Sukses

Sidang Suap Pilkada Buton, Saksi Sebut Bertemu Akil Mochtar

Dalam dakwaan, Arbab disebut menyampaikan adanya permintaan Akil, agar dia menyediakan uang Rp 5 miliar.

Liputan6.com, Jakarta Sidang kasus dugaan suap sengketa Pilkada Buton dengan terdakwa Bupati non aktif Buton Samsu Umar, kembali digelar di Pengadilan Tipikor, Jakarta. Kali ini Jaksa KPK menghadirkan saksi kunci dalam kasus tersebut, Arbab Paproeka.

Dalam sidang, hakim yang dipimpin Ibnu Basuki Widodo bertanya soal peristiwa pertemuan di Hotel Borobudur, Jakarta. Dimana saat itu Arbab janjian dengan sahabatnya Victor Leskodat. Dan saat bersamaan juga ada Akil di hotel itu.

"Waktu itu saya janjian dengan Victor jam 5 sore di Hotel Borobudur. Setiba di hotel saya melihat ada Akil, kemudian saya tanya kepada Victor sama siapa? Sama Akil katanya Hakim Agung. Saya akhirnya urungkan niat untuk masuk ke dalam ruangan," kata Arbab di PN Tipikor, Jakarta, Rabu (2/8/2017).

Arbab melanjutkan, dia akhirnya masuk setelah tahu hanya ada Akil dan sahabatnya. Saat itu Arbab mengaku niatnya bertemu Akil hanya untuk melepas rindu, lantaran teringat  masa-masa sewaktu menjadi anggota DPR RI Komisi III periode 2004-2009.

"Karena katanya cuma berdua akhirnya saya memutuskan masuk bergabung," ungkap Arbab.

Kemudian Arbab mengaku berpamitan pulang lebih dulu. Dalam pertemuan yang singkat itu Arbab mengaku hanya berbicara soal kabar keluarga dan tidak menyinggung soal sengketa pilkada atau kasus yang tengah ditangani di MK.

"Saya pulang duluan. Kita tidak berbicara mengenai pilkada apapun. Paling hanya basa-basi masalah keluarga," ujar dia.

Dalam dakwaan, Arbab disebut menyampaikan adanya permintaan Akil, agar dia menyediakan uang Rp 5 miliar terkait putusan akhir dalam perkara Perselisihan Hasil Pilkada di Kabupaten Buton.

Menindaklanjuti permintaan tersebut, Samsu memberi uang Rp 1 miliar kepada Akil. Penyerahan uang dilakukan sesuai arahan yang diberikan Arbab.

Samsu didakwa melanggar Pasal 6 ayat 1 huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Dakwaan Jaksa

Dalam dakwaan, jaksa KPK menyebut Samsu Umar memberikan uang Rp 1 miliar kepada Akil, untuk mempengaruhi putusan akhir perkara MK No: 91-92/PHPU.D-IX/2011 tanggal 24 Juli 2012, tentang perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (Pilkada) di Kabupaten Buton Tahun 2011.

"Terdakwa memberi atau menjanjikan sesuatu dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan untuk diadili," kata jaksa di PN Tipikor, Jakarta, Senin 12 Juni.

Awalnya pada Agustus 2011, Samsu menjadi peserta Pilkada Buton sebagai calon bupati berpasangan dengan La Bakry sebagai calon wakil bupati. Pilkada Buton saat itu diikuti sembilan pasangan calon.

Lalu, 4 Agustus 2011 dilakukan pemungutan suara dan hasil penghitungan suara, KPU Kabupaten Buton menetapkan pasangan nomor tiga, yaitu Agus Feisal Hidayat - Yaudu Salam Adjo sebagai pasangan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Buton.

Samsu bersama calon wakil bupati dan dua pasangan calon lainnya mengajukan gugatan ke Mahakamah Konstitusi (MK). Hasilnya, keputusan KPU tersebut dibatalkan.

Pemilihan ulang pun dilakukan. Dari pemilihan ulang itu, KPU akhirnya menetapkan Samsu dan pasangannya sebagai peserta yang paling unggul dengan perolehan suara terbanyak. Tak terima dengan hasil itu, pasangan calon lainnya kembali mengajukan gugatan ke MK.

Pada 16 Juli 2012, Samsu dihubungi oleh Arbab Paproeka yang mengajak bertemu di Hotel Borobudur Jakarta dan dia menyetujuinya. Tiba di hotel, Arbab pun menyampaikan kepada Samsu bahwa Akil hadir di ruangan tersebut.

Pada malam harinya setelah pertemuan, Samsu menerima telepon Arbab yang menyampaikan adanya permintaan Akil, agar dia menyediakan uang Rp 5 miliar terkait putusan akhir dalam perkara Perselisihan Hasil Pilkada di Kabupaten Buton.

Menindaklanjuti permintaan tersebut, Samsu memberi uang Rp 1 miliar kepada Akil. Penyerahan uang dilakukan sesuai arahan yang diberikan Arbab.

Atas kasus ini, Bupati nonaktif Buton Samsu Umar Abdul Samiun didakwa melanggar Pasal 6 ayat 1 huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Saksikan video menarik di bawah ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.