Sukses

KPK Kembalikan Kartu ATM Milik Panitera PN Jaksel

Kartu ATM milik tersangka TMZ dikembalikan sebab uang tidak berkaitan dengan perkara.

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Panitera Pengganti Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Tarmizi (TMZ), atas kasus dugaan suap.

Juru bicara KPK Febri Diansyah mengatakan pemeriksaan yang dilakukan pihaknya adalah mengklarifikasi sejumlah barang bukti yang telah diamankan. Termasuk kartu ATM milik tersangka.

"Pemeriksaan lebih pada klarifikasi terkait dengan beberpa bukti awal, termasuk juga ATM," kata Febri di kantornya, Jakarta, Rabu 23 Agustus 2017.

Dia menuturkan  kartu ATM milik tersangka telah dikembalikan. Sebab, uang di dalam tabungan tidak berkaitan dengan perkara.

"Jadi ketika kita cek, ATM untuk menampung gaji. Itu harus kita kembalikan kepada tersangka," jelas Febri.

Tarmizi ditetapkan sebagai tersangka bersama dengan Direktur Utama PT Aquamarine Divindo Inspection (ADI) Yunus Nafik, bersama kuasa hukumnya Akhmad Zaini (AKZ).

PT ADI menyuap panitera pengganti dengan uang sejumlah Rp 425 juta agar perkara perdata yang menyangkut perusahaan itu dapat ditolak. Atas dugaan inilah KPK menangkap tangan empat orang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Saksikan video menarik di bawah ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Awal Perkara

Kasus ini bermula atas gugatan perdata oleh EJFS ke PT ADI atas perkara cedera janji karena tidak menyelesaikan tugas sesuai waktu sehingga mengakibatkan kerugian. Penggugat meminta ganti rugi sebesar US$ 7,6 juta dan 131 ribu dolar Singapura.

Untuk mengamankan kasus, AKZ selaku kuasa hukum PT ADI membuat kesepakatan dengan panitera pengganti PN Jakarta Selatan TMZ untuk menyerahkan uang sebesar Rp 425 juta. Uang ini diserahkan agar gugatan ditolak.

Putusan akan dilakukan 21 Agustus 2017 setelah beberapa kali ditunda.

Penyerahan uang pun dilakukan bertahap menggunakan transfer. Pertama 22 Juni 2017 sebesar Rp 25 juta sebagai dana awal operasional. Kemudian, 16 Agustus 2017 sebesar Rp 100 juta dengan disamarkan sebagai pembayaran DP tanah.

KPK mengungkap penyerahan terakhir dilakukan pada 21 Agustus 2017 sebanyak Rp 300 juta. Uang itu disamarkan sebagai pelunasan pembayaran tanah.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.