Sukses

Kronologi KPK Tangkap Tangan Dirjen Hubla Kemenhub Tonny Budiono

KPK mengamankan 33 tas yang berisi uang, empat kartu ATM bank yang berbeda.

Liputan6.com, Jakarta - KPK telah menetapkan Dirjen Perhubungan Laut (Hubla) Kementerian Perhubungan Antonius Tonny Budiono dan Komisaris PT Adhi Guna Keruktama (PT AKG) sebagai tersangka, dalam kasus perizinan dan pengadaan proyek-proyek di lingkungan Ditjen Hubla tahun 2016-2017.

Wakil Ketua KPK Basaria Padjaitan mengatakan, pengungkapan kasus ini berawal dari Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan Tim Satgas KPK, Rabu 23 Agustus 2017 malam hingga Kamis (24/8/2017) siang.

Basaria menjelaskan, dalam OTT itu KPK menangkap lima orang. Tim KPK pertama kali menangkap Tonny Budiono di rumah dinasnya Mess Perwira Gunung Sahari Jakarta Pusat, Rabu 23 Agustus 2017, sekitar pukul 21.45.

"Kemudian hari Kamis, KPK menangkap empat orang lainnya secara berturut-turut. Pertama, KPK menangkap Manager Keuangan PT AGK berinisial S, Direktur PT AGK inisial DG. Keduanya ditangkap di kantor PT AGK di Sunter Jakarta Utara, sekitar pukul 10.00 WIB," jelas Basaria dalam konferensi pers di Gedung KPK Kuningan Jakarta Selatan, Kamis (24/8/2017).

Setelah itu sekitar pukul 14.30 WiB, penyidik menangkap Adiputra di apartemennya kawasan Kemayoran Jakarta Pusat. Terakhir, penyidik mengamankan Kepala Subdirektorat Pengerukan dan Reklamasi Ditjen Hubla Kemenhub berinisial W di kantornya sekitar pukul 15.00.

Dari penangkapan berbagai lokasi itu, KPK mengamankan 33 tas yang berisi uang, empat kartu ATM bank yang berbeda. ATM tersebut diketahui dalam penguasaan Tonny Budiono.

Selain itu, diamankan juga 33 tas di kediaman Tonny. Basaria mengungkapkan, 33 tas itu berisi uang dalam pecahan mata uang rupiah, US Dolar, Poundsterling, Euro dan Ringgit Malaysia senilai total Rp 18,9 miliar dan dalam rekening Bank Mandiri terdapat sisa saldo Rp 1,174 miliar.

"Sehingga total uang yang ditemukan di Mess Perwira Dirjen Hubla adalah sekitar Rp 20 miliar," tutur Basaria.

"Diduga pemberian oleh APK (Adiputra Kurniawan) kepada ATB (Antonius Tonny Budiono), ini terkait pengerjaan pengerukan di Pelabuhan Tanjung Emas Semarang," tandas Basaria.

Saksikan Video Menarik Berikut Ini:

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Bentuk ATM

Dalam kasus tersebut, KPK menduga adanya modus suap yang baru. Penyuap yakni Adiputra menyerahkan uang dalam bentuk ATM.

"Rekening dibuka oleh pemberi menggunakan nama lain yang diduga fiktif. Lalu, pemberi menyerahkan ATM pada pihak penerima. Kemudian pemberi (Adiputra) menyerahkan sejumlah uang pada rekening tersebut secara bertahap. Penerima (Tonny) menggunakan ATM dalam berbagai transaksi," papar Basaria.

Tonny Budiono sebagai pihak penerima diduga melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 b Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001.

Sebagai pihak yang diduga pemberi, Adiputra disangka KPK melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 jo Pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.