Sukses

Air Sumur Keramat Rumah Pengasingan Bung Karno di Ende

Rumah Sukarno kini menjadi salah satu ikon Kota Ende, dan menjadi situs sejarah yang dijaga oleh pemerintah setempat.

Liputan6.com, Ende - Presiden Pertama RI Sukarno atau yang lebih dikenal dengan Bung Karno pernah diasingkan di Ende, Nusa Tenggara Timur (NTT) pada 1934 hingga 1938. Di sini, Bung Karno hidup dengan kesederhanaan, jauh dari hiruk pikuk kota besar.

Pemerintah Kolonial Belanda saat itu mengasingkan Bung Karno dikarenakan untuk memutus komunikasi dengan para loyalis dan politikus lainnya di kota-kota besar di Jawa. Di Ende, Sukarno mengajak istrinya, Inggit Garnasih, anak angkatnya Ratna Djuami, serta ibu mertuanya, Amsih.

Di Ende, Sukarno dan keluarganya tinggal di rumah Haji Abdullah Ambuwaru dengan luas 9x18 meter. Di rumah ini, segala kegiatan dilakukan Bung Karno mulai dari melukis, bermain biola, dan berkebun.

Rumah Bung Karno ini, kini menjadi salah satu ikon Kota Ende, dan menjadi situs sejarah yang dijaga oleh pemerintah Kota Ende dan masyarakat sekitar. Banyak wisatawan mancanegara dan domestik yang sering mengunjungi rumah pengasingan tersebut.

Liputan6.com, berkesempatan mengunjungi lokasi tersebut, Senin (14/8/2017). Di depan rumah, terlihat halaman yang tidak terlalu luas, namun dulunya dipakai Bung Karno dalam menanam berbagai tanaman rempah-rempah. Bercat dinding warna putih, rumah pengasingan Bung Karno ini masih mempertahankan struktur aslinya.

Sampai saat ini, rumah ini sudah mengalami perbaikan satu kali, yaitu pada 2012. Perbaikan besar hanya dilakukan di sisi atap yang terbuat dari seng ini. Kemudian peremajaan warna rumah kembali dilakukan pada Februari 2017.

Memasuki rumah ini, tepatnya di sisi kanan, para pengunjung langsung disajikan berbagai peralatan rumah tangga yang digunakan Bung karno dan keluarga selama pengasingan. Mulai dari setrika, lukisan, piring, dan biola yang digunakan Bung Karno untuk mengisi waktu kesehariannya.

Yang menarik, di sini juga masih terjaga jelas Surat Keterangan Kawin Bung Karno dengan Inggit Garnasih yang dikeluarkan pada 24 Maret 1923. Tidak hanya itu, bahkan Surat Perjanjian Cerai dengan Inggit juga terpampang di ruang depan ini.

Saksikan tayang video menarik berikut ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Air Sumur Keramat

Di sisi kiri ruang depan rumah, masih terdapat dua kursi dan satu meja yang dijadikan Bung karno dalam menerima tamu. Sisi ini memiliki pintu yang langsung tembus ke kamar Bung Karno. 

Masuk ke sisi dalam, tidak banyak ruang di sini, hanya ruang tengah yang kecil dimana sisi kanan adalah pintu kamar Bung karno dan sisi kiri pintu kamar istri, anak dan mertuanya. Di masing-masing kamar, masih terjaga dengan rapi ranjang yang digunakan seluruh keluarga Bung Karno beristirahat.

"Hanya kita sudah tambahkan kelambu dan sprei kasurnya, kalau untuk ranjang besinya asli yang digunakan Bung Karno saat itu," kata penjaga Rumah Pengasingan Bung Karno, Safruddin Pua Ita saat berbincang dengan Liputan6.com.

Rumah pengasingan Presiden Pertama RI Sukarno saat diasingkan di Ende, Flores, NTT. (Liputan6.com/Ilyas Istianur Praditya)

Setelah ruangan ini, pengunjung akan langsung terhubung dengan halaman belakang rumah. Di halaman belakang ini setidaknya ada kamar mandi, sumur, taman dan dapur yang digunaan untuk memasak pembantu Bung Karno saat itu. Dapur, kamar mandi dan sumur lokasinya berada di sisi kanan belakang rumah. Sedangkan sisi kiri digunakan sebagai lahan untuk bercocok tanam juga.

Ada yang unik dari air sumur yang ada di halaman belakang rumah ini. Banyak orang yang mempercayai, dengan membasuh muka dengan air sumur ini akan awet muda dan diberi keberuntungan.

Rumah ini menjadi situs bersejarah yang diresmikan langsung Bung Karno pada Minggu, 16 Mei 1954. Saat itu, Bung Karno telah menjadi Presiden RI.

Sampai saat ini setidaknya sudah banyak pejabat negara yang berkunjung ke sini. Di antaranya Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani, Ketua Umum PDIP Megawati Sukarno Putri, dan mantan Wakil Presiden Boediono.

"Sayangnya setelah Sukarno pada 1954 itu, belum ada Presiden yang berkunjung ke sini," tutup Safruddin.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.