengah berada di Singapura.

Atas perbuatannya, Syafruddin Arsyad Temenggung disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.‎

 

Saksikan video menarik berikut ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.