Sukses

KPK: Seluruh Anggota DPRD Malang Akan Diperiksa Terkait Suap

Juru bicara KPK Febri Diansyah mengatakan ada kemungkinan penyidik memanggil saksi-saksi yang berasal dari unsur legislatif Kota Malang.

Liputan6.com, Jakarta - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuka kemungkinan untuk memanggil seluruh anggota DPRD Malang terkait kasus korupsi yang menjerat Ketua DPRD, Mochamad Arief Wicaksono.

Juru bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, ada kemungkinan penyidik memanggil saksi-saksi yang berasal dari unsur legislatif Kota Malang.

Pemanggilan saksi dari DPRD ini untuk mengusut kasus dugaan korupsi pembahasan APBD Pemerintah Kota Malang tahun anggaran 2015. Sebab, di dalam pembahasan ABPD itu semua anggota DPRD turut terlibat.

"Apa semua anggota legislatif akan dipanggil, tentu itu penyidik yang mendalami. Penyidik akan memanggil saksi-saksi unsur dari legislatif (semua anggota DPRD Malang) yang berkaitan dengan kasus ini, akan dipanggil," ujar Febri di Gedung KPK Kuningan Jakarta Selatan, Jumat, 11 Agustus 2017.

Namun, Febri enggan membeberkan siapa saja anggota DPRD Kota Malang yang akan diperiksa oleh penyidik. Menurut dia, pemeriksaan terkait kasus tersebut akan dimulai pada pekan depan.

"Mulai minggu depan akan dilakukan pemanggilan saksi-saksi," ujar Febri.

KPK telah menetapkan Ketua DPRD Malang Mochamad Arief Wicaksono sebagai tersangka dalam dua perkara.

Dalam perkara pertama, Arief diduga menerima suap dari Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kota Malang, Jarot Edy Sulistiyono, sejumlah Rp 700 juta. Suap tersebut terkait pembahasan APBD Pemerintah Kota Malang tahun anggaran 2015.

Sementara, di perkara kedua, Ketua DPC PDI-P Malang ini diduga menerima hadiah atau janji sebesar Rp 250 juta dari tersangka Hendrawan Maruszaman (HM) selaku Komisaris PT ENK. Suap tersebut diduga terkait penganggaran kembali proyek jembatan Kedungkandang APBD tahun 2016.

Arief selaku pihak penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b, atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1.

Kemudian sebagai pihak pemberi, Jarot dan Hendrawan disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b, atau Pasal 13 UU tentang Pemberantasan Tipikor, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Saksikan video di bawah ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.