Sukses

Eks Ketua DPR: Soal Gedung Baru, DPR Harusnya Punya Empati

Sebagai mantan Ketua DPR, Marzuki paham gedung baru memang penting. Tapi bila dibandingkan dengan program pembangunan lain tidak sebanding.

Liputan6.com, Jakarta - Permintaan pembangunan gedung baru DPR terus menuai penolakan. Mantan Ketua DPR Marzuki Alie menilai, DPR harus menahan syahwatnya untuk membangun gedung baru.

Marzuki mengatakan, ekonomi Indonesia saat ini sedang tak terlalu baik. Misalnya saja, APBN mengalami defisit hingga penerimaan pajak yang tidak mencapai target.

"Harusnya ada empatinya di sana," kata Marzuki Alie di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu 23 Agustus 2017.

Sebagai mantan Ketua DPR, Marzuki paham betul gedung baru memang penting. Tapi bila dibandingkan dengan program pembangunan lain tentu tidak sebanding.

"Maka tolonglah teman-teman saya di sana bersabar dululah, tunggu ekonomi membaik, penerimaan pajaknya juga baik, defisit APBN nya tidak seperti sekarang," imbuh dia.

Marzuki mengatakan, banyak risiko yang terjadi ketika pembangunan gedung baru DPR dianggarkan untuk tahun 2018. Yang paling parah, defisit anggaran bisa melebihi 3 persen. Artinya, sudah melanggar undang-undang.

Anggota dewan, kata dia, seharusnya bisa lebih bijak dalam melihat permasalahan ini. Banyak pos anggaran yang seharusnya mendapat penambahan nilai. Misalnya saja pendidikan.

Tentu akan lebih baik dana untuk pembangunan gedung baru DPR dialokasikan untuk menambah anggaran pendidikan. Manfaat jangka panjang akan dirasakan khususnya untuk masa depan anak bangsa.

"Nah di situ saya minta teman-teman saya di DPR itu empati-lah dengan situasi sekarang. Jangan anggaran pendidikan ini yang dipotong, enggak baik anggaran pendidikan ini dipotong," pungkas Marzuki.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Tak Mau Mati Konyol

Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) DPR ingin terus membangun gedung baru. Kepala BURT Anton Sihombing menyatakan tidak mau mati konyol bila terus menggunakan Gedung Nusantara I.

Ia menjelaskan Gedung Nusantara I awalnya dibangun untuk maksimal menampung 800 orang. Namun, sekarang setiap harinya dapat menampung lalu-lalang minimal 5 ribu orang.

"(Yang) terpenting itu overcapacity, kita enggak mau dong mati konyol berjamaah," jelas Anton, di kantor Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta Pusat, Jumat (18/8/2017).

Berdasarkan hasil audit Kementerian Pembangungan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), menurut dia, Gedung Nusantara I mengalami keretakan dan dianjurkan diinjeksi.

Tahun lalu pun sudah ada imbauan agar anggota dewan tidak meyimpan lemari arsip berat karena sudah overcapacity. "Kami tidak mengada-ada tapi itulah kebutuhan, kami nyaman kerja hasilnya bisa banyak," imbuh Anton.

Saksikan video di bawah ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.